Mohon tunggu...
Yazwardi Jaya
Yazwardi Jaya Mohon Tunggu... Dosen - Seorang akademisi yang berminat tiada henti dalam berbagi ilmu pengetahuan

Alumni Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo Jawa Timur. Melanjutkan Pendidikan Tinggi pada Program Sarjana (S.1) di IAIN Raden Intan Lampung tamat 1996, Program Magister (S.2) di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta tamat 1998. Berkarir sebagai dosen di UIN Raden Fatah Palembang sejak 2000. Pada 2011 mengambil Program Doktor Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya dan tamat 2016.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Rektor Impor

17 Agustus 2019   07:21 Diperbarui: 17 Agustus 2019   07:30 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tujuan Pendidikan Tinggi yang disebutkan sebanyak 4 kali dalam UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi disebutkan bahwa Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT) dikembangkan dengan memperhatikan kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan untuk mencapai tujuan Pendidikan Tinggi (Pasal 54 Ayat (3). Tidak ada klausul yang perlu diperdebatkan ketika membaca SNPT sebagai instrumen dinamika ilmu pengetahuan yang independen dan otonom.

Rektor sebagai Pemimpin Tertinggi memiliki kewenangan yang otonom secara akademis terutama dalam hal pengamalan Tridharma Perguruan Tinggi (Pembelajaran, Penelitian, dan Pengabdian Masyarakat). 

Unsur-unsur Tridharma tersebut dapat diimplementasikan secara baik jika Pemimpin Perguruan Tinggi memiliki profesionalitas tata kelola, dan memiliki kredibilitas ilmiah yang diakui secara regional, nasional, dan internasional.

Rencana Pemerintah mendatangkan rektor asing ('Impor') diasumsikan bahwa sebagian besar Perguruan Tinggi kita belum mampu berkompetisi secara internasional, dan diharapkan dengan hadirnya rektor asing dapat 'mendongkrak' grade Perguruan Tinggi dan berkembang sebagai WCU (World Class University). 

Sebagai Negara berkembang yang sangat berpotensi menjadi Negara maju, tidak ada kata terlambat mengejar ketertinggalan ketika perubahan sangat cepat yang terjadi pada Revolusi Industri 4.0 dan transformasi peradaban umat menuju Masyarat 5.0. 

Beberapa Guru Besar dan Doktor Indonesia lumayan banyak juga yang menjadi dosen impor bagi Negara lain. Ada yang menjadi dosen tamu (invited professor) dan bahkan menjabat sebagai dekan di beberapa Perguruan Tinggi di Australia dan Eropa. 

Impor rektor sebagai alternatif dengan asas profesionalitas dapat menambah aura positif karena tidak dibebani oleh kepentingan politik. Perguruan Tinggi sebagai agen perubahan dan Center par excellence keilmuan dan peradaban menjadi variable utama kemajuan suatu bangsa. Wallahu A'lam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun