Mohon tunggu...
Yosri Azwar
Yosri Azwar Mohon Tunggu... mocok-mocok -

Laki-laki

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilkada, Tidak Ada yang Dapat Dipercaya

9 Desember 2015   08:14 Diperbarui: 9 Desember 2015   09:01 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada 2 pasangan calon yang maju untuk dipilih, namun tidak satupun di antara keduanya yang dapat dipercaya. Yang satunya incumbent, yang sudah terbukti kinerjanya ‘sangat buruk’, sedangkan yang lainnya, sudah diketahui juga kinerjanya selama menjadi anggota DPR ‘nol besar’. Terus kalau sudah begini kepada pasangan calon yang mana akan diserahkan tanggung jawab dan wewenang untuk memimpin dan membangun kehidupan ini?

Sewaktu pulang dari TPS, sambil berjalan kembali ke rumah terjadilah percakapan sebagai berikut (bukan transkrip isi rekaman):

A: Pak, tadi nyoblos gambar nomor berapa?

B: Kan rahasia Pak

A: Sebenarnya sih kalau sudah selesai nyoblos tidak perlu dirahasiakan lagi

C: Benar itu Pak, malahan perlu itu supaya kita tahu kira-kira siapa yang bakal menang

B: Baiklah, tapi tolong informasi ini tidak usah disebarluaskan, saya khawatir nanti banyak yang salah mengerti dan mengambil kesimpulan yang salah (ada yang ‘nyadap’ nggak ya?)

A & C (hampir bersamaan): Baiklah Pak (curiga banget sih ni orang)

B: Sejak awal reformasi sebenarnya saya sudah tidak tertarik lagi untuk ikut nyoblos pada Pilkada, Pilpres bahkan Pemilu yang manapun. Jadi tadi itu saya coblos kedua-duanya, karena keduanya saya anggap sama. Ya, sama-sama tidak layak untuk saya pilih

A: Wah kalau begitu batal suara Bapak, sia-sia jadinya Bapak datang ke TPS untuk nyoblos

C: Iya Pak, sayang suara Bapak batal, jadi sama dengan golput itu Pak

B: Yah, sepertinya Bapak berdua benar juga, namun tadi saya berfikiran lain. Saya tidak mau disebut golput, jadi saya ikut datang ke TPS dan ikut nyoblos bahkan berjalan kaki lagi. Dan oleh karena saya tidak ingin memberikan suara saya kepada salah satu pasangan calon yang manapun, maka saya berikan kepada kedua-dua pasangan, kan adil jadinya.

A: Nah itu Pak, artinya batal dan suara Bapak jadi sia-sia tidak masuk hitungan.

B: Kalau itu sih, bukan salah saya, yang salah ya peraturannya, kenapa kalau di coblos dua-dua menjadi batal, seharusnya ya dibagikan saja suara saya masing-masing ½ (setengah) untuk setiap pasangan calon. Yang batal itu kalau surat suaranya tidak di coblos, kan yang benarnya begitu? Lagi pula ini bukan sakwa-sangka ya Pak, saya sangsi kalau tidak dicoblos nanti kertas suara saya dapat disalah-gunakan. Setidaknya ya Pak, kalaupun benar yang Bapak-Bapak katakan bahwa di sana tadi itu kerjaan saya sia-sia ya nggak apa-apa tokh kita sekarang ini masih bisa ngobrol, soalnya sudah jarang kita bisa ngobrol bertiga seperti ini, padahal kita bertetangga dekat Pak

C: Ya kalau dipikir-pikir sih semua yang Bapak katakan itu benar juga.

A: Memang begitulah Pak, di dunia ini semuanya relatif termasuk benar dan salah juga relatif, tidak ada yang mutlak benar atau mutlak salah, tergantung dari sudut mana kita memandang suatu persoalan dan tergantung juga seberapa besar kapasitas kita untuk mampu menganalisa dan mengambil kesimpulan atas suatu persoalan. Sudah sampai nih.. Assalamu’alaikum bapak-bapak

B & C (bersamaan): Alaikumussalam, warahmatullahi wabarakatuh.

Wallahu’alam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun