B: Yah, sepertinya Bapak berdua benar juga, namun tadi saya berfikiran lain. Saya tidak mau disebut golput, jadi saya ikut datang ke TPS dan ikut nyoblos bahkan berjalan kaki lagi. Dan oleh karena saya tidak ingin memberikan suara saya kepada salah satu pasangan calon yang manapun, maka saya berikan kepada kedua-dua pasangan, kan adil jadinya.
A: Nah itu Pak, artinya batal dan suara Bapak jadi sia-sia tidak masuk hitungan.
B: Kalau itu sih, bukan salah saya, yang salah ya peraturannya, kenapa kalau di coblos dua-dua menjadi batal, seharusnya ya dibagikan saja suara saya masing-masing ½ (setengah) untuk setiap pasangan calon. Yang batal itu kalau surat suaranya tidak di coblos, kan yang benarnya begitu? Lagi pula ini bukan sakwa-sangka ya Pak, saya sangsi kalau tidak dicoblos nanti kertas suara saya dapat disalah-gunakan. Setidaknya ya Pak, kalaupun benar yang Bapak-Bapak katakan bahwa di sana tadi itu kerjaan saya sia-sia ya nggak apa-apa tokh kita sekarang ini masih bisa ngobrol, soalnya sudah jarang kita bisa ngobrol bertiga seperti ini, padahal kita bertetangga dekat Pak
C: Ya kalau dipikir-pikir sih semua yang Bapak katakan itu benar juga.
A: Memang begitulah Pak, di dunia ini semuanya relatif termasuk benar dan salah juga relatif, tidak ada yang mutlak benar atau mutlak salah, tergantung dari sudut mana kita memandang suatu persoalan dan tergantung juga seberapa besar kapasitas kita untuk mampu menganalisa dan mengambil kesimpulan atas suatu persoalan. Sudah sampai nih.. Assalamu’alaikum bapak-bapak
B & C (bersamaan): Alaikumussalam, warahmatullahi wabarakatuh.
Wallahu’alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H