"Perkenalkan saya Ustazah Farihah. Jangan khawatir Hadi dan Basuki nanti satu kamar ya. Di kamar As-salam. Rud..., Rudi."
Dia memanggil salah seorang santri yang berpakaian rapi berdasi.
"Tolong antarkan tamu kita ke kamar As-salam ya," pinta Ustazah Farihah.
"Baik ustazah," jawab santri itu.
Ia lalu membawa kami semakin masuk ke lingkungan pesantren. Banyak sekali santri berlalu-lalang membawa piring yang sudah terisi makanan. Tampaknya memang ini jam makan siang bagi santri.
Yang membuat aku bingung adalah, mereka semua berbicara bahasa Arab. Aku tidak mengerti pembicaraan mereka. Sesampainya di kamar yang mereka berinama As-salam, kami disambut lagi oleh ketua kamar di sana.
Satu kamar terdiri dari 15 orang termasuk ketua kamar.. Aku masih ingat nama ketua kamarku Kak Safrudin, dia juga memang ramah, menasehatiku agar betah di pondok. Aku tidak yakin bisa beradaptasi dengan lingkungan seperti ini
Satu minggu di pondok, aku mulai betah. Kakak kelasku baik sekali, mereka mengajariku bahasa Arab dan Inggris. Aku punya program sendiri agar cepat bisa bahasa Arab; setap hari minimal hafal satu kosakata bahasa Arab untuk digunakan dalam percakapan.
Suatu malam saat teman-temanku sudah tidur pulas dan lampu kamar sudah dimatikan, aku malah tidak bisa tidur. Kubuka pintu lemariku lalu mengambil sebuah kamus. Pelan-pelan kulangkahi satu persatu temanku yang sedang berjejer tidur dengan pulas.
Aku mendekat ke jendela untuk mendapatkan cahaya dari luar. Kubuka sedikit tirai jendela itu, ini jam dua dini hari dan pondok benar-benar sudah sepi. Kubuka lembaran kamusku dan menemukan sebuah kosakata migrofah yang berarti gayung. Kuucapkan kosa kata itu berulang-ulang agar bisa diingat.
Tiba-tiba dari luar kamar, tampak bayangan seseorang melintasi kamarku. Jelas sekali, tadi aku lihat itu bayangan seseorang yang mengenakan mukena. Mana mungkin malam-malam begini ada santriawati yang masuk kawasan santriawan. Kuintip dengan hati-hati dari balik jendela, namun tidak ada siapa-siapa di sana.