Walaupun pemecahan Kemenkumham ini memiliki banyak manfaat potensial, ada pula tantangan yang perlu diantisipasi. Salah satu tantangan utamanya adalah peningkatan anggaran pemerintah untuk membiayai dua kementerian baru, termasuk biaya operasional, pengelolaan sumber daya manusia, serta infrastruktur. Selain itu, pemecahan ini memerlukan reformasi struktural dan administratif yang cukup besar, yang membutuhkan komitmen tinggi dari berbagai pemangku kepentingan.
Bivitri Susanti, seorang pengamat hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, menyatakan bahwa pemecahan ini tidak akan berjalan efektif tanpa perencanaan yang matang. "Reformasi struktural seperti ini membutuhkan kesiapan birokrasi dan komitmen politik yang kuat. Tanpa perencanaan yang baik, dikhawatirkan pemisahan kementerian justru akan menimbulkan birokrasi yang lebih kompleks dan tidak efisien," jelas Bivitri. Oleh karena itu, kesiapan dalam hal alokasi anggaran, sumber daya manusia, serta koordinasi lintas kementerian sangat penting untuk memastikan bahwa pemisahan ini menghasilkan manfaat yang diharapkan.
Kesimpulan
Pemecahan Kemenkumham menjadi dua kementerian terpisah—satu yang menangani hukum dan lainnya yang berfokus pada hak asasi manusia—merupakan opsi yang memiliki banyak manfaat potensial. Dengan pemisahan ini, diharapkan setiap lembaga dapat lebih terfokus, efektif, serta akuntabel dalam menjalankan tugasnya masing-masing. Namun, untuk mewujudkan perubahan ini, dibutuhkan perencanaan yang matang, dukungan anggaran yang memadai, serta komitmen politik yang kuat. Pemecahan Kemenkumham bisa menjadi langkah strategis yang penting bagi pemerintahan Indonesia untuk meningkatkan pelayanan publik, terutama dalam bidang hukum dan hak asasi manusia, asalkan tantangan-tantangan yang ada dapat diatasi dengan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H