Mohon tunggu...
Yazid Fathoni
Yazid Fathoni Mohon Tunggu... Pustakawan - Santri

Santri pustakawan

Selanjutnya

Tutup

Diary

Connecting The Dots: Sebuah Seni Berdamai dengan Takdir

14 Agustus 2021   01:38 Diperbarui: 14 Agustus 2021   01:47 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagus Rasmidin - Penulis (Beberapa hari Sebelum menggila di Panggung Langit 2021)/dokpri

Bagi sebagian orang, menjalani sebuah kehidupan merupakan sebuah tantangan sekaligus misteri. Menjadi sebuah tantangan karena, memang sedari awal kita selalu disuguhi jalan terjal. Atau setidaknya kita akan dihadapkan dengan jalan yang mulus. Akan tetapi dalam jalan tersebut banyak sekali hal yang mengganggu ketenangan. Mungkin, banyak juga pengguna jalan lain yang mengusik perjalanan kita. Belum lagi pertanyaan-pertanyaan dan pikiran-pikiran yang mengganggu dalam perjalanan. Sehingga, dengan kondisi demikian kita ditantang untuk meneruskan perjalanan. Atau sebaliknya, pasrah dengan keadaan.

Selain menjadi tantangan, hidup juga kadang menjadi misteri. Apapun jalan yang kita pilih, pada nantinya akan menimbulkan masalah baru. Sudah benarkah jalan yang dipilih? Bahagiakah aku jika menempuh jalan ini? Dan seabrek misteri lainnya. Keputusan apapun yang dipilih tentu akan menentukan kualitas seseorang. 

Saya kemudian teringat, salah seorang teman menulis sebuah story di whatsapp nya. Kurang lebih begini.

"Ada dua keputusan penting dalam hidup; menerima kondisi sebagaimana adanya, atau menerima tanggung jawab untuk melakukan perubahan!" 

Artinya, sebenarnya tidak ada pilihan dan keputusan lain selain menerima keadaan. Menghadapi semua masalah dengan segenap perasaan. Menghadapi sebuah permasalahan dengan sambatan sebenarnya tidak masalah. Bagi saya dan sebagian orang  mungkin itu sedikit meringankan. 

Tp ada satu kalam asyik. Yang menyentil kesadaran saya mengenai hal itu. Beberapa waktu lalu saya membaca tulisan Gus Kholili Kholil, 

Begini:

"Satu cobaan bagi orang sabar itu cuma satu, sedangkan bagi orang yang suka mengeluh ia akan jadi dua"

Lantas masalah terbesarnya dalam sebuah masalah sebenarnya bukanlah perihal sabar tidak sabar sih. Menurut saya, pandangan diri terhadap suatu masalah itulah yang paling penting.

Soalnya sebagian dari kita, dan seringkali saya alami juga. Sangat sedih dan menyesal ketika hal-hal yang diluar rencana kita terjadi. Apa yang kita harapkan tidak tercapai. Angan-angan besar yang sudah lama direncanakan ternyata terjadi tidak sesuai ekspektasi. Bahkan sampai menganggap semua sia-sia.  Hingga taraf paling akut, menyalahkan takdir.

Dari sini saya, beberapa waktu lalu berkontemplasi lama. Dan pada akhirnya menemukan sebuah jawaban dalam tulisannya Mas Azrul Ananda, CEO Persebaya. Dalam satu kolom mingguan di Happy Wednesday.id ia mengutip istilah connecting the dots. Mengoneksikan titik. Begitu sederhanana.

Saya tidak ingat pasti dalam konteks apa Mas Azrul Ananda menulis kutipan itu. Namun pada intinya jangan pernah remehkan hal-hal kecil karena segala hal yang kita anggap kecil saat ini, bisa jadi akan menjadi nyambung di kemudian hari.

Belakangan baru saya ketahui bahwa kutipan itu adalah milik pengusaha besar. Steve Job.  Yah pendiri Apple itu. Saya punya buku otobiografinya, namun sampai sekarang belum kelar bacanya hehehe.

Tepatnya saat Steve Jobs saat memberikan pidato singkat di Standford University tahun 2005 silam. Lengkapnya begini "You can't connect the dots looking forward, you can only connect the dots looking backwards."

Nah, dalam hasil perenungan saya dan setelah melakukan cocokologi dengan masalah-masalah yang pernah saya alami. Saya bisa menarik benang merah. Sebesar apapun masalahmu, jangan pernah khawatir. Tunggu saja titik-titik lain yang akan kamu jumpai. Bisa jadi titik-titik itu justru akan menjadikan hidupmu lebih indah. Titik titik itu bisa jadi ada di masa lalu. Ataupun di masa depan. Tugas kita hanya merangkainya. Hingga tersusun sesuai keinginan kita.

Sebenarnya saya mau cerita untuk dapat konteks sebenarnya, tapi ini sudah panjang lanjut part 2 kapan kapan. Padal niat asl mau crita malah ceramah wkwkwkw. Ditunggu titik selanjutnya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun