Mohon tunggu...
Yayat S. Soelaeman
Yayat S. Soelaeman Mohon Tunggu... Penulis - Berbagi Inspirasi

writer and journalist / yayatindonesia@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Masyitah

12 April 2024   11:19 Diperbarui: 12 April 2024   14:45 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Katakan, akulah tuhanmu," perintah Fir'aun.
"Tuhanku adalah Allah," katanya.
Maka dua anaknya yang masih balita dan bayi merah,
direnggut dengan paksa dari dekapannya.

"Katakan, akulah tuhanmu!"
"Tuhanku Allah."
"Maka kedua anakmu akan aku lempar ke dalam tungku minyak yang panas!"

Hatinya bergetar.
"Anak-anakku tidak bersalah."
"Katakan, aku tuhanmu!" teriak Fir'aun.
"Tuhanku Allah."

Maka kedua anak balitanya diikat,
siap dilemparkan ke tungku minyak yang mendidih.

"Akulah yang lebih dahulu terjun ke tungku minyak," pintanya.
"Tidak. Kedua anakmu yang lebih dahulu.
Dan kau akan menyaksikan anak-anakmu menggelepar."

Ia menggigit bibirnya,
dan berdarah.
Air mata panas mengalir deras,
dan hatinya telah terbelah;
bahkan hancur berkeping-keping,
dan tubuhnya bergetar.

Tiba-tiba si bungsu, sang bayi yang masih merah melirih,
"Ibu, bersabarlah.
Janganlah ragu. Kesakitan dan siksa dunia,
tidak akan meruntuhkan iman dan cinta Ibu kepada Allah,
yang menanti Ibu di surga."

Maka hatinya yang hancur telah luluh,
menyatu bersama tubuh kedua anaknya,
yang dilemparkan ke tungku minyak yang bergolak.

Namun telinganya tiada mendengar jerit anak-anaknya,
tetapi matanya melihat tubuh kedua anaknya dilumat minyak panas.

Tibalah gilirannya,
dan ia sangat tabah.

Sambil menyebut nama Allah;
Yang tiada Tuhan selain Allah;
yang hatinya dipenuhi rasa cinta kepada Allah,
maka sang mukminah meloncat ke tungku minyak yang mendidih.

Ia membawa cintan kepada Tuhannya,
yang bersemayam di dalam hatinya,
dan juga iman yang kuat,
yang mampu melahirkan keikhlasan dan pengorbanan sempurna.

Ketika meloncat ke tungku panas yang mendidih,
ia melirih,
"Kehidupan dunia tidak akan mampu mengalihkanku,
dan tekad untuk meraih keridhaan Allah;
Yang menciptakanku.
Imanku tidak akan goyah meski harus kukorbankan segala yang aku sayangi,
dan merasai sakit yang memerihkan."

Kemudian,
di suatu tempat yang telah disediakan Allah;
Tempat di mana jiwanya sedang menunggu yaumul akhir,
harum mewangi semerbak menyebar ke sekelilingnya,
wangi keihklasan dan keimanan yang sempurna...
[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun