Indonesia harus terlibat dalam mencari solusi bagi ancaman krisis air dunia, terutama dengan meningkatnya kebutuhan air akibat pertambahan penduduk, kemajuan ekonomi, serta terjadinya pemanasan global atau perubahan iklim?
Jakarta – Mengapa air begitu penting bagi kehidupan manusia? MengapaJangan salah, meski memiliki air berlimpah, Indonesia terancam krisis air akibat ketersediaan air permukaan yang tidak merata. Krisis air mengakibatkan menurunnya kualitas kesehatan masyarakat, meningkatnya angka stunting, yaitu pertumbuhan kerdil balita. Bahkan tidak salah apabila dikatakan, angka kemiskinan terkait erat dengan ketiadaan air bersih.
Begitu pentingnya air bagi manusia karena air adalah sumber kehidupan. Tanpa air, maka semua makhluk hidup di bumi akan musnah. Sedangkan dalam kehidupan bersama di dunia, maka air merupakan kunci dalam pembangunan berkelanjutan di setiap negara.
Air harus ada untuk mengairi lahan-lahan pertanian melalui jaringan irigasi. Air juga amat dibutuhkan untuk kegiatan ekonomi dan industri, untuk mendukung pola hidup bersih dan kebutuhan mandi cuci dan kakus (MCK), termasuk air minum untuk manusia, hewan dan tumbuhan.
Ketika berbicara pada sidang Forum Air Dunia (World Water Forum/WWF) ke-9 yang berlangsung di Dakar, Senegal, 22-26 Maret 2022 lalu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang mempunyai sumber daya air melimpah, memiliki sekitar enam persen potensi air dunia, dengan jumlah air permukaan mencapai 2,78 triliun meter kubik.
Hanya saja, potensi tersebut tidak merata dalam skala dan waktu, artinya, tidak merata di seluruh wilayah dan tidak selalu tersedia sepanjang tahun. Karenanya tidak heran apabila sebuah studi World Resource Institute (2015) memprediksi Indonesia masuk dalam negara yang mempunyai risiko tinggi mengalami krisis air.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas juga memproyeksikan kelangkaan air di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara menunjukkan tren peningkatan hingga tahun 2030. Dilaporkan, perbandingan luas wilayah yang dilanda krisis air meningkat, dari enam persen pada tahun 2000 menjadi 9,6 persen pada tahun 2045.
Laporan Pusat Penelitian Geoteknologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebutkan, faktor utama yang menjadi penyebab krisis air di Pulau Jawa, selain pemakaian air yang terus meningkat, terutama adalah perubahan iklim, yaitu adanya perubahan siklus air yang memicu semakin banyak air yang menguap ke udara akibat peningkatan temperatur.
Menurut BMKG, krisis air bersih juga terjadi akibat tingginya kebutuhan air baku, terutama di perkotaan dan wilayah padat penduduk, sementara perubahan iklim menyebabkan kekeringan dan pencemaran air yang memengaruhi ketersediaan air bersih untuk minum dan sanitasi.
Untuk menyiasati menipisnya ketersediaan air, Pemerintah Indonesia harus mampu memanfaatkan air permukaan yang melimpah, seperti air laut, air sungai, dan air danau/waduk. Pengembangan teknologi pengolahan air adalah kunci untuk menghadapi perubahan iklim.
Reverse Osmosis dan Bendungan
Kementerian PUPR sejauh ini sudah memiliki kemampuan untuk mengubah air laut menjadi air tawar melalui teknologi Sea Water Reverse Osmosis (SWRO), sehingga penduduk di pulau terluar atau pinggir pantai yang tidak terjangkau pelayanan air minum perpipaan (PDAM dan program SPAM Perdesaan), bisa menikmati air tawar yang bersih, aman dan layak konsumsi.
Sistem SWRO memisahkan kandungan garam pada air laut hingga menjadi air tawar. Cara kerja SWRO adalah menyaring air laut melalui membran yang memiliki ukuran pori sangat kecil.
Menurut Wakil Presiden RI, Ma’ruf Amin ketika membuka Konferensi The 2nd Asia International Water Week (AIWW) di Labuan Bajo, NTT, medio Maret 2022, di seluruh belahan dunia terjadi kesenjangan antara ketersediaan air yang makin berkurang dan kebutuhan air yang terus meningkat, mengakibatkan terjadinya krisis air yang serius di berbagai wilayah dunia.
Sekalipun 71 persen bumi tertutup oleh air, namun hanya sekitar 1,3 persen air tawar yang bisa digunakan untuk mencukupi kebutuhan air bagi lebih dari 7,8 miliar manusia di planet Bumi (Data Biro Sensus AS (US Census Bureau) tahun 2021). Tahun 2021 dilaporkan terjadi penambahan 74 juta penduduk dunia.
“Diduga tahun 2025, sekitar setengah dari populasi dunia akan merasakan kelangkaan air. Pada 2030, kurang lebih 700 juta orang terancam mengungsi dari negaranya akibat kelangkaan air,” kata Ma’ruf Amin.
Pemerintah Indonesia melakukan langkah cepat mengamankan air sungai atau air waduk demi menjamin ketahanan air, pangan, dan energi. Keputusan penting yang dilakukan adalah (dalam kurun waktu 2015-2024) membangun 61 bendungan. Hingga akhir 2021, sudah 29 bendungan dibangun.
Membangun bendungan sangat vital, karena tidak hanya sebagai tempat cadangan air, namun juga sebagai tempat sumber air baku penyedia irigasi, sumber energi pembangkit listrik, dan mencegah terjadinya banjir. Bendungan juga menjadi lokasi konservasi tumbuhan dan hewan, memudahkan transportasi penduduk, dan sarana wisata atau olahraga.
Bahkan bendungan menjadi sumber air baku untuk pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional yang meliputi beberapa kabupaten/kota atau provinsi. Air baku diangkat dan ditampung di bangunan penampung (intake), kemudian disalurkan ke instalasi pengolahan air (IPA) untuk diolah menjadi air bersih, lalu disalurkan melalui pipa-pipa air minum ke perusahaan daerah air minum, untuk selanjutnya dialirkan melalui sambungan rumah ke rumah-rumah warga.
Menurut Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, penyelesaian 61 bendungan akan meningkatkan air untuk sistem irigasi dari 11 persen menjadi 20 persen. Bahkan Indonesia juga harus membangun 1.000 bendungan kecil atau embung untuk mendukung irigasi dan ketahanan pangan.
“Dengan pasokan air yang terus menerus melalui sistem irigasi, intensitas tanam dapat ditingkatkan dari dua kali setahun menjadi tiga kali, bahkan empat kali setahun,” katanya saat menghadiri panen di Kabupaten Sukoharjo, 2021 lalu.
Ketersediaan air juga mampu memperluas pengembangan area irigasi yang lebih luas di seluruh Indonesia, dan memberi dukungan bagi pembangunan lumbung pangan (food estate) untuk menguatkan ketahanan pangan di setiap provinsi, yang tahun 2021 sudah dimulai di Sumatera Utara, NTT, dan Kalimantan Tengah.
Akses Air Minum Aman
Meskipun Indonesia memiliki air yang melimpah, namun untuk memberikan layanan air minum perpipaan bagi industri, perdagangan (ekonomi), serta untuk keperluan MCK dan kebutuhan air minum yang aman dan sesuai standar kesehatan, membutuhkan kerja keras dan dana sangat besar.
Indonesia adalah negara besar. Luas wilayah daratan mencapai 1,91 juta km2, dengan lebih dari 273 juta jiwa yang tersebar di 17.500 lebih pulau. Sebuah pekerjaan besar untuk memberikan layanan air bersih dan air minum melalui jaringan perpipaan yang menjadi komitmen pemerintah.
Sedangkan membiarkan penduduk mengambil air tanah melalui sumur bor pompa, selain menimbulkan gangguan penyakit, juga mengakibatkan kerusakan lingkungan, penurunan permukaan tanah, kemiringan bangunan, jalan, dan jembatan, pencemaran air tanah, dan terjadinya intrusi air laut (asin) karena terjadinya kekosongan air tawar di dalam tanah.
Masih lemahnya kapasitas distribusi air bersih/air minum yang dilakukan PAM/PDAM, memaksa penduduk mengonsumsi air tanah yang telah terkontaminasi, atau mengandung bakteri yang bisa menimbulkan penyakit mual, muntah, diare, demam, pusing, sakit tenggorokan, kram perut, dan infeksi hepatitis A. Yang paling fatal adalah, meningkatnya kasus stunting.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, untuk memperkuat tanggung jawab terhadap pelayanan air bersih dan air minum aman serta sanitasi layak, pemerintah menargetkan akhir 2024 tercapai angka 100 persen akses air minum aman dan 90 persen akses sanitasi layak.
Data dari Ditejn Cipta Karya (Kementerian PUPR) tahun 2021, persentase rumah tangga yang memiliki akses air minum yang aman sebesar 92 persen, dan akses ke limbah domestik adalah 78 persen. Data Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya menunjukkan, tahun 2014 akses rumah tangga terhadap air bersih baru 68 persen. Atinya ada peningkatan yang menggembirakan.
“Dengan target pencapaian akses aman air minum dan sanitasi layak 100 persen, diharapkan mampu mengurangi angka stunting, tingkat kemiskinan secara nasional, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,” kata Menteri Basuki.
Tuan Rumah World Water Forum 2024
Pada acara penutupan World Water Forum (WWF) ke-9 di Senegal, 26 Maret 2022 lalu, Indonesia terpilih menjadi tuan rumah kegiatan empat tahunan tersebut pada tahun 2024. Indonesai memperoleh 30 suara dari 36 suara Dewan Gubernur (Board of Governors) Dewan Air Dunia (World Water Council).
Mewakili Pemerintah Indonesia, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyatakan Indonesai siap menjadi tuan rumah WWF ke-10, dengan mengangkat tema “Water for Shared Prosperity", untuk menjawab tantangan dan potensi global yang diakibatkan oleh peningkatan pertumbuhan penduduk, urbanisasi, dan perubahan iklim.
“Indonesia mengharapkan pertemuan WWF ke-10/2024 dapat menemukan solusi untuk menjawab permasalahan air secara global, khususnya memastikan ketersediaan serta pengelolaan air dan sanitasi yang berkelanjutan,” kata Menteri Basuki.
Indonesia juga dapat berbagi pengalaman dalam memanfaatkan air permukaan, membangun puluhan bendungan, SPAM Regional, SPAM Perkotaan, program Sistem Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) yang mampu melayani air minum bagi 23 juta warga desa, termasuk program padat karya penyediaan air minum untuk masyarakat berpenghasilan rendah, dan mengembangkan perilaku hidup bersih di seluruh pelosok desa.
Melalui negara-negara anggota Dewan Air Dunia, Indonesia bahkan bisa belajar mengatasi kebocoran air pada sistem pelayanan air minum jaringan perpipaan, peningkatan kualitas manajemen dan SDM instansi pengelola air minum, pemanfaatan debit air bersih yang belum dimanfaatkan (idle capacity), konsep pengelolaan SPAM perdesaan berbasis masyarakat, serta penentuan tarif air bersih yang memenuhi nilai keekonomian.
Indonesia juga dapat mengajak anggota Dewan Air Dunia untuk berkomitmen dalam pengelolaan air sesuai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) poin enam (6) yang ditetapkan PBB, yaitu memastikan ketersediaan dan manajemen air bersih yang berkelanjutan dan sanitasi bagi semua.
Seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia, berkepentingan untuk meningkatkan keterlibatan seluruh manusia dalam memelihara air baku dari pencemaran, menetapkan kebijakan air yang terjangkau, aman, sehat, dan tersedia terus menerus. Ketiadaan air bersih di suatu wilayah menjadi indikasi adanya kemiskinan, dan ancaman krisis air bersih akan mengakibatkan bencana kemanusiaan di seluruh dunia, karna masalah air adalah masalah hidup dan mati manusia.
Kegiatan Word Water Forum tahun 2024 akan sangat menentukan kelangsungan hidup manusia, terutama meningkatnya kebutuhan air akibat pertambahan penduduk dan peningkatan aktivitas ekonomi.
Persoalan pemanasan global dan perubahan iklim juga harus mendorong setiap negara dan penduduk planet ini untuk mempunyai tanggung jawab terhadap sistem air global dan Smart Water Management.
Bahkan kegiatan WWF tahun 2024 harus dimanfaatkan Indonesia untuk mengajak semua negara meminimalisasi aktivitas manusia yang tidak berpihak pada keberlanjutan sumberdaya air, serta mendorong komitmen kuat dan kerja sama antarnegara untuk menyiasati bencana kelangkaan air yang makin parah di masa mendatang. (yss)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H