Mohon tunggu...
Yayat S. Soelaeman
Yayat S. Soelaeman Mohon Tunggu... Penulis - Berbagi Inspirasi

writer and journalist / yayatindonesia@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Peran Indonesia dalam Pengelolaan Sistem Air Global yang Berkelanjutan

28 Maret 2022   17:21 Diperbarui: 29 Maret 2022   03:08 985
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peresmian Pamsimas (Foto: www.pu.go.id)

Reverse Osmosis dan Bendungan

Kementerian PUPR sejauh ini sudah memiliki kemampuan untuk mengubah air laut menjadi air tawar melalui teknologi Sea Water Reverse Osmosis (SWRO), sehingga penduduk di pulau terluar atau pinggir pantai yang tidak terjangkau pelayanan air minum perpipaan (PDAM dan program SPAM Perdesaan), bisa menikmati air tawar yang bersih, aman dan layak konsumsi.

Sistem SWRO memisahkan kandungan garam pada air laut hingga menjadi air tawar. Cara kerja SWRO adalah menyaring air laut melalui membran yang memiliki ukuran pori sangat kecil.

Menurut Wakil Presiden RI, Ma’ruf Amin ketika membuka Konferensi The 2nd Asia International Water Week (AIWW) di Labuan Bajo, NTT, medio Maret 2022, di seluruh belahan dunia terjadi kesenjangan antara ketersediaan air yang makin berkurang dan kebutuhan air yang terus meningkat, mengakibatkan terjadinya krisis air yang serius di berbagai wilayah dunia.

Sekalipun 71 persen bumi tertutup oleh air, namun hanya sekitar 1,3 persen air tawar yang bisa digunakan untuk mencukupi kebutuhan air bagi lebih dari 7,8 miliar manusia di planet Bumi (Data Biro Sensus AS (US Census Bureau) tahun 2021). Tahun 2021 dilaporkan terjadi penambahan 74 juta penduduk dunia.

“Diduga tahun 2025, sekitar setengah dari populasi dunia akan merasakan kelangkaan air. Pada 2030, kurang lebih 700 juta orang terancam mengungsi dari negaranya akibat kelangkaan air,” kata Ma’ruf Amin.

Pemerintah Indonesia melakukan langkah cepat mengamankan air sungai atau air waduk demi menjamin ketahanan air, pangan, dan energi. Keputusan penting yang dilakukan adalah (dalam kurun waktu 2015-2024) membangun 61 bendungan. Hingga akhir 2021, sudah 29 bendungan dibangun.

Membangun bendungan sangat vital, karena tidak hanya sebagai tempat cadangan air, namun juga sebagai tempat sumber air baku penyedia irigasi, sumber energi pembangkit listrik, dan mencegah terjadinya banjir. Bendungan juga menjadi lokasi konservasi tumbuhan dan hewan, memudahkan transportasi penduduk, dan sarana wisata atau olahraga.

Bahkan bendungan menjadi sumber air baku untuk pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional yang meliputi beberapa kabupaten/kota atau provinsi. Air baku diangkat dan ditampung di bangunan penampung (intake), kemudian disalurkan ke instalasi pengolahan air (IPA) untuk diolah menjadi air bersih, lalu disalurkan melalui pipa-pipa air minum ke perusahaan daerah air minum, untuk selanjutnya dialirkan melalui sambungan rumah ke rumah-rumah warga.

Menurut Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, penyelesaian 61 bendungan akan meningkatkan air untuk sistem irigasi dari 11 persen menjadi 20 persen. Bahkan Indonesia juga harus membangun 1.000 bendungan kecil atau embung untuk mendukung irigasi dan ketahanan pangan.

“Dengan pasokan air yang terus menerus melalui sistem irigasi, intensitas tanam dapat ditingkatkan dari dua kali setahun menjadi tiga kali, bahkan empat kali setahun,” katanya saat menghadiri panen di Kabupaten Sukoharjo, 2021 lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun