TERLAHIR dan besar di barak militer. Itulah Sutan Bhatoegana Siregar yang memiliki nama lain di antaranya Sutan Manyukar Siregar, Gurda Manyukar Siregar, Sutan Kumala Pontas dan Sutan Palindi. Kalau ditotal ada tujuh sebutan.
Nama itu hasil rekaan sang nenek dan kakek. Nama resmi saat sekolah dipilih Sutan Manyukar Siregar. Manyukar adalah nenek moyang keluarga. Sementara untuk mengingatkan asal leluhur sang nenek pula yang menambahkan nama Bhatoegana.
Baru menginjak Sekolah Teknik Menengah (STM), Sutan lebih memilih nama Sutan Bhatoegana. “Saya yang milih sendiri karena Sutan Manyukar itu orang susah melafalkannya. Dalam ijazah SD Sutan Manyukar Siregar, di tingkat Sekolah Teknik Negeri bernama Sutan saja. Nah setelah STM saya tambahin menjadi Sutan Bhatoegana,” ujar Sutan.
Lahir di Pematang Siantar, 13 September 1957 dari ayah serdadu dengan pangkat terakhir kapten. Setelah bertugas di Sibolga, sang Ayah, Mahyudin Siregar, menempati tugas baru di Padang Sidempuan. Praktis, masa taman kanak-kanak dan sekolah dasar dihabiskan di Sidempuan. Kehidupan di tangsi membuat Sutan menjadi seorang yang keras, tahan banting dan disiplin.
Sutan juga pribadi periang. Masa sekolah dasar dihabiskannya untuk bermain seperti anak-anak seusianya. Teman pergaulannya tidak hanya anak-anak tangsi tetapi juga mereka yang berada di luar asrama. Saat itu Sutan merasakan serunya main di sungai dan berantem dengan anak-anak asrama polisi.
Petaka terjadi di pada tahun 1971, ketika Sutan memasuki usia Sekolah Menengah Pertama (SMP)). Mahyudin Siregar, memasuki usia pensiun pada usia 45 tahun. Sutan tidak siap untuk keluar dari asrama dan kehilangan teman-temannya. Ekonomi juga morat-marit karena hanya mengandalkan uang pensiun dengan pangkat terakhir pembantu letnan satu (Peltu).
Ramha Boru Pulungan, sang Ibu, mencoba menghibur Sutan dan enam saudaranya. Kesedihan Sutan malah bukan berakhir tetapi malah berlanjut. Sutan pun menarik diri dari pergaulan, sensitif dan pendiam. "Nak, kita harus keluar dari asrama ini. Mudah-mudahan kehidupan kita lebih baik di rumah kita sendiri di Siantar," hibur Rahma.
Sutan tidak mau menyusahkan keluarga yang sudah susah. Kerja keras Sutan selama mengurung diri berhasil. Sutan juara kelas. Dan semua teman mulai memperhatikannya. Mulai banyak yang tergantung kepada Sutan. Naluri usahanya berkembang melebihi usianya. Sutan komersialkan kemampuannya. Setiap orang yang nyontek dan meminta diajarin dia kasih harga dan uangnya ditaabung di celengan ayam jago.
Kabar baik datang tiga tahun kemudian. Ayah mendapat panggilan dari Kodam II Bukit Barisan sebagai salah satu kandidat juru bayar. Ayah termasuk yang lolos. Sutan dan sekeluarga saat itu sangat gembira. Harapan kembali membuncah dan masa depan pun kembali cerah. Sutan sudah membayangkan akan kembali hidup di barak dan makan kembali normal tiga kali sehari.
Tenaga Ayah dibutuhkan karena saat itu tengah terjadi krisis kepercayaan terhadaap petugas juru bayar. Ayah termasuk yang dipercaya karena dianggap jujur dan pangkat pun naik menjadi letnan dua (Letda) hingga Kapten. Ayah Sutan ditempatkan di Kodim 207 Bukit Barisan.