Menurut Ki Hadjar Dewantara, Pendidikan adalah pembudayaan buah budi manusia yang beradab dan buah perjuangan manusia terhadap dua kekuatan yang selalu mengelilingi hidup manusia yaitu kodrat alam dan zaman atau masyarakat (Dewantara II, 1994). Pendidikan adalah tuntutan bagi seluruh kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Ibarat bibit dan buah.Tuntunan itu tidak bersifat mengikat akan tetapi memberikan kebebasan dan kemerdekaan anak untuk berkembang serta tumbuh sesuai kodrat zaman dan kondrat alam mereka. Kita hanya pamong yang mengarahkan mereka supaya tidak tergelicir melakukan kesalahan yang menghilangkan kebahagiaan mereka. Tuntunan-tuntunan yang mengarahkan mereka untuk hidup sesuai dengan keselarasan alam dan lingkungan di mana mereka tumbuh mereka. Menuntun mereka untuk menjadi bagian agen perubahan atau subjek dalam pendidikan untuk menciptakan keterbiasan dalam berbudaya positif.
Budaya positif penting dikembangkan di sekolah. Mutu sekolah dapat dilihat dari budaya positif yang hidup dan dikembangkan warga sekolah. Â Dalam mewujudkan budaya positif ini, guru memegang peranan sentral. Guru perlu memahami posisi apa yang tepat untuk dapat mewujudkan budaya positif baik lingkup kelas maupun sekolah. Selain itu, pemahaman akan disiplin positif juga diperlukan karena sebagai pamong, guru diharapkan dapat menuntun murid untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab.
Budaya positif disekolah membantu mencapai visi sekolah impian,untuk mewujudkan visi sekolah impian kita harus pahami bahwa yang tampak dan dapat dilihat oleh kita dari budaya sekolah  apa yang ada disekitar kita seperti kegiatan belajar mengajar yang diterapkan, jam belajar, upacara sekolah, ekstrakurikuler, tata tertib sekolah, kebersihan sekolah  dan sebagainya yang dapat dilihat oleh kita. peran guru sebagai ujung tombak kualitas pendidikan di sekolah sangatlah penting.
Budaya positif di sekolah tidak berdiri sendiri dalam menciptakan budaya ajar yang baik. Terciptanya budaya  pembelajaran dan ekositem pendidikan yang berpihak pada murid dan menjungjung tinggi budaya positif akan tercipta dan terbiasa jika semua elemen dan semua warga sekolah (peserta didik, pendidik/guru, rekan sejawat, kepala sekolah, komite sekolah, orang tua murid maupun masyarakat) mampu berperan dan  berkolaborasi untuk mewujudkan budaya positif sekolah
Penerapan budaya positif jika dikaitkan dengan nilai lain dalam aktivitas belajar mengajar sehari-hari berawal dari bahwa budaya sekolah. Budaya sekolah  merupakan nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan yang dibangun dalam jangka waktu lama yang tercermin pada sikap keseharian seluruh komponen sekolah. Nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang berpihak pada murid agar murid dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat dan bertanggung jawab menjadi budaya positif di sekolah. Keterbiasan dalam menerapkan budaya positif berawal dari dari penerapan disiplin positif secara konsisten dan sekolah membutuhkan waktu yang tidak sebentar dan dengan berbagai proses supaya displin positif menjadi hal biasa dilakukan oleh seluruh warga sekolah bukan lagi ada faktor tertentu yang mendorong untuk itu. Akan tetapi muncul karena motivasi internal dari individunya sendiri.  Penerapan disiplin positif mengedepankan kesepakatan dan hukuman dengan pengendalian emosi terkadang sama sekali tidak ada hukuman dalam displin positif. Â
Guru penggerak merupakan sebagai agen transformasi pendidikan menuju ke arah yang lebih baik dan berlandaskan pada filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara. Nilai  inovatif, mandiri, kolaboratif, reflektif, dan berpihak pada murid yang dimiliki guru penggerak ini akan berperan penting menjalankan perannya sebagai pemimpin pembelajaran yang mendorong tumbuh kembang murid secara holistik, aktif, dan proaktif dalam mengembangkan pendidik lainnya untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada murid, serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila.  Profil pelajar Pancasila adalah Pelajar Indonesia yang Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, Mandiri, Bernalar kritis, Kebinekaan global, Bergotong Royong, dan Kreatif.
Menuju visi sekolah impian memang bukanlah persoalan yang mudah. Â Kolaborasi dari seluruh pemangku kepentingan sangatlah dibutuhkan untuk mencapai visi bersama. Setiap komponen wajib memahami perannya dan bertanggung jawab dengan tugasnya. Â Mengelola rancangan perubahan yang positif dengan menerapkan perubahan sesuai dengan visi yang impikan di sekolah dalam mengwujudkan budaya positif yang berpihak pada murid , merdeka belajar dan profil pelajar Pancasila. Â Untuk mencapai itu diperlukan metode BAGJA sebagai langkah-langkah pendekatan inkuiri apresiatif di sekolah. Inti dari pendekatan inkuiri apresiatif adalah nilai positif yang telah ada dan dikembangkan secara kolaboratif. Alur Bagja sendiri diawali dengan Buat pertanyaan, ambil tindakan, gali impian, jabarkan rencana, dan atur eksekusi. Berpijak dari hal positif yang ada di sekolah, sekolah kemudian menyelaraskan kekuatan tersebut dengan visi sekolah dan visi setiap individu dalam komunitas.
Peran guru penggerak menularkan kebiasaan baik kepada guru lain alam membangun budaya positif di sekolah tidak akan optimal jika hanya dilakukan sendiri oleh guru penggerak sendiri. Guru penggerak sebagai pemimpin pembelajaran harus dapat menggerakkan pihak lain untuk berkolaborasi dan bergerak bersama secara sinergis semua komponen yang ada sekolah dalam membangun budaya positif. Rekan-rekan guru lainnya di sekolah  harus dapat berkolaborasi dalam membangun Bersama budaya positif di sekolah. Guru penggerak harus dapat mensosialiasikan dan mengkomunikasikan kepada guru atau warga sekolah lainnya tentang pentingnya membangun budaya positif di sekolah.  Semua warga sekolah bergerak bersama dalam membangun dan menerapkan budaya positif dari mulai perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, refleksi dan tindak lanjut.
Guru penggerak sebagai tauladan dalam menumbuhkan budaya positif di kelas menjadi budaya positif sekolah dan menjadi visi sekolah.  Guru penggerak  memposisikan kontrol dirinya sebagai manager untuk menumbuhkan motivasi intrinstik dalam mengubah perilaku anak didik untuk memperbaiki dirinya. Guru penggerak beserta peserta didik membuat kesepakatan kelas untuk menumbuhkan disiplin positif dan akan menjadi budaya positif di kelasnya. Kesepakatan tersebut disusun dengan redaksi yang mudah dipahami dan dapat langsung dilakukan, dapat diperbaiki  dan dikembangkan secara berkala.. Displin positif  yang mengajarkan peserta didik tentang kontrol dan kepercayaan diri dengan berfokus pada apa yang mampu mereka pelajari. Peserta didik memahami perilaku mereka sendiri, mengambil insiatif, menjadi bertanggung jawab atas pilihan mereka dan menghargai diri mereka sendiri dan orang lain.
Kesepakatan kelas yang dibuat menyelaraskan dan menjungjung visi misi sekolah. Kesepakatan kelas yang membiasakan budaya positif bisa juga menjadi bahan pertimbangan dalam pembaharuan visi misi sekolah. Dalam mewujudkan budaya positif peran guru di kelas adalah membuat kesepakatan kelas bersama murid guna mencapai visi sekolah. Â Dalam hal membuat kesepakatan kelas, guru senantiasa menegaskan budaya positif yang disepakati dan menjauhkan hukuman ataupun pemberian hadiah sebagai bujukan untuk pembiasaan budaya positif. Hasil kesepakatan kelas dapat ditempel di sudut ruangan agar dapat dilihat oleh seluruh murid. Jika budaya positif telah menjadi pembiasaan bagi seluruh warga sekolah, niscaya visi sekolah tercapai dan semua warga sekolah nyaman dan dipenuhi cinta kasih di sekolah.
Menciptakan visi sekolah untuk membangun budaya positif yang berpihak pada murid melalui  penyusunan visi bersama sekolah tentang apa yang ingin dicapai sekolah. Daripada berfokus pada masalah dan perilaku buruk, ada baiknya memulai dengan melihat hal-hal positif yang sudah berhasil di sekolah akan  memberikan landasan untuk membangun visi bersama bagi komunitas sekolah yang berpusat pada diri murid dan pemberdayaannya. Membangun budaya positif, keterlibatan guru, murid, manajemen sekolah dan orang tua sangat diperlukan mengembangkan budaya positif  sekolah  melalui penyusunan visi sekolah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H