Bagi yang pernah bermukim di kota Makassar pastinya sudah familiar dengan pete-pete, istilah untuk mobil angkutan umum di kota daeng.
Pete-pete memiliki bentuk yang sama dengan angkutan umum di kota-kota yang lain di Indonesia, hanya saja penamaan yang membedakannya.
Moda transportasi pete-pete menjadi primadona banyak kalangan sejak awal kemunculannya sekitar tahun 1980-an hingga keberadaannya yang mulai terancam sebab kehadiran moda transportasi online.
Konon, kata pete-pete merupakan nama uang koin pecahan lima rupiah dan sepuluh rupiah. Istilah ini kemudian menjadi nama moda transportasi di kota Makassar.
Bahkan kalian mungkin pernah temui akun medsos dengan nama @supirpete2 atau @supet.id yang sering berbagi kabar soal kota Makassar, nama ini diambil dari istilah untuk angkutan umum di kota daeng.
Menjadi penumpang pete-pete di Makassar akan familiar dengan istilah kiri daeng, sebutan penumpang ketika ingin turun atau sudah mencapai tempat tujuan. Kata kiri daeng menjadi semacam perintah kepada supir untuk menepi ke bagian kiri jalan. Â
Di kota Makassar, pete-pete memiliki warna yang dominan biru dan merah yang telah memiliki rute masing-masing. Â Setiap rute pete-pete menghubunngkan beberapa titik penting yang ada di kota Makassar.
Misalnya kode A yang memiliki rute BTN Minasa Upa -- Syech Yusuf -- Sultan Alauddin -- Andi Tonro -- Kumala -- Ratulangi -- Jenderal Sudirman -- HOS Cokroaminoto -- Pasar Butung.
Selain beberapa rute, ada pula rute yang menghubugkan beberapa titik penting di kota Makassar dengan kampus Unhas. Pete-pete ini kerap disebut dengan pete-pete kampus atau pete-pete Unhas.
Pada awal kemunculan pete-pete, Organisasi Angkutan Darat  (Organda) menyiapkan trayek khusus kampus Unhas untuk memudahkan mobilitas mahasiswa saat itu, terlebih letak kampus Unhas di Tamalanrea yang terbilang jauh dari pusat kota.