Berbicara tentang Jeneponto tidak dapat terlepas dengan pembahasan perihal kuda. Sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat Jeneponto ketika ditanya soal daerah asalnya di perantauan, maka hal pertama kali yang terbesit bagi penanya yang sudah kenal dengan Jeneponto  adalah "kota kuda".Â
Jeneponto merupakan Kabupaten yang terletak di bagian selatan Sulawesi Selatan dengan luas wilayah 747,79 km persegi memang sudah cukup terkenal dengan kuliner khas yang terbuat dari olahan daging kuda (jarang). Selain itu, Jeneponto juga memiliki pasar tradisional yang terbilang unik yakni pasar kuda yang terletak di Kelurahan Tolo, Kec. Kelara setiap hari sabtu dan berlangsung dari pagi hingga siang hari.Â
Mengutip Indonesia.go.id Pasar Kuda atau Pasar Hewan Tolo pertama kali diresmikan oleh Pemerintah Daerah pada tahun 1983 yang bertujuan menampung hewan ternak masyarakat untuk diperdagangkan. Seiring berjalannya waktu, pasar ini berkembang dan tinggal menyediakan kuda saja untuk diperdagangkan.Â
Pasar Kuda di Jeneponto menjadi pasar kuda yang pertama dan terbesar di Indonesia yang  mendatangkan berbagai macam kuda dari berbagai daerah di Indonesia seperti Flores dan Sumbawa. Selain itu, pasar kuda tersebut juga menarik banyak pengunjung, baik masyarakat lokal maupun dari berbagai daerah di sekitar Jeneponto yang digunakan untuk peternakan, pengangkut hasil pertanian, hewan pacuan atau untuk dikonsumsi pada saat ada hajatan.
Pengunaan hewan kuda dalam aktivitas sehari-hari bagi masyarakat  Indonesia secara umum dan terkhusus di Jeneponto sebenarnya sudah dikenal sejak lama. Pengunaannya sebagai alat transportasi seperi bendi, pengangkut hasil pertanian, untuk konsusmsi atau pun untuk pacuan menjadikan masyarakat banyak memelihara kuda sebagai hewan ternak.
Pacuan kuda juga menjadi kegiatan yang cukup familiar dan sering kali diadakan di kabupaten Jeneponto sejak dulu. Beberapa lokasi pacuan kuda di jeneponto diantaranya di Pantai Tamarunang, Kec. Binamu yang dulu cukup terkenal, pacuan kuda di Tana Toa Kec. Bangkala dan juga pacuan kuda di Pantai Karsut, Kec. Arungkeke.
Sementara untuk urusan kuliner, olahan daging kuda sudah menjadi makanan khas masyarakat Jeneponto sejak lama yang dikonsumsi pada acara-acara tertentu seperti pernikahan, khitanan, syukuran atau saat momen lebaran. Â Pada acara seperti pernikahan atau khitanan, menu khas dari olahan daging kuda yang disediakan dikenal dengan 'gantala jarang'.
Gantala jarang merupakan masakan dengan campuran bumbu sederhana dan dimasak menggunakan wadah drum dengan api yang berasal dari kayu bakar. Tampakan menu gantala jarang dengan bumbu yang sederhana ini membuat terlihat lebih alami dan fresh dan cukup menggugah selera. Tak jarang para kondangan sangat mendambakan gantala jarang saat menghadiri suatu pesta.
Menu gantala jarang ini sudah menjadi ciri khas masyarakat Jeneponto saat mengadakan suatu acara secara turun temurun. Hal ini yang kemudian menginisiasi Pemda jeneponto mengadakan 'Festival Gantala Jarang' pada bulan Mei lalu sebagai rangkaian acara peringatakan hari jadi Jeneponto ke-161. Tetapi buat kalian yang berkunjung ke Jeneponto, jangan kaget jika mendengar istilah 'ganja'Â sebab yang dimaksud ialah singkatan dari gantala jarang.
Selain gantala jarang, kuliner berbahan dasar daging kuda yang bisa ditemui saat berkunjung ke Butta Turatea yakni 'Konro Kuda' dan 'Coto Kuda' . Konro merupakan masakan sop iga khas di Sulawesi Selatan yang kebanyakan terbuat dari daging sapi. Tetapi di Jeneponto, masakan konro terbuat dari daing kuda sehingga dikenal dengan istilah konro kuda.Â
Konro kuda tidak seperti dengan gantala jarang yang sering ditemui pada saat ada hajatan, melainkan lebih sering kita jumpai di warung makan khas daging kuda yang banyak bisa kita dapatkan jika memasuki wilayah Jeneponto. Meski demikian bukan berarti konro kuda tak bisa kita temui selain di warung, hanya saja keberadaan gantala jarang lebih mendominasi saat hajatan.
Sementara itu, coto kuda adalah masakan sop khas  yang terdiri dari irisan daging dan jeroan dengan kuah yang lebih kental dari konro dan memiliki campuran bumbu yang lebih kompleks. Sama halnya dengan konro, masyarakat Sulsel secara umum biasanya  menggunakan daging sapi, tetapi bagi masyarakat Jeneponto, daging kuda adalah pilihan terbaik.
Kandungan lemak pada daging kuda yang tidak terlalu banyak menjadi salah satu alasan kebanyakan masyarakat Jeneponto memilih daging kuda dibanding daging sapi. Selain itu, kelembutan daging kuda  memiliki cita rasa tersendiri saat mencicipinya dan membedakannya dengan daging sapi.
Jika berkunjung ke Jeneponto, ada banyak warung yang menyediakan kuliner khas yang terbuat dari olahan daging kuda. Mulai sejak memasuki perbatasan Jeneponto-Takalar hingga Bantaeng, kalian tidak akan kesusahan menemukannya. Sementara untuk di sekitar kota Jeneponto beberapa warung yang cukup terkenal yakni Coto Turatea Belokallong, Warung Coto Balang Loe, dan Warung Noer.
Buat yang belum pernah mencicipi kuliner khas Jeneponto ini agar kiranya bisa mencobanya jika suatu saat berkunjung ke Butta Turatea. Namun, jika belum sempat berkunjung dan hanya berada di kota Makassar, kalian boleh juga mencicipinya di beberapa warung yang menyediakannya.Â
Mengutip artikel yang ditulis oleh kompasianer Indah Novita Sari, beberapa tempat yang recomended untuk warung coto kuda yang berlokasi di kota Makassar diantaranya Coto Daeng Lala di Jl. Balang Turungan, Warung Makan Sinar Coto Kuda di Jl. Kapasa Raya, dan Coto Batu Putih SMK 8, Jl. Gn. Batu Putih, Maricaya Baru.
Semoga dengan keunikan pasar dan beragam kuliner khas dari daging kuda yang ada di Jeneponto bisa menarik dan mengundang banyak pengunjung untuk menyaksikan dan mencicipinya secara langsung. Begitu pula dengan "Festival Gantala Jarang" yang digagas oleh Pemda agar kiranya dapat lebih dikembangkan dalam skala besar untuk mengenalkan keunggulan kuliner Jeneponto.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H