Mohon tunggu...
Ya Yat
Ya Yat Mohon Tunggu... Penulis - Blogger

Penyuka MotoGP, fans berat Valentino Rossi, sedang belajar menulis tentang banyak hal, Kompasianer of The Year 2016, bisa colek saya di twitter @daffana, IG @da_ffana, steller @daffana, FB Ya Yat, fanpage di @daffanafanpage atau email yatya46@gmail.com, blog saya yang lain di www.daffana.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Ngetrip ke Kampung Produktif di Bogor, Ada Kampung Batik yang Motifnya Cantik

30 Oktober 2022   17:41 Diperbarui: 30 Oktober 2022   17:48 687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Healing yuk, ngopi ke Bogor." Ajak seorang teman suatu hari. Bogor memang tempat cocok buat saya dan si teman yang hobi ngopi. Caf kopi bertebaran di kota Bogor, kopinya enak lengkap dengan suasananya yang nyaman dan desainnya yang aestetik. Biasanya kami kembali ke Jakarta dengan puluhan foto-foto hasil njepret di caf asik di Bogor ini.

Setelah puas ngopi biasanya kami tutup healing hari itu dengan kulineran ke Surya Kencana. Ya.. jalan Surya Kencana memang lokasi favorit kami buat kulineran karena aneka makanan enak dan legendaris ada di sana. Selain makan enak tentu saja kami ambil foto untuk konten di social media.

Ngopi dan kulineran, itulah yang saya tahu tentang Bogor. Makanya saya kaget dan kagum ketika diajak Kotekasiana jalan-jalan ke kota Bogor pada 22 Oktober lalu. Tapi bukan untuk ngopi dan kulineran, melainkan menjelajah kampung-kampung produktif seperti kampung batik, kampung labirin dan kampung perca. He? Ada kampung batik di Bogor? Saya langsung bergumam.

Ibu yang sedang membatik (dok. Yayat)
Ibu yang sedang membatik (dok. Yayat)

Geliat UMKM Batik di Kampung Batik Cibuluh

Ternyata memang ada kampung Batik di Bogor, yang bukan hanya menjual batik, namun membuatnya juga. Batik-batiknya cantik dan keren, sekeren para ibu yang membuatnya. Adalah lembaga Baznas yang mengajarkan para ibu ini untuk membatik. Selain agar para ibu ini produktif, membatik juga bertujuan untuk melestarikan motif khas Bogor seperti buah pala dan Kujang.

Awlnya sulit namun karena para ibu berkomitmen untuk memajukan batik khas Bogor maka hasilnya bisa dilihat seperti sekarang, banyak toko batik berdiri di Kampung Batik Cibuluh. Beberapa diantaranya kami datangi hari itu yaitu Batik Sedulur, Batik Bumiku, Batik Melangit dan Batik Pancawati.

Batik yang dibuat ada dua macam yaitu batik cap dan batik tulis. Batik cap proses pembuatannya lebih cepat karena batik dicetak di atas kain dengan menggunakan plat bermotif, Sementara batik tulis dibuat dengan mengoleskan malam dengan menggunakan canting di atas kain yang telah digambari motif.

Koleksi batik di Kampung Batik Cibuluh (dok. Yayat)
Koleksi batik di Kampung Batik Cibuluh (dok. Yayat)

Proses pembuatan batik tulis lebih lama dan lebih capek membuatnya. Karena itu harganya lebih mahal dari batik cap. Kain batik tulis dijual dengan harga 500 ribu hingga satu juta rupiah. Saya membelalak mendengar harga jual batik tulis ini. Sungguh harga yang murah untuk batik tulis yang proses pembuatannya lama dan butuh ketelitian tinggi. Jika sudah menjadi baju dan dijual di toko besar harganya bisa mencapai jutaan rupiah.

Setelah kain batik selesai dibuat, batik dijahit menjadi baju, jaket dan lain-lain. Jadi orang yang datang tidak hanya bisa membeli kain batik, namun juga baju batik. Tapi kalau orang datang hanya untuk melihat para ibu membuat batik juga boleh kok, karena kampung Batik Cibuluh dibuka untuk wisata juga.

Disambut Barongsai (dok. Yayat)
Disambut Barongsai (dok. Yayat)

Toleransi Beragama di Pulo Geulis

Menyambangi Pulo Geulis yang berada di pinggir sungai Ciliwung menyadarkan saya bahwa saya tak perlu khawatir dengan isu intoleran. Toleransi beragama kental sekali terlihat di Pulo Geulis. Terutama di Klenteng Phan Ko Bio yang merupakan klenteng tertua di Bogor.

Di Klenteng ini, orangbisa melakukan ibadah sesuai kepercayaan dan agama yang dianut. Ada area untuk agama Budha, Hindu, agama kepercayaan dan Islam. Ini bisa terjadi karena klenteng adalah tempat peribadatan secara tradisi dan bukan berdasarkan agama.

Karena itu tak heran jika klenteng ini ramai jika sebuah agama merayakan momen tertentu. Klenteng Phan Ko Bio terbuka untuk kita yang ingin beribadah dengan Tuhan dan mencintai perdamaian. Kebersamaan di klenteng dan lingkungan sekitarnya terwujud dengan meriahnya Barongsai yang menyambut kami di klenteng hari itu.

Terima kasih Kotekasiana (dok. Mira Koteka)
Terima kasih Kotekasiana (dok. Mira Koteka)

Kampung Labirin

Istilah kampung identik dengan kondisi lingkungan yang padat, dengan rumah-rumah berdempetan satu sama lain dan dihubungkan dengan gang senggol. Itulah yang terjadi di kampung Labirin yang lokasinya berdekatan dengan Pulo Geulis.

Kampung Labirin sama seperti kampung saya yang penduduknya tumpah ruah. Buka pintu langsung terlihat pintu tetangga. Bedanya kampung Labirin dengan kampung saya adalah kampung Labirin bersih, meski penduduknya padat. Keakraban warga terlihat jelas.

Karena letaknya persis di pinggir sungai Ciliwung yang airnya deras, anak-anak muda setempat membuat wisata rafting di sungai ini. Ada perahu karet, lengkap dengan dayung dan rompi yang bisa digunakan oleh orang yang ingin menjelajahi derasnya air ciliwung.

Membuat kerupuk jengkol (dok. Yayat)
Membuat kerupuk jengkol (dok. Yayat)

Namun jika ingin menikmati suasana kampung Labirin sambil bersantai juga bisa kok. Bisa ngobrol dengan para ibu pembuat kerupuk jengkol. Kerupuk yang terbuat dari jengkol yang dipipihkan ini sudah melanglang ke Hongkong dan Cina lho.

Perca tak Terbuang Percuma di Kampung Perca

Kita tahu bahwa sisa-sisa kain bisa bernilai ekonomis jika diolah lagi. Itulah yang dilakukan para ibu di Kampung Perca. Kain-kain sisa disatukn dan dijahit menjadi aneka tas, tempat tissue, bantal, baju, akesoris, dompet dan lain-lain.

Kampung perca terletak di gang Raden Alibasyah Sindangsari kecamatan Bogor. Posisinya disamping jalan besar ya jadi gampang didatangi. Geleri yang kami datangi sore itu adalah milik ibu Titik Wahyono.

Tas dari perca (dok. Yayat)
Tas dari perca (dok. Yayat)

Usaha kain perca dibuat ketika pandemi menyerang dan membuat banyak orang kehilangan pekerjaan. Ibu Lurah yang mempunyai kemampuan mengolah perca melatih ibu-ibu ini untuk membuat kerajinan dari perca dan menjualnya agar mendapatkan penghasilan.

Ada puluhan pengrajin kain perca di kampung ini. Mereka bekerjasama dengan konveksi untuk mendapatkan kain perca. Selain para ibu, gadis gadis remaja juga membuat kerajinan kain perca di waktu senggangnya. Lumayan ya bisa untuk penghasilan tambahan.

Seiring berjalannya waktu, Kerajinan Perca sudah dilirik banyak pelanggan. Bahkan para pejabat ada yang kerap membeli baju dengan hiasan kain perca. Koleksi baju dengan hiasan kain perca di sini memang sungguh cantik sekali.

tas cantik dari perca (dok. Yayat)
tas cantik dari perca (dok. Yayat)

Lalu, kalau mau datang untuk melihat-lihat saja apakah bisa? Tentu saja bisa. Anda akan disambut denan welcome drink minuman herbal dan cemilan manisan buah pala. Minuman herbal ini jangan dilewatkan ya. Karena bisa menghilangkan dahaga dan mengembalikan semangat juga.

Itulah jalan-jalan saya bersama Kotekasiana yang bekerja sama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor. Saya jadi punya tempat tujuan untuk healing ke Bogor selanjutnya, bukan sekedar ngopi dan kulineran saja tapi juga jalan-jalan yang #LebihSeruDiKotaBogor.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun