"Kok bisa mbak? Kenapa nggak lancar? Trus sekarang jadi lancar ya ASI nya?" Tanya saya. Saya duduk di kursi teras rumah saya bersiap menyimak cerita mbak Dewi. Meski ngobrol, saya menerapkan Physical Distancing lho. Jarak saya dan mbak Dewi sekitar 2 meteran.
Pekerjaan marketing itu padat dengan target. Ada target yang harus ia capai setiap bulan. Jika tak tercapai maka ada konsekuensi yang harus ia tanggung, salah satunya hilangnya bonus.
Sebenarnya mbak Dewi sudah 2 tahun bekerja sebagai marketing. Ia sudah akrab dengan target. Namun kelahiran anak pertama, membuatnya jor-joran mengejar target, demi bonus dan gaji untuk memenuhi kebutuhan si buah hati.
Suaminya bekerja di sebuah minimarket dan menyambi jadi driver ojek online. Tentu pendapatannya tak cukup jika mbak Dewi tidak bekerja, apalagi saat itu rumahnya masih mengontrak.
Stressnya mbak Dewi ditambah dengan kesibukan mengurus bayi. Lelah kerap dialami mbak Dewi. Ia sering kurang tidur akibat stress dan kelelahan. Kondisi ini membuat produksi air susunya kian berkurang. Bayinya kerap rewel karena lapar. Bayi rewel bikin orang tua jadi pusing. Mbak Dewi dan suaminya kerap berdebat karenanya.
Tak tega bayinya terus rewel, mbak Dewi dan suaminya memutuskan memberinya susu formula. Mereka ngobrol dengan temannya sesama ibu muda, mencari susu formula yang cocok untuk bayinya. Alih-alih mendapat rekomendasi soal susu formula, mbak Dewi malah disarankan oleh temannya untuk minum pelancar ASI.
Pentingnya ASI buat Bayi
Si teman mbak Dewi menyarankan minum pelancar ASI karena ini alternatif yang lebih bagus ketimbang memberi bayinya susu formula. Apalagi bayinya masih berusia 3 bulan.
ASI penting untuk bayi karena selain bisa meningkatkan imunitas, ASI punya gizi lengkap dan sesuai yang bisa membuat bayi tumbuh sempurna. ASI juga mengurangi resiko obesitas pada bayi. Secara psikologis, ASI membantu memperkuat ikatan emosional antara ibu dan sang bayi.