Kekuatan fisik, mental dan kecerdasan menjadi beberapa faktor yang membuat seseorang bisa menjadi prajurit TNI. Sebelum benar-benar menjadi seorang prajurit, ia harus melalui pendidikan dan pelatihan yang cukup berat. Saking beratnya, nggak kepikiran ada perempuan yang bisa menjadi prajurit TNI. Tapi nyatanya.. banyak perempuan Indonesia yang menjadi tentara dan meraih posisi yang tinggi. Siapa bilang perempuan nggak bisa jadi tentara, #SiapaBilangGakBisa.
Setiap perayaan HUT TNI yang jatuh setiap tanggal 5 Oktober, saya paling suka melihat para tentara berbaris rapi dengan seragamnya masing-masing. Saya juga suka melihat pesawat tempur yang wara wiri di angkasa saat HUT itu. Takjub rasanya melihat pesawat temput yang gagah terbang dengan suaranya yang menggelegar.
Di barisan para tentara yang berbaris saat HUT TNI, banyak diantaranya yang berjenis kelamin wanita. Â Meski tetap menampakan kelembutan khas wanita, tapi para tentara wanita ini tak kalah gagah dengan para tentara laki-laki. Nah.. apakah ada tentara wanita yang menjadi pilot pesawat TNI AU? Ternyata ada. Â
Saat ini masih ada 2 penerbang perempuan yang aktif di TNI AU. Mereka adalah Kapten Penerbang Sekti Ambarwaty yang menerbangkan pesawat angkut CN 235 dan Kapten Penerbang Fariana Dewi Djakaria Putri yang menerbangkan helikopter EC Collibry. Mbak Fariana adalah satu-satunya wanita yang menerbangkan helikopter di TNI AU.
Kala kecil, Kapten Fariana nggak pernah bermimpi akan menjadi seorang penerbang. Namun ia menemukan ketertarikan luar biasa pada TNI AU ketika kuliah. Saking minatnya, ia mengambil langkah ekstrem berhenti dari kuliah dan melamar menjadi prajurit TNI AU.
Usahanya tak sia-sia. Perempuan yang lahir pada 1 April 1982 ini dilantik sebagai WARA pada tahun 2003. Lalu tahun 2005 ia mengikuti pelatihan penerbangan bersama TNI AU. Dari 14 peserta yang mengikuti pelatihan hanya ia dan Sekti Ambarwaty yang lulus menjadi penerbang.
Ia melanjutkan pelatihan dengan mengikuti pendidikan selama 2 tahun. Tahun 2007 ia dilantik menjad Letnan Dua Penerbang dan dijuruskan menjadi seorang pilot helikopter berdasarkan hasil penilaian dan pelatihan. Memang orang tak bisa memilih ia akan menjadi pilot pesawat apa. Semuanya berdasarkan hasil tes dan penilaian.
Yang paling menarik adalah, Kapten Fariana menjadi perempuan yang pertama menerbangkan helikopter di jajaran TNI AU sekaligus perempuan penerbang helikopter pertama di Asia Tenggara. Pastinya ini sebuah prestasi tinggi untuk karir militernya. Namun ada tugas berat di baliknya. Apalagi ia disorot karena menjadi perempuan pertama yang menerbangkan helikopter.
Tahun 2016 Kapten Fariana mengikuti pelatihan instruktur penerbang di Lanud Adi Sucipto Yogyakarta dan tahun 2017 ia mengikuti pendidikan di Sekkau (Sekolah Komando Kesatuan TNI AU). Pilot yang baik memang harus selalu meng-upgrade ilmunya dan tak peduli apakah ia perempuan atau laki-laki.
Lagipula menjadi pilot itu penuh dengan resiko dan resiko ini nggak melihat apakah pilotnya laki-laki atau perempuan. Semua sama besar resikonya. Kalau ia berhenti meng-upgrade skill, maka resiko yang besar tadi akan jadi semakin besar. Nyawa urusannya lho.
Bekerja di lingkungan yang mayoritas laki-laki, di dunia militer yang terkenal keras, gimana rasanya? Tuntutan untuk membuktikan diri pastinya sungguh besar. Kapten Fariana menyadari itu. Maka ia dan Kapten Sekti Ambarwaty selalu berjuang mengatasi hambatan dan keterbatasan dalam rangka pembuktian diri bahwa perempuan bisa kok berkarir sebaik laki-laki.
Kerja apapun harus profesional. Lakukan pekerjaan dengan penuh tanggung jawab. Terlebih di bidang militer. Sebagai pilot, Kapten Fariana kerap melakukan misi ke beberapa daerah. Nah kalo ia nggak profesional dan nggak bertanggung jawab misi nggak akan terlaksana dengan sukses. Akhirnya nama institusinya yang jelek.
Punya karir gemilang bukan berarti ia melupakan kehidupan keluarganya. Kapten Fariana adalah ibu dari seorang putri. Kiprah sebagai ibu ia lakukan ketika pulang ke rumah. Di rumah ia adalah milik anak dan suaminya yang mengerjakan pekerjaan rumah sama seperti ibu dan istri lainnya.
Kelihatannya berat memang menjadi seorang Kapten Fariana, namun tak ada yang berat jika semuanya dilakukan dengan penuh kecintaan. Kapten Fariana mencintai keluarganya dan mencintai pekerjaannya sebagai pilot. Dua hal ini ia jalani dengan profesional dan tanggung jawab sehingga dua dunia yang berbeda ini bisa berjalan bersama-sama. Perempuan kuat bisa melakukan ini. Perempuan kuat yang selalu bilang #SiapaBilangGakBisa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H