Kala itu libur lebaran 2017. Saya menyewa mobil dari Jogja untuk kembali ke Jakarta. Atas dasar kepraktisan, saya memang selalu menggunakan mobil kalau mudik. Maklum anggota keluarga saya lumayan banyak.Â
Lagipula saya selalu nggak dapat tiket kereta api. Ketika memutuskan kembali ke Jakarta H+3 setelah lebaran, saya sudah menyiapkan diri untuk kondisi jalan yang mungkin saya hadapi.. yaitu macet.
Biasanya dalam perjalanan menuju Jakarta, saya akan isi bensin satu kali. Maka di daerah Brebes, sopir kami menuju pom bensin. Sayangnya di pom bensin tersebut tak ada premium yang dijual. Sementara mobil yang saya sewa masih diisi dengan premium. Sopir nggak jadi beli bensin, nanti di pom bensin depan aja katanya. Karena ia tetap keukeuh mau isi mobil dengan premium.
Beberapa kilometer kemudian, kami  ketemu pom bensin lagi. Ndilalahnya sama aja, pom bensin ini nggak menjual premium. Ketimbang mencari premium saya sarankan pak sopir mengisi mobil dengan pertalite. Saya takut mobil kehabisan bensin gara-gara sopirnya keukeuh mengisi dengan premium. Pak sopir menuruti kemauan saya dan akhirnya mengisinya dengan Pertalite.
Keputusan pemerintah menarik premium dan menggantinya dengan pertalite menurut saya adalah keputusan yang tepat. Kondisi lingkungan dan majunya teknologi kendaraan membuat kualitas bahan bakar memang harus diperbaiki.Â
Kita tau bahwa Indonesia sedang bertarung dengan polusi. Banyaknya kendaraan yang wara wiri di jalan, memang membuat kota kita disebut sebagai kota modern. Namun di balik itu ada fakta mencemaskan mengenai pencemaran udara.
Data WHO 2016 menempatkan Jakarta dan Bandung sebagai dua kota yang masuk dalam 10 besar kota dengan pencemaran udara terburuk di Asia Tenggara. Sementara data Greenpeace Indonesia menyebutkan bahwa pada semester pertama 2016 tingkat polusi udara Jakarta berada pada level 4,5 kali dari ambang batas yang ditetapkan oleh WHO dan tiga kali lebih besar dari ambang batas yang ditetapkan pemerintah Indonesia. Menyeramkan kan.
Standar emisi Euro adalah standar emisi kendaraan bermotor di Eropa yang diadopsi beberapa negara di dunia. Euro mensyaratkan kendaraan harus memiliki kadar gas buang berada di bawah ambang batas tertentu. Lalu di mana posisi Indonesia saat ini? Indonesia saat ini masih memberlakukan Euro II berdasarkan Kepmen 2003 tentang ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor tipe baru sejak 2007. Mengingat hitungan bisnis kendaraan dan data pencemaran udara, pemerintah memang harus mempercepat proses mengikuti standar Euro.
Kita merupakan negara pengekspor mobil ke dunia. Saya pernah mengunjungi satu pabrik mobil terbesar di negara ini. Saya sungguh takjub melihat pabrik di wilayah Cikarang itu membuat mobil yang dijual untuk konsumen di negara-negara Eropa. Kirain cuma bikin mobil buat wilayah Indonesia aja.Â
Mobil yang dibuat untuk konsumsi orang Eropa tentu berbeda dengan mobil konsumsi domestik. Fisik mobil untuk Eropa lebih besar, stir nya stir kiri dan standar mesinnya pun beda.
Kemudian standar teknologinya juga udah pasti berbeda. Saat ini produsen mobil nasional menerapkan dua standar teknologi produksi yaitu Euro 4 untuk mobil yang diekspor ke Eropa dan Euro 2 untuk mobil yang dipasarkan di dalam negeri. Kalau pemerintah sudah bisa menyamakan standar Euro dengan Eropa maka teknologi yang ditetapkan oleh para produsen mobil akan sama.
Gangguan pernapasan merupakan gangguan kesehatan yang paling sering dialami oleh masyarakat perkotaan. Udara kotor yang masuk ke paru-paru menyebabkan pernafasan terganggu dan kalau berlangsung terus menerus akan berakibat akut. Kita bisa terkena Bronkitis atau malah kanker Paru.Â
Pencemaran udara juga berbahaya untuk tumbuh kembang anak. Kandungan timbal pada udara yang tercemar akan mengganggu sel-sel yang sedang tumbuh pada seorang anak.
Kalau udara yang tercemar terhirup terus menerus oleh ibu yang sedang hamil, efeknya bukan hanya ke ibu hamil tersebut tapi juga ke calon bayinya yang akan lahir. Di sebuah artikel saya membaca bahwa ada penelitian yang menemukan fakta bahwa ibu hamil yang tinggal di pinggir jalan raya dan daerah berpolusi berpotensi melahirkan anak autis 3 kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan ibu hamil yang tinggal tidak di daerah berpolusi.
Jadi... terima saja jika pemerintah melalui Pertamina mengganti bahan bakar dengan kualitas yang lebih baik. Harga yang lebih mahal tidak sebanding dengan besarnya biaya yang kita keluarkan jika menderita sakit akibat menghidup udara penuh polusi.Â
Lagipula... bahan bakar dengan kualitas yang lebih baik bikin mesin juga awet kok.. which is bikin kita jarang ke bengkel gara-gara mesin kendaraan bermasalah. Irit juga akhirnya kan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H