Mohon tunggu...
Ya Yat
Ya Yat Mohon Tunggu... Penulis - Blogger

Penyuka MotoGP, fans berat Valentino Rossi, sedang belajar menulis tentang banyak hal, Kompasianer of The Year 2016, bisa colek saya di twitter @daffana, IG @da_ffana, steller @daffana, FB Ya Yat, fanpage di @daffanafanpage atau email yatya46@gmail.com, blog saya yang lain di www.daffana.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Ganti Bahan Bakar adalah Cara Cerdas Kurangi Pencemaran Udara

4 Februari 2018   19:23 Diperbarui: 6 Februari 2018   13:27 806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SPBU Pertamina (dok.bisniswisata.co.id)

Kala itu libur lebaran 2017. Saya menyewa mobil dari Jogja untuk kembali ke Jakarta. Atas dasar kepraktisan, saya memang selalu menggunakan mobil kalau mudik. Maklum anggota keluarga saya lumayan banyak. 

Lagipula saya selalu nggak dapat tiket kereta api. Ketika memutuskan kembali ke Jakarta H+3 setelah lebaran, saya sudah menyiapkan diri untuk kondisi jalan yang mungkin saya hadapi.. yaitu macet.

Biasanya dalam perjalanan menuju Jakarta, saya akan isi bensin satu kali. Maka di daerah Brebes, sopir kami menuju pom bensin. Sayangnya di pom bensin tersebut tak ada premium yang dijual. Sementara mobil yang saya sewa masih diisi dengan premium. Sopir nggak jadi beli bensin, nanti di pom bensin depan aja katanya. Karena ia tetap keukeuh mau isi mobil dengan premium.

Beberapa kilometer kemudian, kami  ketemu pom bensin lagi. Ndilalahnya sama aja, pom bensin ini nggak menjual premium. Ketimbang mencari premium saya sarankan pak sopir mengisi mobil dengan pertalite. Saya takut mobil kehabisan bensin gara-gara sopirnya keukeuh mengisi dengan premium. Pak sopir menuruti kemauan saya dan akhirnya mengisinya dengan Pertalite.

SPBU Pertamina (dok.bisniswisata.co.id)
SPBU Pertamina (dok.bisniswisata.co.id)
Pak supir bilang, saat ia ke Jogjakarta kemarin, premium masih banyak dijual di beberapa pom bensin, maka ia heran hari ini susah mendapatkan premium di beberapa pom bensin. Ia beralasan harga premium lebih murah makanya ia keukeuh mengisi mobil dengan premium. Saya bilang padanya, memang secara harga, namun menggunakan pertalite itu lebih irit ketimbang premium. Saya sendiri tak pernah lagi menggunakan premium untuk motor saya.

Keputusan pemerintah menarik premium dan menggantinya dengan pertalite menurut saya adalah keputusan yang tepat. Kondisi lingkungan dan majunya teknologi kendaraan membuat kualitas bahan bakar memang harus diperbaiki. 

Kita tau bahwa Indonesia sedang bertarung dengan polusi. Banyaknya kendaraan yang wara wiri di jalan, memang membuat kota kita disebut sebagai kota modern. Namun di balik itu ada fakta mencemaskan mengenai pencemaran udara.

Data WHO 2016 menempatkan Jakarta dan Bandung sebagai dua kota yang masuk dalam 10 besar kota dengan pencemaran udara terburuk di Asia Tenggara. Sementara data Greenpeace Indonesia menyebutkan bahwa pada semester pertama 2016 tingkat polusi udara Jakarta berada pada level 4,5 kali dari ambang batas yang ditetapkan oleh WHO dan tiga kali lebih besar dari ambang batas yang ditetapkan pemerintah Indonesia. Menyeramkan kan.

Mobil tangki pertamina (dok.metrotvnews.com)
Mobil tangki pertamina (dok.metrotvnews.com)
Dibandingkan dengan negara lain, kita cukup telat mengganti kualitas bahan bakar kendaraan. Negara-negara Uni Eropa telah menetapkan standar bahan bakar yang disebut dengan standar Euro. Standar Euro 1 diwajibkan pada tahun 1992. Lalu ditingkatkan menjadi Euro II pada 1996, Euro III pada 2000, Euro IV pada 2005, Euro V pada 2009 dan Euro VI pada 2014. Standar Euro ini bukan berarti standar untuk meningkatkan performance mesin tapi lebih memperhitungkan dampaknya terhadap lingkungan.

Standar emisi Euro adalah standar emisi kendaraan bermotor di Eropa yang diadopsi beberapa negara di dunia. Euro mensyaratkan kendaraan harus memiliki kadar gas buang berada di bawah ambang batas tertentu. Lalu di mana posisi Indonesia saat ini? Indonesia saat ini masih memberlakukan Euro II berdasarkan Kepmen 2003 tentang ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor tipe baru sejak 2007. Mengingat hitungan bisnis kendaraan dan data pencemaran udara, pemerintah memang harus mempercepat proses mengikuti standar Euro.

Kita merupakan negara pengekspor mobil ke dunia. Saya pernah mengunjungi satu pabrik mobil terbesar di negara ini. Saya sungguh takjub melihat pabrik di wilayah Cikarang itu membuat mobil yang dijual untuk konsumen di negara-negara Eropa. Kirain cuma bikin mobil buat wilayah Indonesia aja. 

Mobil yang dibuat untuk konsumsi orang Eropa tentu berbeda dengan mobil konsumsi domestik. Fisik mobil untuk Eropa lebih besar, stir nya stir kiri dan standar mesinnya pun beda.

Kemudian standar teknologinya juga udah pasti berbeda. Saat ini produsen mobil nasional menerapkan dua standar teknologi produksi yaitu Euro 4 untuk mobil yang diekspor ke Eropa dan Euro 2 untuk mobil yang dipasarkan di dalam negeri. Kalau pemerintah sudah bisa menyamakan standar Euro dengan Eropa maka teknologi yang ditetapkan oleh para produsen mobil akan sama.

let's save earth (dok.indiacelebrating.com)
let's save earth (dok.indiacelebrating.com)
Lalu kalo bicara soal pencemaran udara yang udah saya singgung sedikit tadi, kendaraan bermotor adalah penyebab utama terjadinya pencemaran udara. 70 -- 86 persen pencemaran udara di perkotaan disebabkan oleh kendaraan bermotor. Mata merah merupakan akibat paling ringan dari pencemaran udara. Akibat paling beratnya banyak.

Gangguan pernapasan merupakan gangguan kesehatan yang paling sering dialami oleh masyarakat perkotaan. Udara kotor yang masuk ke paru-paru menyebabkan pernafasan terganggu dan kalau berlangsung terus menerus akan berakibat akut. Kita bisa terkena Bronkitis atau malah kanker Paru. 

Pencemaran udara juga berbahaya untuk tumbuh kembang anak. Kandungan timbal pada udara yang tercemar akan mengganggu sel-sel yang sedang tumbuh pada seorang anak.

Kalau udara yang tercemar terhirup terus menerus oleh ibu yang sedang hamil, efeknya bukan hanya ke ibu hamil tersebut tapi juga ke calon bayinya yang akan lahir. Di sebuah artikel saya membaca bahwa ada penelitian yang menemukan fakta bahwa ibu hamil yang tinggal di pinggir jalan raya dan daerah berpolusi berpotensi melahirkan anak autis 3 kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan ibu hamil yang tinggal tidak di daerah berpolusi.

Jadi... terima saja jika pemerintah melalui Pertamina mengganti bahan bakar dengan kualitas yang lebih baik. Harga yang lebih mahal tidak sebanding dengan besarnya biaya yang kita keluarkan jika menderita sakit akibat menghidup udara penuh polusi. 

Lagipula... bahan bakar dengan kualitas yang lebih baik bikin mesin juga awet kok.. which is bikin kita jarang ke bengkel gara-gara mesin kendaraan bermasalah. Irit juga akhirnya kan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun