Empat jeep berjajar di area parkir yang ditumbuhi rerumputan. Jeep yang teramat gagah dengan ban yang lebih besar dari tubuh saya. Saya biasa melihat jeep seperti ini digunakan untuk off road melewati sungai dan jalan berlumpur. Kami akan menaiki jeep ini menuju kawasan hutan Gunung Gede Pangrango di wilayah Bogor, Jawa Barat. Saya dan teman-teman kompasianer sedang menyambangi kawasan ini pada 12 November 2017 dalam rangka Kompasiana Visit.
Nggak menunggu lama, para kompasianer langsung berfoto ceria di depan jeep yang penampakannya garang luar biasa. Perjalanan menuju kawasan hutan menjadi lebih lambat dari yang dijadwalkan, maklumi saja ya, di Jakarta teramat jarang kita bisa melihat jeep gagah seperti ini. Akhirnya setelah puas, kami menaiki jeep untuk menuju ke kawasan hutan.
Memang tak ada jalan aspal mulus menuju lokasi. Jalan yang kami lalui justru jalan yang paling aman, bayangkan gimana jalan parahnya kalo begitu. Hutan yang akan kami datangi adalah hutan alami, sejatinya jalan yang kami lalui menuju lokasi juga harus jalan alami. Menaiki jeep off road membuat kesan tersendiri dalam perjalanan kami menuju hutan. Kalo aspalnya mulus kan tiada kesan.
Owa Jawa, hewan yang baperan
Lalu ngapain sih kami iseng bener blusukan ke hutan? Karena Owa Jawa pemirsa. Tau Owa Jawa? Owa Jawa adalah primata satu keluarga dengan kera. Thanks to Kompasiana Visit karena dari acara ini saya jadi tau bedanya kera dengan monyet. Kera itu nggak punya buntut dan monyet itu buntutnya panjang. Owa Jawa adalah hewan yang hampir punah. Jumlahnya sangat terbatas kini dan penyebarannya hanya di wilayah Jawa Barat.
Nampaknya hidup Owa Jawa berbahagia ya, namun sebenarnya nggak gitu juga. Kepunahan Owa Jawa bukan karena lingkup hidupnya terbatas hanya di hutan alami, namun juga karena ia adalah hewan yang baper alias bawa perasaan. Owa Jawa adalah hewan monogami, alias hanya kawin dengan satu pasangan aja. Ia tak bisa berganti pasangan atau kawin dengan banyak pasangan. Setia ya. Kalau Owa Jawa bisa berbahasa seperti kita mungkin ia akan bilang.. "ganti pasangan? Ih emang kita hewan apaan".
Maka saya sungguh beruntung ketika sampai di hutan, saya melihat Owa Jawa yang lincah berloncatan dari satu pohon ke pohon lainnya. Sungguh penyambutan alami dari hewan yang baperan. Karena hal-hal baper itulah perkembang biakan Owa Jawa bisa berhenti yang berakibat jumlah Owa Jawa makin berkurang. Selain itu ada hal tak alami yang mengancam hidup Owa Jawa yaitu perburuan liar oleh masyarakat.
Pertamina sebagai BUMN besar punya program CSR (Corporate Social Responsibility) salah satunya mendukung pelestarian Owa Jawa. Bekerja sama dengan Perhutani, CSR Pertamina membuat konservasi Owa Jawa di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango ini. Owa Jawa akan dirawat di konservasi ini sebelum dilepas di alam bebas.
Owa Jawa yang ada di konservasi kebanyakan didapatkan dari  hasil sitaan dari para pemburu liar atau dari masyarakat sekitar yang awalnya menangkap Owa Jawa untuk dipelihara sendiri. Ada juga yang berasal dari penyelundupan hewan yang gagal. Owa Jawa ini kebanyakan ditemukan dalam keadaan yang memprihatinkan, kondisinya sakit atau kurang gizi. Ini wajar terjadi pada hewan yang dipaksa hidup jauh dari habitat aslinya.
Tak tanggung-tanggung kiprah Pertamina dalam mendukung konservasi Owa Jawa. Dana 500 juta rupiah pertahun digelontorkan untuk melestarikan Owa Jawa. Dengan begitu, keluarga Owa Jawa bisa bernafas lega karena hidup generasinya bisa lebih panjang. Saat ini terdapat 1000 -- 2000 Owa Jawa, mudah-mudahan dengan adanya konservasi jumlah Owa Jawa akan lebih meningkat.
Masyarakat umum bisa juga ikut melestarikan Owa Jawa dengan mengikuti Pertamina Eco Run 2017 yang akan diadakan di Pantai Festival Ancol Jakarta pada tanggal 16 Desember 2017. Ajang lari yang mengusung tema "Lari Lestarikan Bumi" merupakan ajang edukasi Pertamina pada masyarakat untuk melestarikan alam. Dengan membayar 200 ribu rupiah, Anda sudah ikut menyelamatkan Owa Jawa dan melestarikan lingkungan karena biaya pendaftaran ini memang digunakan untuk pelestarian Owa Jawa dan Tutong Laut. Silakan daftar di sini.
Kawasan TNGGP luasnya adalah 22.851 hektar, termasuk dalam jenis hutan tropis. Di dalam hutan ini terdapat berbagai jenis anggrek hutan, tumbuh-tumbuhan langka dan aneka binatang liar. Selain Owa Jawa, ada macan tutul dan elang jawa yang merupakan penghuni asli hutan ini. Para petugas hutan masih sering menjumpai macan tutul yang berkeliaran. Selain itu mamalia seperti kijang, kumbang, anjing hutan juga kerap dijumpai.
Saya berkesempatan blusukan ke dalam hutan setelah selesai berbincang mengenai Owa Jawa dengan para pengurus TNGGP. Rute yang kami lalui bukan rute yang mudah namun juga bukan rute yang sulit... masih kategori sedang. Geografis Gunung Gede membuat jalan penuh dengan tanjakan dan turunan. Sungguh menguras tenaga dan nafas terutama buat orang yang jarang berolahraga seperti saya.
Kami juga dikenalkan dengan tumbuhan yang mengandung racun, lalu ada juga tumbuhan yang bisa membuat kulit gatal luar biasa jika terkena getahnya. Namun jangan khawatir... ada pohon yang bisa mengobati rasa gatal itu. Sungguh Tuhan menciptakan hutan yang kaya dengan tumbuhan bermanfaat. Meski begitu.. saya sungguh tak berharap akan tersesat di hutan, lebih baik saya tersesat di sirkuit aja.
Kalau mau menginap di hutan ini juga bisa kok. Ada area perkemahan, nggak usah bawa tenda karena tenda disediakan oleh pengurus hutan. Jika kita nggak mau tidur di dalam tenda, bisa juga kita menginap di bangunan yang memang disediakan untuk diinapi. Tinggal pilih aja kita mau nyaman tidur di mana. Fasilitas memang terbatas, namun cukup menyenangkan. Mengingat kita memang berkunjung ke hutan jadi jangan berharap tersedia fasilitas lengkap seperti hotel bintang tujuh.