Tentang regenerasi dan imajinasi
Saya kembali ke ruang depan, ingin berbincang dengan para pengisi suara. Ada bu Ivone Rose yang saya ganggu dengan pertanyaan. Nggak sah datang tapi nggak tanya-tanya kan.. saya emang orang yang kepo. Saya tanyakan pendapat bu Ivone Rose mengenai kiprah sandiwara radio di era digital sekarang ini, apakah masih efektif untuk menyampaikan pesan.
Bu Ivone Rose yang ramah dan "ibu banget" dengan meyakinkan bilang bahwa di luar Jakarta, terutama di daerah jawa, orang masih tertarik untuk mendengarkan sandiwara radio. Jadi sebagai media penyampai pesan, cocok lah ya BNPB membuat sandiwara radio. Lagipula penggemar sandiwara radio juga banyak, malah ada komunitasnya segala, komunitas di mana teman saya bergabung. Dengan antusias bu Ivone bercerita bahwa saat ia ke Padang ternyata ada penggemar sandiwara radio yang tinggal di kota ini.
Kemajuan digital jangan dilawan tapi diikuti, begitu kata pak Ferry saat saya tanya pendapatnya mengenai era digital. Melawan kita akan kalah tapi mengikuti era digital akan membuat kita jadi pemenang namun hanya orang kreatif yang berpeluang menjadi pemenang karena itu jadilah orang-orang kreatif.. katanya lagi. Pak Ferry cukup prihatin dengan lambatnya regenerasi di profesi pengisi suara. Ketika saya tanya, darimana pak Ferry menilai bahwa regenerasi berjalan lambat, pak Ferry bilang nyatanya saya dipanggil buat isi suara lagi.. emang orang-orang nggak bosen apa. Hlaaaaa justru suara pak Ferry sangat ditunggu lho.
Sandiwara radio bisa membuat orang kreatif dan punya imajinasi, lanjut pak Ferry. Karena kita hanya mendengarkan dialog dengan tambahan efek. Lalu pikiran kita membentuk cerita yang kita dengar. Beda orang beda lagi imajinasinya. Seorang tokoh dalam sandiwara radio bisa persepsikan secara berbeda pada masing-masing orang. Itulah imajinasi. Mengenai gimana animo masyarakat menerima ADB 2 pak Ferry bilang nggak tahu karena beliau tidak mengikuti. Beliau hanya menunaikan tugasnya mengisi suara. Kocak ya pak Ferry hehehe.
Selanjutnya saya ngobrol dengan pak Edi Dhosa. Kalo soal regenerasi pak Edi Dhosa sangat optimis regenerasi di profesi ini berjalan cepat. Contohnya anak pak Edi Dhosa sendiri yang mengikuti jejak ayahnya. Emang profesi ini bisa jadi mata pencaharian utama yang menopang hidup pak? Tanya saya.. dengan rasa kepo. Pak Edi dengan yakin bilang tentu bisa. Contohnya ia sendiri yang menghidupi keluarga "hanya" dengan berprofesi sebagai pengisi suara. Profesi ini punya masa depan cerah kok. Â
Hari makin sore dan proses perekaman suara selesai sudah. Para pengisi suara beranjak pulang. Sayapun pulang dengan membawa kesan pada keramahan orang-orang di sini. Semoga lain kali saya punya kesempatan berbincang lagi.