Melihat iklan sirup yang mulai sering muncul di TV, membuat saya galau. Itu adalah pertanda datangnya bulan suci Ramadhan. Jika bulan Ramadhan datang, itu artinya Lebaran telah menjelang. Lebaran berarti mudik, pulang kampung. Sejak adik saya menikah, ayah saya menetap di Jogja. Maka, menyambangi ayah di Jogja adalah satu kewajiban buat saya, terlebih saat Lebaran.
Sebelum ayah saya menetap di Jogja, saya jarang pulang kampung. Paling-paling ayah dan almarhumah ibu saya yang sering mudik, menengok para saudara dan Mbah Uti (singkatan dari Mbah Putri), ibu dari ayah saya. Iya, saya masih punya mbah lho, usianya sembilan puluh tahun lebih. Pak Lek saya bilang usia Mbah Uti bisa jadi sudah seratus tahunan karena beliau tidak memiliki bukti lahir dan Mbah Uti masih sehat sampai sekarang.
Prosesi pulang kampung itu tak mudah bagi banyak orang, termasuk saya. Demi harga murah, kereta api jadi tumpuan utama. Mudik menggunakan kereta api memang murah. Kalau mudik sendirian ya memang enggak terlalu terasa murahnya, wong sendirian. Tapi kalau mudiknya sekeluarga, berlima misalnya, terasa banget murahnya.
Bandingkan bila menggunakan bis. Harga tiket bis bisa di kisaran 400 ribu rupiah saat Lebaran. Dengan mobil travel, malah lebih mahal lagi. Lima ratus ribu rupiah per orang. Ini baru soal biaya transportasi pulang pergi, belum biaya makan dan jalan-jalan selama di Jogja. Iya, mudik buat saya adalah waktu untuk refreshing, menghilangkan kepenatan, dan menyegarkan pikiran.
Jadi, yang paling murah adalah naik kereta api. Tapi cara mendapatkan tiketnya itu loh yang enggak mudah. Para pemudik sudah siaga ketika penjualan tiket dibuka. Sistem penjualan secara online yang dibuat PT KAI sekarang memang memudahkan kita untuk membeli tiket, tidak pakai antre panjang di depan loket. Dulu pembeli tiket sampai menginap di stasiun demi membeli tiket. Teorinya mudah memang, tapi kenyataannya ribuan pembeli tiket menyerbu di jam yang sama dan tiket yang terbatas itu langsung ludes.
Makanya di tahun-tahun berikutnya saya hanya ikut prihatin dengan teman-teman yang ngomel di sosmed karena tidak kebagian tiket kereta. Saya pernah merasakan itu dan tak mau membeli tiket kereta untuk mudik lagi. PT KAI memang membuka penjualan tiket kereta tambahan, tapi membelinya pun sama susahnya. Selalu habis dalam hitungan menit. Ngeselin banget.
Karena mudik adalah satu keharusan, beberapa tahun belakangan ini saya mudik dengan menyewa mobil pribadi. Harganya mahal karena sewa mobil ini biasanya dihitung paket tujuh hari. Dalam hitungan hari, cukuplah tujuh hari itu untuk pulang-pergi plus jalan-jalan menyambangi para saudara di kampung. Kisaran harga sewa mobil adalah 4 sampai 5 juta rupiah. Mahal tapi lebih murah bila dibandingkan naik travel.
Mobil MPV (Multi Purpose Vehicle) menjadi pilihan saya. Jumlah keluarga saya lima dan untuk menempuh perjalanan jauh Jakarta-Jogjakarta, kenyamanan di dalam mobil itu yang utama. Saya ingin kondisi di dalam mobil lega, nyaman buat tidur. Mobil juga punya bagasi luas sehingga barang-barang tidak ditaruh di kursi penumpang. Perjalanan menuju Jogjakarta itu jauh, butuh waktu sampai 14 jam. Saya pernah baru sampai Jakarta setelah menempuh perjalanan selama 36 jam dari Jogjakarta karena kemacetan arus balik. Kalau kondisi di dalam mobil sempit dan pengap, akan membuat kami merasa makin tidak nyaman.
Melalui berbagai pengalaman mudik selama ini, saya tidak akan bimbang lagi dalam pilihan. Mobil yang saya idamkan jelas tipe MPV yang bisa memuat banyak penumpang. Lalu bagasinya lega buat angkut beras saat mudik hahaha. Kondisi dalam mobil juga harus lega. Nah sekarang saya lagi kepikiran cari mobil nih. Tapi mobil yang saya inginkan, ya itu tadi... nyaman gitu dan tidak pengap. Sebaiknya mobil apa yaaa…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H