Mohon tunggu...
Ya Yat
Ya Yat Mohon Tunggu... Penulis - Blogger

Penyuka MotoGP, fans berat Valentino Rossi, sedang belajar menulis tentang banyak hal, Kompasianer of The Year 2016, bisa colek saya di twitter @daffana, IG @da_ffana, steller @daffana, FB Ya Yat, fanpage di @daffanafanpage atau email yatya46@gmail.com, blog saya yang lain di www.daffana.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Edukasi Tentang Bencana Lewat Asmara di Tengah Bencana

17 September 2016   21:57 Diperbarui: 26 September 2016   15:55 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Talkshow BNPB dan ADB (dok.yayat)

Sebagai negara yang dikelilingi dengan laut dan banyak terdapat gunung api, negara kita rentan dengan bencana alam. Masih teringat oleh saya bencana Tsunami yang menghancurkan sebagian Aceh. Lalu meletusnya Gunung Merapi di Jogja yang terkenal dengan awan panasnya. Kampung ayah saya di Jogja di Bantul sempat mengalami hujan abu berhari-hari ketika Gunung Merapi meletus. Ayah saya tidak bisa ke sawah, padi dan tanaman cabai ayah saya diselimuti abu. Demi kesehatan, saya meminta ayah saya untuk tinggal bersama saya dulu di Jakarta sampai Gunung Merapi tidak meletus lagi dan hujan abu berhenti tapi ayah saya menolak. Alasannya ia tidak ingin meninggalkan sawahnya.

Gempa juga sering melanda negara kita. Gempa besar pernah terjadi di Jogja. Kampung ibu saya di jogja termasuk kampung yang mengalami kerusakan hebat. Saya kehilangan saudara sepupu dari bencana ini. Sementara untuk luka, banyak saudara saya yang lain mengalaminya. Gempa besar juga pernah terjadi di Padang. Sementara saya sendiri, syukurnya tidak pernah mengalami gempa besar, jangan sampai ya, semoga Tuhan selalu melindungi kita semua.

Kalau banjir bencana alam juga bukan? Iya.. bencana alam.. tapi bencana alam yang sering berasal dari manusia.. nah lho mbulet ya. Beberapa daerah di Jakarta sering mengalami banjir. Kalau sudah banjir, macetnya makin menggila. Pemerintah DKI Jakarta sudah banyak melakukan pembenahan kota demi mengurangi banjir tapi banjir masih terus terjadi. Pekerjaan rumah buat pemerintah daerah nih. Syukurnya.. daerah tempat saya tinggal bukanlah daerah banjir. Jangan sampai deh.

Talkshow BNPB dan ADB (dok.yayat)
Talkshow BNPB dan ADB (dok.yayat)
Bencana alam tidak bisa kita hindari, tapi bagaimana agar kita siap menghadapi bencana hingga bencana tidak merenggut korban? Berikan edukasi. Edukasi harus diberikan kepada orang-orang terutama mereka yang tinggal di daerah rentan bencana. Contoh soal tsunami. Masih belum banyak yang tahu bahwa bila ada gempa dan air laut surut dengan cepat itu pertanda akan terjadi tsunami. Maka ketika menjelang tsunami terjadi di Sumatera dulu, malah banyak orang-orang yang mangambil ikan yang menggelepar karena air lautnya surut. Padahal semenit kemudian, air laut datang menggulung.

Banyak pihak yang sebenarnya sering memberi edukasi tentang bagaimana menghadapi bencana, namun informasi ini belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Perlu edukasi yang kreatif agar informasi penting ini didengar oleh seluruh masyarakat. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai badan yang bertanggung jawab soal penanggulangan bencana, membuat sebuah terobosan. Yaitu memberikan edukasi soal bencana melalui sandiwara radio. Saya mengikuti bincang-bincang dengan BNPB pada Kompasiana Nangkring 18 Agustus lalu.

Anda pernah mendengar sandiwara radio? Tahu Saur Sepuh atau Tutur Tinular ? Kalau Anda pernah mendengarkan sandiwara radio ini berarti Anda seumuran dengan saya.. yaitu 17 tahun lewat sedikit heheheh. Di era tahun 90 an, sandiwara radio booming sekali. Brama Kumbara dan Mak Lampir menjadi tokoh sandiwara radio yang sangat terkenal di masa itu. Tahun itu gadget masih jarang, maka hiburan kita adalah radio dan televisi. Saya penyuka Saur Sepuh. Alur cerita Saur Sepuh lengkap dengan suasana jaman dulu yang dibangunnya membuat saya bisa membayangkan bagaimana kondisi saat itu.

Para pemeran ADB (dok.yayat)
Para pemeran ADB (dok.yayat)
Sandiwara radio memang membuat pendengarnya berimajinasi. Saking banyaknya penggemar sandiwara radio, pendengarnya sampai membuat komunitas. Di komunitas ini para penggemar sandiwara radio saling berbagi informasi dan nostalgia. Di kota besar memang sudah tidak ada sandiwara radio yang diputar karena jangankan sandiwara radio, lagu lewat radiopun sudah jarang di dengar. Orang sudah akrab dengan gadget, jadi semua informasi, lagu dan apapun itu... didapatkan dari gadget. Namun bagi masyarakan di daerah, radio masih merupakan teman akrab. Mereka mendengarkan berita ataupun lagu-lagu melalui radio. Inilah yang mendasari BNPB membuat edukasi bencana melalui sandiwara radio.

Bicara soal sandiwara radio berarti bicara soal S. Tidjab. S Tidjab adalah penulis sandiwara radio yang dari tangannya lahir sandiwara radio fenomenal semacam Tutur Tinular. Meski sudah lanjut usia, pak S Tidjab masih berkarya. BNPB menggandengnya untuk membuat Asmara di Tengah Bencana, sebuah sandiwara radio dengan drama percintaan dilatar belakangi roman sejarah yang terjadi jaman Sultan Agung di wilayah Mataram dan akan disisipi tentang edukasi siaga bencana. Asmara di Tengah Bencana (ADB) kaya dengan unsur sejarah, patriotisme, romantisme dan unsur kemanusiaan. Sebuah drama khas S Tidjab.

Sinopsis singkatnya nih ya.. ada putra bangsawan yaitu Jatmiko. Ia adalah anak Tumenggung Jaya Lengkara, penguasa di masa itu. Jatmiko jatuh hati dengan Setyaningsih, putri Ki Lurah di Jatisari. Setyaningsih sama mencintai Jatmiko. Sayang hubungan mereka tidak disetujui oleh kedua orang tuanya karena perbedaan kasta dan Jatmiko sudah dijodohkan dengan putri bangsawan yang sama berdarah biru, Puspaningrum. Perjalanan cinta dua anak manusia inilah benang merah ADB. Nantinya terjadi bencana erupsi Gunung Merapi yang akan membuat kisah mereka semakin dramatis.

pak S Tidjab dan BNPB (dok.yayat)
pak S Tidjab dan BNPB (dok.yayat)
Pengisi suara ADB adalah mereka yang sudah wara-wiri berkarir sebagai pengisi suara. Ada Ivone Rose, di Saur Sepuh dulu, ia berperan sebagi Lasmini. Lalu ada Edhie Dhosa, Ajeng, Nanang Kasila, Nenny Haryoko dan para pengisi suara lainnya. ADB terdiri dari 50 episode dan disiarkan setiap hari di 20 stasiun radio terpilih di daerah Jawa. Ada radio EMC Thomson Jogjakarta, Radio GeNJ Rangkas Bitung, Radio Thomson Bandung, Radio Gema Surya Ponorogo dan beberapa radio lainnya. Mas Indra Mahendra adalah penata suara dan sutradaranya adalah mas Haryoko.

Dari seorang teman, saya mendapat satu episode rekaman sandiwara radio tersebut. Saya seperti terlempar ke masa saat saya masih menggilai Satria Madangkara.  Suara Asdi Suhastra yang menyuarakan jalannya cerita begitu khas terdengar. Suasana cerita begitu detail diceritakan, misal Jatmiko mengenakan baju apa, Setyaningsih sedang apa. Di sinilah salah satu kekhasan sandiwara radio yang bisa membuat pendengarnya berimaginasi.

jadwal ADB (dok.yayat)
jadwal ADB (dok.yayat)
Menurut saya ada beberapa PR untuk BNPB mengenai edukasi bencana melalui sandiwara radio. Karena ADB bukan 100% sandiwara tentang bencana maka edukasi soal bencana tidak masuk di episode-episode awal. Hari ini ADB memasuki episode ke 31 dan belum ada cerita mengenai bencana, meskipun di tiap permulaan episode ada iklan layanan masyarakat dari BNPB mengenai siaga bencana. Durasi sandiwara radio mungkin menjadi salah satu faktor. Durasi ADB ini sangat singkat, hanya 30 menit.

Pemutaran ADB yang terbatas di 20 radio lokal mungkin bisa kurang menjangkau banyak pendengar juga. Perlu ada kerjasama dengan komunitas dan media social untuk lebih mempromosikan ADB. Media social juga bisa digunakan untuk lebih mengedukasi masyarakat tentang bencana, terutama untuk masyarakat perkotaan yang akrab dengan gadget. Lalu ke depannya, semoga BNPB juga membuat edukasi bencana melalui sinteron televisi. Daripada sinetron kita dipenuhi cerita tentang roman percintaan anak muda yang tidak mendidik.

Saya dan pemeran ADB (dok.yayat)
Saya dan pemeran ADB (dok.yayat)
 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun