Kadang perjalanan yang sudah kita rencanakan nggak sepenuhnya berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Namun.. kalo perginya rombongan, pasti ada keseruan di sepanjang perjalanan, hal-hal nggak enak yang terjadi di perjalanan malah jadi terlupakan. Begitu juga dengan perjalanan saya dan teman-teman Kompasianer yang ikut dalam rombongan Humas Maritim dan beberapa jurnalis ke Kupang dan Larantuka, 17 Mei sampai 21 Mei 2016 lalu. Hal-hal yang nggak enak ini emang cukup ngeselin tapi saya anggap itu sebagai pengalaman buat saya pribadi jika menyambangi Kupang dan Larantuka selanjutnya dan semoga menjadi info tambahan buat Anda. Selain hal-hal yang ngeselin, ada juga hal-hal yang cukup menarik yang saya alami... berikut beberapa di antaranya :
Pulau Flores dikelilingi laut, maka pemandangan laut adalah hal yang lumrah di sini. Buat saya yang terbiasa tinggal di tengah kota, pemandangan laut adalah hal yang menakjubkan. Banyak pantai di Larantuka yang belum di olah oleh pemerintah setempat, sayang ya karena ini bisa menarik wisatawan. Saya menginap di penginapan yang ada di pinggir pantai, jadi setelah bangun tidur saya selalu keluar penginapan dan memandang ke laut lepas, menunggu matahari terbit. Melihat matahari terbit dari pinggir pantai membuat saya berat untuk pulang.. indah sangat apalagi sambil mendengar deburan ombak. Di Kupang dan Larantuka, laut tidak identik dengan nelayan karena sedikit sekali warga yang berprofesi sebagai nelayan. Ikan harus dicari di tengah laut dan sedikit sekali masyarakat yang mampu membeli perahu.. begitu katanya.
Kalo kita ke sebuah daerah pasti kita cari makanan khas daerah setempat ya, itu yang saya cari ketika berkunjung ke Kupang dan Larantuka. Tapi saya nggak menemukan makanan khas setempat. Ketika menginap di Kupang, saya malah ketemu restoran bakso lapangan tembak senayan. Lalu saat di Larantuka, saya ketemu bakso wonogiri dan pecel ayam. Dua pemilik warung ini adalah orang Jawa yang datang ke Larantuka dan sudah lama tidak pulang kampung ke Jawa. Dari yang saya dengar nih ya.. warga di Kupang dan Larantuka nggak terbiasa buka warung. Kalo mau makan makanan khas Flores ya dateng aja ke rumah penduduk dan minta mereka masak. Untungnya mencari cemilan oleh-oleh khas Flores banyak yang jual di Kupang. Kalo di Larantuka sedikit warung yang jual cemilan oleh-oleh. Harga cemilan oleh-oleh di Kupang murah kok, berkisar 14 ribu sampe 30 ribu.
Ceritanya di malam kedua saya menginap di Larantuka, kami mau pindah hotel. Maka kami ke hotel tempat tim balap sepeda Tour De Flores dan rombongan pak Menko Rizal Ramli menginap. Namanya ASA Hotel, ini adalah satu-satunya hotel yang bagus di Larantuka. Penginapan di Larantuka tuh jarang ya. Rombongan pak Rizal Ramli sudah pergi dari Larantuka begitu juga tim balap sepeda yang sudah berangkat menuju Maumere. Telephone lah salah satu Humas Maritim ke hotel itu minta 10 kamar buat kami menginap. Ternyataaaaa.. kata pihak hotel kamarnya full, padahal kan rombongan pak Mentri dan tim kan udah pergi. Setelah teman yang lain telephone juga pihak hotel kasih alasan bahwa kamar belum diberesin karena staffnya pada libur.... 10 kamar nggak ada yang beresin coba. Nah ada salah satu jurnalis di rombongan kami yang asalnya dari Flores, Mas rizal dari Bisnis Indonesia. Beliau datanglah ke ASA hotel, melalui diplomasi ala Flores tersedialah sepuluh kamar buat kami tempati malam itu. Sungguh ajaib hihihihih.
Saya belum pernah naik pesawat kecil yang isinya kurang dari 100 orang. Nah saat terbang dari Kupang ke Larantuka saya harus naik pesawat Wing Air yang isinya kurang dari 100 orang. Saat lepas landas saya gemetar, karena ada bunyi “kriet kriet” di deket sayap...kebetulan saya duduk dekat sayap. Bunyi apalah ini... jangan-jangan baling-balingnya lepas lagi. Untung hal buruk nggak terjadi dan pesawat mengangkasa dengan sukses. Namun gemetar saya berubah jadi panas dingin. Beberapa kali pesawat mengalami goncangan.. turbulensi ya namanya dan goncangannya terasa banget dari dalam pesawat. Untung penerbangan ini nggak lama, cuma 50 menit aja. Saya tiba di bandara Larantuka dengan selamat akhirnya.
Transportasi umum jarang di Larantuka. Sekalinya ada kondisinya apa adanya. Maka untuk mempermudah perjalanan kami disewalah tiga mobil. Harga sewanya 600 ribu rupiah belum termasuk tips sopir. Harga ini cuma buat kedalam kota aja, kalau ke luar kecamatan ada tambahan lagi. Saat ke Danau Asmara, yang 30 kilometer jaraknya dari kota Larantuka, sopir minta tambahan harga 300 ribu rupiah untuk satu mobil. Lalu saat kami berencana ke Kelimutu malah harga sewa mobilnya lebih mahal lagi. Dari Larantuka ke Kelimutu ditempuh perjalanan selama 6 jam dan sopir meminta harga 1,5 juta per mobil untuk sekali jalan. Jadi harga sewa mobil untuk Larantuka – Kelimutu – Larantuka adalah 3 juta rupiah per mobil. Kami harus kembali ke Larantuka karena karena untuk terbang ke Kupang harus melalui bandara Larantuka. Kami menginap di Kupang satu malam sebelum terbang lagi ke Jakarta. Karena harga sewa mobil yang mahal maka perjalanan ke Kelimutu batal.