Mohon tunggu...
Ya Yat
Ya Yat Mohon Tunggu... Penulis - Blogger

Penyuka MotoGP, fans berat Valentino Rossi, sedang belajar menulis tentang banyak hal, Kompasianer of The Year 2016, bisa colek saya di twitter @daffana, IG @da_ffana, steller @daffana, FB Ya Yat, fanpage di @daffanafanpage atau email yatya46@gmail.com, blog saya yang lain di www.daffana.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

FFPI 2015, Film Menarik Tidak Harus Rumit

6 Februari 2016   22:27 Diperbarui: 6 Februari 2016   22:43 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Musim cincin batu akik jadi ide cerita film ini. Hampir semua orang suka dengan cincin batu akik kecuali seorang anak kecil yang dipercaya menjadi ketua kelas di sekolahnya. Ia yakin bahwa cincin batu akik itu adalah batu setan yang harus dijauhi. Sebuah cincinbatu akik milik temannya sukses dilempar ke kolam. Ia berlaku tanpa pandang bulu, cincin batu akik gurunya juga jadi korban. Anak ini kalo besar cocoknya jadi polisi.. tinggal ditambah wajah ganteng aja (eh).

Surya the school gangs

Film ini penuh dengan adegan silat. Penulisnya memang ingin melestarikan silat dengan mengangkatnya ke dalam film. Ceritanya tentang seorang anak SMA yang membela temannya yang menjadi korban para berandal di sekolah. Bos para berandal dendam karena anak buahnya dikalahkan dengan mudah oleh anak muda tadi. Bos berandal menyandera si teman dan memaksa anak muda jagoan tadi bertarung lagi melawan anak buahnya. Para anak buah bos berandal kalah dan sekarang bos berandal menjadi lawan. Seperti di banyak cerita film, jagoan selalu menang. Namun di film ini klimaksnya adalah, bos berandal ternyata teman ayahnya si jagoan dan bos berandal sengaja mengambil uang dari para siswa kaya untuk membiayai sekolah anak yatim piatu yang di rawatnya. Semacem kisah Robin Hood gitu.

[caption caption="Nasionalisme adalah soal value, kata mas Angga (dok.yayat)"]

[/caption]Delapan dari 10 finalis FFPI 2015 adalah berlatarbelakang Jawa, ditanya soal ini Angga Dwimas Sasongko, sutradara yang menjadi dewan juri mengatakan itu artinya masa depan film Indonesia ada di Jawa. Bisa jadi pendapat mas Angga benar tapi bisa jadi juga 8 finalis berlatarbelakang cerita Jawa ini hanya kebetulan. Pastinya sulit menilai ratusan film pendek yang masuk. Mas Angga bilang penilaian para juri tertera dalam bentuk tabel yang terdiri dari konten, alur cerita dan lain-lain.

Menariknya sebuah film dan penyampaian pesan dalam film agar sampai ke penontonnya sangat tergantung pada sutradara. Sutradara harus bisa menempatkan film sebagai media bercerita. Tema FFPI 2015 kali ini adalah Indonesiaku Kebanggaanku.. nasionalis banget ya. Tapi.. jaman sekarang ini nasionalisme bukan lagi soal bawa bendera berkibar-kibar di puncak gunung, melainkan soal value.. kata mas Angga.

Kebanyakan dari finalis FFPI 2015 ini dibintangi oleh anak-anak. Anak-anak ini adalah penduduk setempat yang diambil dengan cara casting. Mereka sama sekali belum pernah bermain film. Kalau akting mereka di film ini ciamik, itu adalah karena bagusnya sutradara mengarahkan mereka. Di film Bubar Jalan, yang berdasarkan pengalaman pribadi sutradaranya, kunci untuk mengarahkan sekian banyak anak-anak SD yang berakting di sini adalah team work. Kalau anak-anak suka moody an maka sutradara mengikuti mood nya anak-anak dulu. Sulit tapi hasilnya ciamik.

Untuk menghasilkan tampilan gambar yang keren di film ini tadinya saya pikir kamera yang digunakan adalah kamera yang bagus ala-ala film nasional tapi ternyata kamera yang digunakan standar aja. Di film Ruwat, sutradara menggunakan suasana alam pedesaan untuk menampilkan tampilan gambar yang keren di layar film. Jadi sebenernya.. tinggal gimana kreatifnya sutradara dan timnya menggunakan alat yang mereka punya. Bagus nggak perlu mahal. Akhirnya pemenang pun diumumkan. Di kategori pelajar, film Surya and the school gangs menyabet juara pertama, Coblosan juara kedua dan Samin juara ketiga.

Di kategori umum, Bubar Jalan menjadi jawaranya. Juara kedua diraih Ojo Sok Sok an dan juara ketiga diraih Opor Operan. Saya berharap ajang festival film seperti ini akan terus diadakan, ini penting agar ajang ini menjadi tempat anak-anak muda berbakat menyalurkan kreatifitasnya. Ajang ini juga penting buat para penonton yang selama ini jarang menonton film Indonesia seperti saya. Bahwa film Indonesia bisa jadi bagus kalau ditangani oleh anak-anak yang berniat memajukan film Indonesia dan bukan berpikir tentang bisnis semata.

[caption caption="Nilep (dok.yayat)"]

[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun