[caption id="attachment_93294" align="aligncenter" width="640" caption="Pak Kalla dan Presidennya (dok.yyt)"][/caption] Setelah sebelumnya saya bercerita tentang buku serial Pak Beye, kali ini saya ingin bercerita tentang buku Pak Kalla. Buku Pak Kalla dan Presidennya merupakan buku hasil tulisan mas Wisnu Nugroho, si penulis tetralogi Pak Beye. Ada persamaan antara mas Inu dengan Pak Kalla. Dari banyaknya persamaan yang ada, saya ingin sampaikan satu persamaan saja. Mas Inu dan Pak Kalla sama-sama kompasianer. Persamaan yang lain silahkan Anda cari sendiri. Lain Pak Beye lain pula Pak Kalla. Kalau Pak Beye sangat peduli dengan citra, Pak Kalla sebaliknya. Lebih apa adanya. Perbedaan antara Pak Beye dan Pak Kalla sangat terlihat di buku ini. Namun selain banyak perbedaan banyak juga persamaan diantara keduanya yang menyebabkan keduanya bersatu maju dalam pemilu dan berakhir dengan kemenangan pada pemilu tahun 2004 lalu. Kebersamaan antara Pak Beye dan Pak Kalla berumur lima tahun saja. Tahun 2009 mereka mencalonkan diri masing-masing untuk menduduki jabatan kepala negara. Pecah kongsinya Pak Beye dan Pak Kalla ditulis juga di buku ini. Tentu dari sisi yang tidak penting. Karena tidak penting Anda baca langsung saja ya. Saya hanya ingin bahas hal-hal yang penting. Pak Kalla asal mulanya pengusaha. Mungkin karena bukan dari militer maka lebih santai pembawaannya. Pidato-pidato segarnya suka membuat orang tertawa. karena lebih apa adanya, Pak Kalla tak nampak sedang berpura-pura. Dari sisi sikap pak kalla, menurut saya Pak Kalla hampir mirip dengan Mister Obama, si Presiden Amerika Serikat. Jangan protes dulu. Ceritanya begini. Minggu lalu di channel National Geographic ada acara judulnya Inside. Inside kali ini mengambil topik kegiatan Mister Obama di istananya. Diambil dari sudut pandang fotographer istana. Jadi lebih santai tidak terpaku pada protokoler istana. Melihat tayangan tentang Obama saya langsung teringat dengan Pak Kalla. Karena malam itu saya baru menamatkan buku Pak Kalla dan Presidennya maka sosok Pak Kalla masih menempel di benak saya. Pak Kalla dan Mister Obama selalu berlaku hangat pada lawan bicaranya. Rajin menyalami. Tanpa banyak pengawal yang sibuk menepis tangan-tangan yang ingin menyentuh tangan pemimpin mereka. Pak Kalla dan Mister Obama selalu melemparkan senyum ramah kepada siapa saja. Keduanya juga suka melontarkan canda. Dari sisi inilah saya melihat kesamaan antara keduanya. Cukup mengherankan kenapa justru Pak Kalla yang lebih mirip Obama. Padahal ada yang setengah mati mencoba memiripkan dirinya dengan Obama. Pak Kalla adalah seorang kakek yang sayang keluarga. Di sela kesibukannya menunaikan tugas negara, Pak Kalla selalu menyempatkan diri berenang bersama cucu-cucunya. Postur Pak Kalla yang ramping (dalam buku ini ditulis Pak Kalla sudah 25 tahun memakai celana ukuran 32), membuatnya tak punya kesulitan untuk aktif berenang. Pak Kalla punya sembilan cucu dari lima anaknya. Keluarga memang sumber utama untuk Pak Kalla. Karena itu setelah menderita kekalahan pada tahun 2009 lalu, Pak Kalla menggunakan waktunya untuk berwisata ke Australia dan Eropa bersama keluarganya. Mengingat Pak Kalla membuat saya ingat pada kelapa. Dalam buku ini ditulis Pak Kalla memperoleh hadiah sebutir kelapa ketika berkunjung ke Mumbai, India. Tepatnya ketika berkunjung ke pabrik baja Ispat Limited Industries dan bertemu dengan pemilik pabriknya, Vinod K Mittal. Pak Vinod memberi Pak Kalla sebutir kelapa yang sudah dikupas sabutnya. Menurut Pak Vinod, kelapa adalah simbol dari spirit India. Kita tahu bahwa kelapa banyak manfaatnya. Mulai dari buah hingga pohonnya. Walau penampilan kelapa tidak menarik tapi isinya sangat berguna. Kelapa mengandung pesan bahwa janganlah kita hanya terpaku pada penampilan luar saja. Lebih bijak jika kita tahu dulu apa isi dan kegunaannya. Seperti kelapa yang tampilannya jelek padahal isinya punya manfaat yang luar biasa. Sejarah telah mencatat bahwa kita telah membuang kelapa demi mendapatkan sukun. Bukan saya menganggap bahwa sukun tak lebih berharga daripada kelapa. Sukun juga banyak manfaatnya. Kandungan karbohidrat di dalamnya bisa menggantikan posisi nasi sebagai makanan utama kita. Saya suka sukun yang digoreng dan di makan ketika masih hangat. Gurih sekali rasanya. Tapi kalau sukun dalam bentuk mie instant saya belum pernah memakannya. Jangankan memakan, melihatnya juga belum. Mungkin cuma Pak Beye yang pernah melihat dan memakannya. Bagaimana dengan Anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H