Mohon tunggu...
Ya Yat
Ya Yat Mohon Tunggu... Penulis - Blogger

Penyuka MotoGP, fans berat Valentino Rossi, sedang belajar menulis tentang banyak hal, Kompasianer of The Year 2016, bisa colek saya di twitter @daffana, IG @da_ffana, steller @daffana, FB Ya Yat, fanpage di @daffanafanpage atau email yatya46@gmail.com, blog saya yang lain di www.daffana.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Gia, Salah Siapa?

25 Februari 2010   09:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:44 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Belakangan ini ramai orang membicarakan tentang Gia, bocah lima tahun yang dipasung ayahnya sejak berusia 1 tahun di daerah bekasi sana. Awalnya saya mendengar berita ini dari media. Geram sekali saya. Kok iblis berbentuk manusia banyak sekali ya sekarang. Tapi setelah ditelusuri lagi beritanya ternyata tidak seperti itu kejadiannya. Saya cerita sedikit ya. Bocah ini hanya tinggal dengan ayahnya dan seorang kakaknya yang masih berusia 8 tahun. Si ayah tak punya pekerjaan lain selain mengamen ( ini pun kalau bisa di sebut pekerjaan ). Ketika mengamen si ayah membawa sang kakak dan meninggalkan si bocah sendiri di rumah. Alasan si bocah tak dibawa adalah demi kebaikan anak itu sendiri. Gia mengidap epilepsi. Maka si bocah di tinggal sendiri dengan cara diikat di kamar agar tak lari kemana-mana dan berbuat sesuatu yang dapat membahayakan jiwanya. Meski cara si ayah tidak dapat dibenarkan, namun kondisi mereka tidak memberikan mereka kesempatan untuk melakukan dengan cara lain. Bila ada yang membuat saya makin miris adalah karena ibu yang seharusnya mendampingi dan melindungi mereka memilih pergi karena tidak tahan dengan kondisi yang mereka hadapi. Hm... saya merasa tak asing dengan kelakuan ibu model begini. Hampir menghujat saya, tapi kemudian saya berpikir Gusti mboten sare. Ternyata benar kan, belakangan si ibu di tangkap polisi dengan tuduhan menelantarkan anak-anaknya. Saya tidak ingin menyalahkan siapa siapa dalam hal ini. Orang bilang, 1 jari menunjuk pada orang lain maka ada 4 jari yang menunjuk pada diri kita sendiri. Kalau anda mau menyalahkan siapa ? Pemerintah daerah ? Mereka sudah sibuk dengan banyaknya masalah yang bertumpuk menunggu penyelesaian. Walaupun kalau saya ditanya apa saja masalahnya, pasti saya tidak bisa menjawab. Kita kira-kira saja ya. Pemerintah pusat ? setali tiga uang. Mereka juga sedang sibuk luar biasa. Lalu mau menyalahkan si ayah yang tega berbuat sedemikian rupa pada anaknya ? Nanti dulu. Si ayah cukup bertanggungjawab mengurusi 2 buah hatinya. Bahkan menolak memberikan si anak pada orang lain walaupun dulu si istri telah menyuruhnya. Si kakak yang masih kecilpun bertanggung jawab juga. Dia rela mengorbankan waktu istirahatnya di sekolah demi menyuapi si adik. Dalam hal ini saya salut pada polisi yang tak menahan si ayah karena rasa kemanusiaan. Mau menyalahkan tetangga yang baru melaporkannya pada polisi ? Para tetangga katanya takut si ayah tersinggung. Untuk keadaan seperti ini memang kita tak bisa langsung melapor pada polisi. Tahu dulu bagaimana keadaannya baru laporkan. Walaupun saya menyayangkan juga kenapa para tetangga baru sekarang melaporkannya pada polisi setelah kejadian itu berlangsung 3 tahun lamanya. Terlalu lama. Tapi biarlah.... toh pada akhirnya mereka lapor juga. Mau menyalahkan si ibu ? Saya tidak tahu apa yang ada di kepala si ibu hingga tega meninggalkan anak-anaknya. Saya hanya bisa merabanya saja. Mungkin tekanan yang teramat sangat membuatnya berbuat itu. Tekanan seperti apa saya tak tahu. Karena untungnya selama ini saya selalu berusaha kuat menghadapi semua tekanan yang ada. Untuk men cap nya sebagai ibu yang tidak baik, juga membuat saya berkaca, apakah saya sudah menjadi ibu yang baik buat anak-anak saya ? Selalu ada kekhawatiran pada diri saya bahwa anak saya akan mengambil ibu lain sebagai idola. Banyak kejadian memilukan dengan anak sebagai korban. Kisah Gia hanya sebagian kecil saja. Entah sampai kapan berita-berita seperti ini akan kita dengar lagi dan lagi. Walau seperti Gia yang sekarang keadaannya jadi lebih baik, tapi layaknya dongeng kisahnya masih jauh dari happy end. Jangan sampai nantinya kita jadi bosan seperti bosannya kita pada lagu "kisah kasih di century". Lalu kalau kita bosan, sementara pemerintah sibuk sendiri, masih pantaskah kita mengatakan Gusti mboten sare ? Saya yakin Allah akan mudahkan jalan kita bila kita berusaha. Jadi sekarang tinggal kita berusaha merubahnya semampu kita, dan apapun caranya mari lakukan sama-sama. Sumber berita kompas.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun