Menurut Efendi Ghofur (34) Penanggung Jawab Program Wakaf Sumur, PDAM hanya mampu mensuplai air bersih untuk masyarakat Kelurahan Namosain selama 2 hari saja dalam seminggu, karena keterbatasan air bersih di PDAM. Biasanya kalau musim hujan datang warga memanfaatkan air hujan untuk keperluan sehari-hari, karena kalau mengandalkan air dari PDAM sangat terbatas.
“Kalau musim kemarau datang seringkali air dari PDAM terasa asin, karena kondisi debit airnya yang telah menyusut sehingga air laut terserap,” terang Efendi, menjelaskan kualitas air PDAM apabila musim kemarau datang.
Program wakaf sumur ini dipilih, karena daerah Namosain merupakan daerah dengan kondisi bebatuan yang tipis dengan kedalaman bebatuan hanya mencapai 30 meter. Lebih dari 30 meter merupakan tanah lempung yang tidak bisa menampung air tanah.
Proses Penggaliannya pun harus melalui proses panjang dan melelahkan, tidak seperti wilayah di Indonesia lainnya. Di Daerah ini kondisi tanahnya bebatuan/bercadas, sehingga penggaliannya pun harus dilakukan dengan dipahat. Proses penggaliannya tidak bisa dilakukan dengan cara dibor, namun harus dilakukan dengan penggalian manual/tradisional, karena di bawah lapisan tanahnya yang bebatuan, merupakan tanah lempung yang tidak bisa menahan air, sedangkan air keluar dari sela-sela bebatuan.
[IMG]https://newsroom.act.id/upload/2017/04/51.JPG[/IMG]
“Kami harus menggali sedalam 22 meter dengan diameter 120 CM untuk bisa mendapatkan air bersih. Namun kalau lebih 30 meter, sudah masuk tanah lempung yang tidak bisa menampung air. Untuk mendapatkan air bersih itu, dasar sumurnya harus bebatuan tidak tanah lempung,” jelas Efendi
Sebelum melakukan proses penggalian Tim Wakaf Sumur-ACT bekerjasama dengan seorang ahli pencari sumber air di sana, melakukan proses pencarian daerah yang terdapat sumber air. Karena tidak semua daerah di wilayah ini terdapat sumber air. Proses pencarian bisa dilakukan menggunakan kayu dari pohon yang tak bergetah, bisa juga menggunakan besi berbentuk angka L atau lebih modern lagi bisa menggunakan alat pencari sumber air berbentuk antene televisi.
[IMG]https://newsroom.act.id/upload/2017/04/dsc_2314.JPG[/IMG]
“Prosesnya sangat unik, alat berupa besi, kayu atau berbentuk antene dipegang seorang ahli pencari sumber air, kemudian menyusuri permukaan tanah. Kalau terdapat sumber mata air, biasanya si alat yang dipegang itu akan bergerak, kalau bergerak maka di sanalah terdapat sumber mata air,”tuturnya.
Masyarakat Kelurahan Namosain sangat respon dengan Program Wakaf Sumur – ACT yang kini tengah berjalan, karena memang selama ini mereka mengalami kesulitan mendapatkan air bersih. Sedangkan warga yang memiliki sumur di kelurahan ini hanya satu keluarga saja. Kalau masyarakat ingin menggunakan air sumur tersebut, si pemilik sumur mengharuskan masyarakat membayar (bertarif). Dengan adanya sumur ini nantinya masyarakat Namosain bisa menggunakan air sumur ini dengan gratis (tidak berbayar), kapan pun bisa dimanfaatkan.
“Alhamdulillah, ACT merespon keinginan warga yang selama ini diimpikannya. Saya mengirimkan proposal untuk pembangunan sumur ke ACT dan ACT langsung meresponnnya. Masyarakat kami sangat gembira, kami berharap penggalian dan pembangunan sumur ini bisa kami selesaikan sesuai standar. Nanti kami akan bangun 6 bak untuk menampung air bersih,”pungkas Efendi.[]