Mohon tunggu...
Aksi Cepat Tanggap
Aksi Cepat Tanggap Mohon Tunggu... Jurnalis - Organisasi Kemanusiaan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menjadi organisasi kemanusiaan global profesional berbasis kedermawanan dan kerelawanan masyarakat global untuk mewujudkan peradaban dunia yang lebih baik http://act.id Aksi Cepat Tanggap (ACT) Foundation is a professional global humanitarian organization based on philanthropy and volunteerism to achieve better world civilization

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Malam Itu Sangat Mencekam!

21 April 2017   13:27 Diperbarui: 21 April 2017   22:00 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ACTNews, ACEH TENGGARA – Suasana malam kejadian itu (banjir bandang) sungguh sangat mencekam bagi Ricardo Sitanggang (42) dan Thiomida Boru Tambunan (58), bersama warga korban banjir bandang di Aceh Tenggara lainnya. Keduanya kehilangan orang yang sangat dicintainya. Ricardo Sitanggang kehilangan anak balitanya Terang Boru Sitanggang (1,5) setelah Ia dan Keluarganya berusaha menyelamatkan anaknya, namun karena derasnya arus banjir bandang, maka anaknya pun terhempas lepas dari dekapan istrinya.

Begitu juga Thiomida Boru Tambunan yang saat kejadian mencoba menyelamatkan dirinya bersama bibinya Erlina Boru Sitorus (79), namun karena arus banjir bandang begitu sangat deras bibinya pun terlepas dari genggaman tangannya dan hanyut terbawa arus banjir bandang.  

Meskipun kejadian tersebut sudah berlalu satu minggu yang lalu, namun kesedihan dan trauma masih dirasakan keduanya. Apalagi ketika hujan turun di sore atau di malam  hari. Trauma dan gelisah dirasakan Ricardo Sitanggang,  ia bahkan tidak berani tinggal di rumah atau di ruangan apabila turun hujan.

Malam itu Sangat Mencekam!malam mencekam April 20, 2017 Penulis Muhajir Arif Rahmani Bagikan :

ACTNews, ACEH TENGGARA – Suasana malam kejadian itu (banjir bandang) sungguh sangat mencekam bagi Ricardo Sitanggang (42) dan Thiomida Boru Tambunan (58), bersama warga korban banjir bandang di Aceh Tenggara lainnya. Keduanya kehilangan orang yang sangat dicintainya. Ricardo Sitanggang kehilangan anak balitanya Terang Boru Sitanggang (1,5) setelah Ia dan Keluarganya berusaha menyelamatkan anaknya, namun karena derasnya arus banjir bandang, maka anaknya pun terhempas lepas dari dekapan istrinya.

Begitu juga Thiomida Boru Tambunan yang saat kejadian mencoba menyelamatkan dirinya bersama bibinya Erlina Boru Sitorus (79), namun karena arus banjir bandang begitu sangat deras bibinya pun terlepas dari genggaman tangannya dan hanyut terbawa arus banjir bandang.  

Meskipun kejadian tersebut sudah berlalu satu minggu yang lalu, namun kesedihan dan trauma masih dirasakan keduanya. Apalagi ketika hujan turun di sore atau di malam  hari. Trauma dan gelisah dirasakan Ricardo Sitanggang,  ia bahkan tidak berani tinggal di rumah atau di ruangan apabila turun hujan.

“Sudah ya pak ngobrolnya nanti dilanjut, sudah turun hujan” ujar Ricardo, sambil buru-buru ketakutan bergegas ke luar ruangan, ketika diwawancarai Tim ACTNews, yang saat itu hujan mulai turun dengan deras.      

Trauma tidak hanya dirasakan oleh Ricardo saja, namun hampir mayoritas warga korban banjir bandang mengalami rasa yang sama. Pasca-bencana banjir bandang ini, trauma yang mereka rasakan memang sangat beralasan, karena setiap hari hujan selalu turun di sore dan malam hari, yang membuat para korban banjir sangat ketakutan akan terjadi banjir bandang susulan.  

Mayoritas rumah warga korban banjir bandang yang berada di kaki pegunung Taman Nasional Gunung Leuser/TNGL. Saat kejadian memang begitu sangat mencekam dan mengerikan. Banjir bandang yang diawali dengan banjir air biasa disertai lumpur semenjak sore menjelang malam, yang akhirnya banjir itu membesar dan gemuruh suara banjir bandang besar pun terdengar dari arah TNGL menuju ke bawah, ke kawasan pemukiman desa. Suara gemuruh besar tersebut ternyata banjir bandang yang membawa material tanah, batu-batuan besar dan batang pohon besar.            

“Kejadiannya tiba-tiba saja, banjir bandang dengan arus deras membawa batang kayu besar dan batu-batuan menyapu rumah kami. Kami sekeluarga pun tanpa berpikir panjang langsung menyelamatkan diri, keluar rumah. Namun ternyata arus banjir bandang menyeret kami ke bawah rumah, kami sekeluarga  tersangkut di pohon kelapa di belakang rumah. Saya menggendong anak pertama dan istri saya menggendong anak paling kecil kami, karena istri saya tak kuat menahan derasnya arus banjir, maka anak paling kecil saya lepas dari gendongan istri saya dan terbawa arus banjir,” kenangnya, dengan berlinang air mata tak kuasa menahan rasa sedih.

Menurut Ricardo, arus banjir yang menghempaskan anaknya itu merupakan arus banjir bandang yang pertama,  yang terjadi sekitar pukul 19.30 WIB, beberapa jam kemudian terjadi lagi banjir susulan yang arusnya lebih besar dari yang pertama.  

Rumah Ricardo yang berada di samping jalan raya Medan-Kutacane, saat ini sudah tak tersisa, semuanya  rata dengan tanah, karena bangunan rumahnya yang terbuat dari kayu (semi permanen) ini sudah hanyut terbawa arus banjir, bersama harta bendanya. Saat ini Ricardo bersama istri dan seorang anaknya terpaksa harus mengungsi dengan menumpang di rumah tetangganya yang tidak terdampak banjir bandang.

Perasaan duka dan trauma juga dialami Thiomida Boru Tambunan, Ia tidak berhasil menyelamatkan bibinya Erlina Boru Sitorus, hingga meninggal dunia terseret arus banjir bandang.    

“Tangan bibi saya terlepas, saat saya berhasil keluar pintu rumah ketika terjebak genangan banjir bandang di rumah, yang datangnya dari dapur. Arus deras memisahkan kami berdua, saya terhempas hingga tersangkut di depan rumah tetangga, sedangkan bibi  terseret arus banjir ke bawah,” tuturnya, sambil terisak-isak  menyekat air matanya penuh penyesalan.

Saat itu Selasa (11/4) dari pukul 17.00 WIB hingga Rabu (12/4) dini hari, hujan deras mengguyur sejumlah desa di Kabupaten Aceh Tenggara.

“Hujan sangat deras terjadi jam 5 sampai jam 6 sore, selama saya hidup baru merasakan hujan sederas ini disertai angin yang sangat kencang. Kemudian jam 6 saya mendengar kabar bahwa di Desa Batu 200 sudah terjadi banjir bandang, semua siaga menghadapi kemungkinan banjir bandang yang bisa menghantam desa kami, pokoknya pada saat itu sangat mencekam suasananya,” tuturnya.

Semua warga desa usai mendengar desa tetangganya mengalami banjir bandang, maka mereka pun mengungsi ke tempat yang lebih aman. Namun karena bibinya sudah tua, Thiomida mengalami kesulitan mengevakuasi bibinya.    

“Namboru (bibi-red) ayo kita keluar mana tau nanti makin besar hujannya,” ajak Thiomida kepada Bibinya. “Badanku sudah dingin, aku disini saja sudah tidak kuat jalan,” jawab Bibinya  

Di luar rumah saat itu terdengar seruan untuk segera mengungsi dari rumah, lalu Thiomida berusaha menggendong bibinya, tapi Bibinya tidak mau digendong, terpaksa Thiomida menarik tangan bibinya, lalu memapahnya berjalan mendekati pintu depan rumah.  

“Ketika saya mau sampai dekat pintu depan rumah, maka datanglah air besar dengan gemuruh yang sangat kencang masuk ke rumah, melalui pintu dapur hingga ke ruang tamu, maka  air besar yang disertai lumpur dan patahan batang pohon menutup pintu depan rumah, hingga kami pun terjebak di rumah,”ungkapnya.  

Air menggenangi rumah hingga kedalaman lehernya, yang terkadang wajahnya pun ikut ‘kelelep’ air banjir. Selama beberapa menit Thiomida bersama bibinya terjebak banjir di rumahnya. Di dalam rumah Thiomida terus berteriak minta tolong. Maka datanglah, Angel tetangganya.

“Saya langsung teriak minta tolong,  Ma Angel tolong lah Ma...! teriak ku. Saya tarik pintu, tapi tidak ada tenaga, air begitu besar menahan pintu tersebut tetap tertutup. Maka datanglah mama Angel membantu membukakan pintunya, pintu didorong dengan keras, lalu pintu tersebut ditendang kuat-kuat. Maka kami pun bersama air ikut juga terhempas keluar rumah, di sanalah kami terpisah dengan Bibi. Yang akhirnya jenazah Bibi baru bisa ditemukan jam satu dinihari,” pungkasnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun