JAKARTA -Â Seperti halnya yang terjadi di Suriah, warga Yaman pun merasakan penderitaan yang nyaris sama. Apa yang terjadi di Yaman hari ini, dari amatan lembaga kemanusiaan global, negeri di tepian Teluk Aden dan Laut Merah itu kini terjebak dalam salah satu tragedi krisis kemanusiaan terburuk sepanjang sejarah konflik modern.
Seperti dilansir dari beebrapa media internasional, dari 24 juta penduduk Yaman, Â lebih dari 80% populasinya berada dalam kondisi kesulitan hidup yang memuncak. Mereka sangat membutuhkan uluran tangan dunia untuk menjaga asa tetap hidup, menjamin generasi muda Yaman bisa tetap tumbuh dalam kepungan konflik.
Setahun konflik berlalu, tak menamppakan sedikitpun kekenduran konflik. Eskalasi konflik antar pihak yang berseteru sampai pekan kedua Ramadhan ini belum menunjukkan peluang damai sama sekali. Sejak perang saudara ini meletus Maret 2015 silam Kota Taiz, menjadi satu dari sekian kota yang bernasib paling buruk.
Kesaksian mitra lokal Aksi Cepat Tanggap (ACT) di Yaman mengisahkan horor nyata tentang keseharian yang nampak di kota ini. Puluhan sampai ratusan ribu warga di Taiz hidup makin tak berdaya. Air dan listrik tak ada lagi yang mengalir sejak setahun lalu. Mereka mengusahakan apapun yang masih dimiliki untuk mencari dan menemukan makanan agar bisa bertahan. Serupa dengan Suriah, keseharian warga di Taiz pun tak luput dari gelegar bahan peledak yang dijatuhkan dari dari udara.
Dari kabar yang ada di email itu, terselip narasi bahwa kepedulian rakyat Indonesia pada warga Yaman mampu menembus Kota Taiz. Amanah warga Indonesia berupa ratusan paket pangan yang dititipkan lewat ACT berhasil sampai di tangan warga Taiz, kota di sebelah barat daya Yaman.
Sulitnya akses komunikasi karena nihilnya jaringan telepon apalagi jaringan internet di Yaman sempat menunda sejenak pengiriman laporan bantuan kemanusiaan di dalam Kota Taiz oleh mitra ACT di Yaman. Padahal nyatanya bantuan kemanusiaan ini sudah berhasil tersampaikan untuk sebagian kecil warga Taiz sejak April 2016 lalu. Namun komunikasi yang begitu sulit untuk terhubung, menunda laporan implementasi Humanitarian Aid ini sampai kurang lebih 2 bulan.
Jangan pertanyakan mengapa tak ada telepon atau internet di Taiz, bahkan jaringan listrik dan air bersih sebagai kebutuhan paling dasar sekalipun sudah terputus total tak mengalir.
Penulis: Bambang Triyono
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H