Mohon tunggu...
Aksi Cepat Tanggap
Aksi Cepat Tanggap Mohon Tunggu... Jurnalis - Organisasi Kemanusiaan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menjadi organisasi kemanusiaan global profesional berbasis kedermawanan dan kerelawanan masyarakat global untuk mewujudkan peradaban dunia yang lebih baik http://act.id Aksi Cepat Tanggap (ACT) Foundation is a professional global humanitarian organization based on philanthropy and volunteerism to achieve better world civilization

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Terdesak di Pulau Chios, Bayi-bayi Suriah Berharap Susu

25 April 2016   10:11 Diperbarui: 25 April 2016   10:32 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Chios. Sumber: theguardian.com"][/caption]YUNANI - Beberapa pekan lalu akhirnya Uni Eropa dan Turki meneken perjanjian baru tentang imigran yang melintas batas di Eropa. Perjanjian ini tentu saja mengimbas pada ribuan pengungsi dari Suriah, Irak dan Afghanistan yang tertahan dan terdesak di Pulau Lesbos dan Pulau Chios, Yunani.

Pasca keluarnya perjanjian itu membuat para pengungsi tak bisa melanjutkan perjalanan menuju Uni Eropa. Sebab perjanjian itu, mengharuskan semua pengungsi tinggal sementara di kamp pengungsian Yunani. Jika tak memiliki dokumen resmi sebagai pengungsi di kawasan Yunani, maka mereka akan dikembalikan ke kamp pengungsian di Turki. Sejak awal bulan lalu di Pulau Chios ada lebih 6.000 pengungsi, kebanyakan dari Suriah berbaring di kamp seadanya. Ironisnya 60% diantaranya adalah anak-anak.

Kondisi ini tentu menjadi ‘bom waktu’ tersendiri di Chios. Kekuatiran akan ‘meledaknya’ masalah baru di kamp pengungsian ini seperti tinggal menunggu waktu saja. Saat ini, isu panas yang sedang menyeruak di kamp Chios merujuk pada kasus bayi-bayi pengungsi yang tak cukup mendapatkan susu sebagai asupan gizi satu-satunya bagi mereka.

The Guardian melaporkan, ada 25 bayi di bawah umur 6 bulan hanya mendapatkan 100ml susu formula dalam satu hari. Bayi-bayi malang ini hanya bisa menangis pilu ketika merengek meminta susu, sementara Ibu mereka berada dalam keletihan pikiran dan fisik luar biasa. Tak bisa sama sekali menyusui bayi-bayinya.

Apa yang bayi-bayi pengungsi itu alami tentu jauh dari rekomendasi protokol pengungsi internasional yang dikeluarkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO), mereka hanya mendapatkan asupan susu/gizi tak lebih dari seperempat asupan harian. Kasus ini pun menjadi perhatian serius para pekerja kemanusiaan dan jurnalis yang memantau penanganan pengungsi di Chios.

Sampai hari ini, beberapa negara Eropa yang menutup perbatasannya bagi pengungsi Suriah sudah menaruh janji pada Yunani untuk membantu menyediakan asupan bagi para pengungsi di Chios, termasuk susu formula bagi bayi. Namun apa yang dijanjikan nihil belum berjejak.

Kembali mengutip The Guardian, seorang laki-laki Afghanistan berusia 35 tahun di Chios terpaksa harus bertahan dalam hening yang tak tentu. Sejak pertama kali tiba di Chios setelah mengarungi laut Aegean dari Turki, hingga keluarnya perjainan UE dan Turki itu, ia tak bisa begerak lebih jauh. Sementara menunggu ketidakpastian nasib, ia memberikan anak perempuannya air mineral bercampur roti. Hanya makanan itu yang bisa ia berikan untuk mencegah anaknya yang berumur lima bulan dari derita kelaparan tanpa susu formula yang cukup dan layak.

“Mereka hanya memberi bayi kami setengah gelas susu formula untuk 24 jam penuh, jelas itu sangat tidak cukup. Tak ada susu lagi untuk makan siang dan makan malam bagi bayi kami”, ungkapnya. Bahkan, selain masalah susu bayi yang begitu mendesak, kabar lebih buruk lagi sedang mengancam bayi-bayi pengungsi di Chios. “Ada masalah lebih penting selain susu formula, sebab kini bayi dan anak-anak pengungsi Suriah dan Afghanistan tengah menghadapi krisis kesehatan. Ratusan anak-anak pengungsi dipaksa terlelap di lantai, kondisi ini jelas sama sekali tak layak bagi lingkungan kesehatan bayi yang masih rapuh,” ujar Dan Tyler, seorang petugas dari Norwegian Refugee Council.

Untuk diketahui, seorang bayi di bawah umur 6 bulan hanya boleh mendapatkan asupan berupa Air Susu Ibu (ASI). Itu pun dalam kondisi normal, sang ibu dalam keadaan sehat fisik dan emosional. Sebagai pengungsi tentu para ibu kerap mengalami masalah memberikan ASI pada bayinya. Pilihan terakhir untuk membantu bayi-bayi tu mendapatkan asupan gizi adalah dengan memberi susu formula sesuai usianya, yang diberikan beberapa kali dalam sehari.

World Health Organisation (WHO) menetapkan sebuah protokol bahwa seorang bayi di bawah 6 bulan, tak peduli apapun kondisi emergency yang sedang terjadi, harus tetap mendapat asupan susu formula sebagai pilihan terakhir jika tak ada ASI sama sekali. Setiap 3 – 4 jam sekali seorang bayi usia bawah 6 bulan harus mendapatkan asupan susu (ASI atau formula) sebanyak 80 ml sampai 100 ml. Sementara untukbayi baru lahir setidaknya membutuhkan 30 sampai 40 ml ASI atau susu formula. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka si bayi akan berakhir dehidrasi dan kemungkinan besar akan terkena penyakit kuning dan berujung pada kematian. Sedih nian.[]

Editor: Reni Nawir/Shulhan Syamsur Rijal 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun