[caption caption="warga sinabung"][/caption]
KARO – Masalah kesehatan dan ekonomi mengancam kehidupan para pengungsi korban letusan Gunung Sinabung, Kabupaten Tana Karo, Sumatera Utara. Hal itu disebabkan sebaran abu vulkanik selama sepekan yang lalu, dan ancaman gagal panen warga pengungsi atas pohon palawija yang mereka tanam.
Pada 13 Februari yang lalu, Gunung Sinabung kembali meletus. Selain menyemburkan lava pijar, Sinabung juga menebarkan hujan abu cukup masif dalam radius 10 kilometer di sekitar gunung. Abu vulkanik tersebut jatuh di lahan-lahan pertanian warga pengungsi.
“Rata rata tanaman yang tertutup abu vulkanik saat ini adalah tanaman palawija seperti tomat, cabai, kentang, kol, bawang. Masyarakat pasrah menanggung kerugian sampai puluhan juta rupiah. Di samping itu, kesehatan masyarakat juga terancam akibat tebalnya abu vulkanik yang menghujani desa mereka,” tutur relawan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Susanto Ginting dari Kecamatan Tiganderket, Kabupaten Karo, Selasa (1/3).
Selain ancaman abu vulkanik dan gagal panen, kelangkaan air bersih saat ini juga masih menjadi kendala pengungsi menjalani hidup normal. Kendati ACT telah membangun dua sumur yang dibiayai dari dana wakaf masyarakat namun masih belum mencukupi kebutuhan air bersih bagi pengungsi yang ada di sembilan titik di sekitar Gunung Sinabung.
“Kami berharap masyarakat memberikan bantuan kemanusiaan bagi pengungsi korban letusan Gunung Sinabung, yang meletus sejak lima tahun yang lalu dan belum ada tanda-tanda akan berhenti,” harap Susanto Ginting, yang telah membersamai pengungsi lebih dari tiga tahun ini,
Susanto bersama relawan ACT lainnya, sempat berkeliling ke berbagai desa di sekitar Gunung Sinabung, yang berada dalam radius 5-10 kilometer dari gunung.
“Memprihatinkan, banyak tanaman tertimbun abu, dan makin rusak akibat hujan abu, yang disusul hujan air, yang membuat daun-daun tanaman rusak akibat tak kuat menahan debu vulkanik yang basah oleh air hujan,” tutur Susanto.
Seorang pengungsi, Arlina Sitepu, tak kuasa menahan kesedihannya, menyaksikan tanaman palawija yang tadinya tumbuh sumur dan segar, kini rontok oleh abu.
"Beginilah nak, air bersih kami harus beli, kami menanan tanaman agar bisa dijual dan uangnya kami pakai kebutuhan sehari-hari, hancur semua. Kami tidak tahu lagi harus berbuat apa, semoga ada yang membantu kami keluar dari kesulitan ini," tutur Arlina Br Sitepu kepada relawan dari ACT.
Santo menuturkan, saat ini, saat ini belum muncul gagasan yang menyeluruh untuk menangani pengungsi korban erupsi Gunung Sinabung.
“Beban pengungsi jelas semakin berat. Ada 10 ribu jiwa pengungsi saat ini yang berada di 9 titik posko pengungsian. Di tambah lagi puluhan ribu dari empat kecamatan yang saat ini mengalami permasalahan yang sama,” kata Santo.
Sementara yang berwenang diharapkan segera mencari solusi komprehensif, aksi-aksi darurat harus terus dilakukan.
“Kebutuhan air bersih, dapur sosial, logistik, personal higiene, dan lain-lain, menjadi tuntutan yang mendesak untuk dipenuhi saat ini di setiap titik posko pengungsian, sementara untuk desa terdampak haruslah dipikirkan sejenis pertanian atau komoditi yang tahan akan abu vulkanik, seperti budidaya tanaman jamur dalam ruang tertutup. Semoga dengan bantuan donasi dari masyarakat, ACT bisa berbuat lebih banyak dalam membantu korban erupsi Gunung Sinabung,” pungkas Susanto Ginting.[]
Penulis: Santo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H