Mohon tunggu...
Aksi Cepat Tanggap
Aksi Cepat Tanggap Mohon Tunggu... Jurnalis - Organisasi Kemanusiaan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menjadi organisasi kemanusiaan global profesional berbasis kedermawanan dan kerelawanan masyarakat global untuk mewujudkan peradaban dunia yang lebih baik http://act.id Aksi Cepat Tanggap (ACT) Foundation is a professional global humanitarian organization based on philanthropy and volunteerism to achieve better world civilization

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kebijakan Kementerian Sosial untuk Masa Depan Suku Anak Dalam

4 November 2015   11:14 Diperbarui: 4 November 2015   12:27 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepekan pertama di awal Bulan November, perbincangan tentang Suku Anak Dalam menyeruak ke permukaan. Pasalnya, di sela-sela kunjungannya melihat langsung kasus kebakaran hutan di wilayah Jambi, Sumatera Selatan, dan Riau, Presiden Jokowi menyempatkan dirinya untuk menengok langsung kondisi Suku Anak Dalam. Jokowi menjadi presiden pertama di Indonesia yang akhirnya berkunjung menilik langsung bagaimana kehidupan nomaden masyarakat pedalaman hutan Jambi: Suku Anak Dalam.

Jika dilihat dari catatan historisnya, Suku Anak Dalam atau Orang Rimba adalah salah satu dari sekian bangsa minoritas yang menempatkan dirinya dalam lingkungan alami Pulau Sumatera. Lokasi utama tempat tinggal Suku Anak Dalam berada di Provinsi Jambi, dan Sumatera Selatan. Mayoritas dari mereka memilih tinggal di tengah lebatnya hutan Jambi, jumlah populasinya sekitar 200.00 orang, menurut data paling terbaru yang dilaporkan oleh laman Wikipedia.

Berdasarkan alur hidupnya, Suku Anak Dalam memilih untuk tinggal dalam budaya hidup nomaden atau berpindah-pindah. Mereka tak punya rumah tetap. Hanya sekadar rerimbunan pepohonan dan atap dari anyaman yang melindungi mereka dari sengatan matahari dan derasnya hujan. Untuk melanjutkan hidup, mereka mendapatkan makanan dengan cara berkebun dan berburu.

Namun kini, kehidupan Suku Anak Dalam semakin terdesak oleh keserakahan para pemegang izin lahan konsesi di sekitar area kawasan Air Hitam, Taman Nasional Bukit Duabelas. Lokasi hidup Suku Anak Dalam makin terpojok karena hutan dirambah, dihabisi, dan dibakar hingga akhirnya sebabkan kebakaran hutan di Jambi, Sumsel, dan Riau.

Berangkat dari alasan itulah, akhirnya Presiden Jokowi dan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa melakukan dialog langsung dengan Suku Anak Dalam untuk mendengar keluh kesah dan memperhatikan kesejahteraan mereka.

Lantas bagaimana kebijakan pemerintah melalui Kementerian Sosial untuk masa depan Suku Anak Dalam?

Seperti dilaporkan CNN, Kementerian Sosial (Kemensos) tak akan pernah memaksa seluruh warga yang mengaku sebagai Suku Anak Dalam untuk hidup menetap di dalam rumah yang layak. Pernyataan ini sebagai dasar atas rumor yang berkembang di masyarakat tentang rencana pemerintah yang semacam seperti paksaan untuk membangun rumah dan merumahkan kelompok masyarakat minoritas Suku Anak Dalam yang hidup di pedalaman Jambi itu.

Lalu selain itu, Kementerian Sosial lewat Kasubdit Kerja Sama Kelembagaan, Evaluasi dan Pelaporan Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil pada Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial Kemensos, Laode Taufik mengatakan bahwa Suku Anak Dalam akan terus diberdayakan secara berkelanjutan. Urusan pendidikan, pemberdayaan keahlian khusus hingga kebutuhan pangan akan terus dilanjutkan oleh Kementerian Sosial.

Nantinya urusan rumah khusus yang dibangun pemerintah bagi Suku Anak Dalam akan diperuntukkan bagi warga Suku Anak Dalam yang mengaku sudah meninggalkan hidup nomaden, dan menginginkan untuk hidup menetap.

Lebih lanjut, masih dilaporkan CNN, Bupati Kabupaten Merangin, Al Haris, telah mengatakan komitmennya untuk untuk segera menyiapkan sekitar 1.000 hektare lahan untuk Orang Rimba atau Suku Anak Dalam. Masing-masing kepala keluarga akan mendapatkan dua hektare tanah, sehingga tanah tersebut bisa dibagi kepada 500 keluarga. (cal)

img : Detik.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun