Mohon tunggu...
Aksi Cepat Tanggap
Aksi Cepat Tanggap Mohon Tunggu... Jurnalis - Organisasi Kemanusiaan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menjadi organisasi kemanusiaan global profesional berbasis kedermawanan dan kerelawanan masyarakat global untuk mewujudkan peradaban dunia yang lebih baik http://act.id Aksi Cepat Tanggap (ACT) Foundation is a professional global humanitarian organization based on philanthropy and volunteerism to achieve better world civilization

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Tiga Alasan Mengapa Kita harus Menjaga Hutan Kita dari Kerusakan, Pembakaran dan Deforestasi

2 November 2015   15:54 Diperbarui: 2 November 2015   17:25 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebakaran hutan tahun 2015 menyeruak menjadi sebuah tragedi. Masyarakat Indonesia dibuat kalang kabut dengan kasus kebakaran hutan yang akhirnya memicu kabut asap sangat pekat. Tujuh provinsi setidaknya tercatat sebagai wilayah terdampak asap paling parah. Jangan bayangkan berapa parah kondisi kabut asap beracunnya seperti apa. Bagi masyarakat Jambi, Riau, Sumatera Selatan dan Palangkaraya, indeks standar pencemaran udara yang harus mereka hirup setiap harinya berada di angka 2000 lebih! Atau 4 kali lipat lebih ekstrem dari kadar paling berbahaya.

Jika direnungi lebih jauh, kasus kebakaran hutan tahun 2015 ini bertingkah semakin parah dan makin sulit untuk dipadamkan adalah sebuah wujud dari manifestasi kerusakan hutan Indonesia yang makin parah. Kebakaran hutan akhirnya diketahui dilakukan secara sengaja oleh oknum busuk korporasi perkebunan.

Namun nyatanya pembakaran hutan hanyalah segelintir aksi perusak lingkungan dan hutan Indonesia. Jauh sebelum kebakaran hutan Indonesia tahun 2015 ini, kisah tentang perusahaan besar industri perkebunan yang melakukan sesuatu tak bertanggung jawab dan melanggar hukum di atas hutan Indonesia sudah ribuan kali terjadi. Namun kita menutup mata dari masalah tersebut.

Lalu bagaimana cara menanggulangi kerusakan hutan dan kebakaran hutan terulang terus di tahun-tahun berikutnya? Ini 3 alasan mengapa Kita harus menjaga hutan kita dari kerusakan, pembakaran, dan deforestasi masal.

  1. Hutan adalah milik bersama, bukan milik perusahaan besar, bukan milik pemerintah sekalipun

Kenyataan paling utama adalah pondasi dari upaya menjaga hutan dari kerusakaan. Pada dasarnya setiap jengkal hutan Indonesia adalah milik bersama. Bagian intergral dari warisan bangsa jika mengambil istilah Greenpeace Indonesia. Hutan bukan lah untuk sekadar keuntungan komersil jangka pendek. Hutan adalah kekayaan yang abadi yang harus dikelola secara berkelanjutan untuk kepentingan seluruh masyarakat. Bukan hanya kepentingan korporasi besar pemilk izin konsesi lahan

  1. Sekitar satu dekade lalu, survei ilmiah yang valid menunjukkan kenyataan bahwa Taman Nasional Tesso Nilo adalah lokasi keanekaragaman hayati paling kaya di dunia, namun kiri kondisinya ironis.

Kenyataannya ini didapatkan dari lansiran Greenpeace, bahwa Taman Nasional Tesso Nilo di Provinsi Riau Kabupaten Pelalawan, Indragiri Hulu adalah yang terkaya di dunia. Namun kini, sejak tahun 2011 lalu penghancuran secara besar-besaran tengah terjadi di Tesso Nilo. Sebagian besar penghancuran dilakukan oleh perusahaan kelapa sawit. Hingga tulisan ini diturunkan sudah ada kehancuran setengah dari luas hutan yang masih tersisa. Ironis!

  1. Hutan adalah rumah bagi 2 pertiga spesies hewan di darat

Sedikitnya di alam bebas Sumatera ada sekitar 400 ekor harimau Sumatera yang masih tersisa. Namun spesies mereka terus menghilang pada tingkat yang sangat mengejutkan. Kini harimau sumatera adalah kategori satwa yang terancam punah karena habitatnya di hutan semakin terkikis, makin hancur dan berubah menjadi lahan kelapa sawit. Tak hanya harimau, hutan tropis di Sumatera pun merupakan rumah bagi gajah, orangutan dan berbagai bentuk satwa langka lainnya. (cal)

Sumber Gambar Utama: greenpeace

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun