Kabar buruk tentang kabut asap masih terus menyelimuti pemberitaan media-media di Indonesia. Bencana kabut asap yang terus mengepung sedikitnya 6 Provinsi di Kalimantan dan Sumatera telah menyita perhatian publik, tak terkecuali publik internasional. Buruknya penegakan hukum dalam urusan pengelolaan hutan di Indonesia diperkirakan menjadi pemicu utama ratusan titik api yang hingga hari ini masih membakar ribuan hektare hutan.
Imbasnya, jutaan masyarakat yang berlokasi di wilayah terdampak kebakaran hutan harus merasakan derita dan ancaman penyakit pernafasan. Terlebih di wilayah pencemaran udara akibat kabut asap terparah yakni Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Pekatnya kabut asap di Palangkaraya telah membawa status udara yang sangat buruk bagi kesehatan. Terutama pada bayi atau balita.
Tak dapat dipungkiri, balita adalah golongan yang paling lemah dan tidak berdaya jika sudah terpapar kabut asap. Dikutip dari laporan CNN Indonesia, Penny Fitriani Taufik, dokter ahli paru menjelaskan bahwa golongan bayi atau balita adalah golongan yang sangat rentan terhadap asap kebakaran hutan. Perlu ada perhatian dan penanganan khusus untuk melihat dampak buruk kabut asap bagi kesehatan bayi dan balita.
Menurut penjelasan dr. Penny, organ dan saluran pernapasan bayi masih sangat muda, masih berada dalam tahap perkembangan yang kompleks. Ketika organ pernapasan bayi belum cukup kuat untuk menangkis dan menyaring dampak buruk dari kabut asap, maka ancamannya akan berubah menjadi sangat berbahaya jika si bayi atau balita terpapar asap kebakaran hutan dalam jangka waktu lama.
Hingga hari ini, ribuan pasien yang terdaftar di rumah sakit sebagai pasien korban kabut asap memang didominasi oleh bayi, balita, dan anak-anak. Kemudian pasien berusia lanjut yang mengidap serangan asma dan penyakit jantung.
Jika kabut asap yang berisi racun karbon sisa pembakaran kayu di langit Riau, Jambi, Palembang, Palangkaraya terhirup dalam jumlah besar ke dalam paru-paru, orang dalam kondisi kesehatan normal pun seketika akan mengalami gangguan pernapasan. Apalagi jika racun karbon akibat kabut asap sampai terhirup oleh bayi dan balita.
Sementara itu, dampak kesehatan lain yang cukup mengkhawatirkan dari bencana kabut asap adalah iritasi mata. Sejumlah ahli medis sepakat dengan kenyataan bahwa risiko asap kebakaran hutan itu secara langsung akan dialami oleh organ mata. Masih dikutip dari CNN Indonesia, Dokter mata dari RSUP Persahabatan Jakarta, Diah Farida, mengatakan asap dari kebakaran hutan dapat menyebabkan kerusakan mata yang cukup fatal.
Dari sejumlah penelitian yang kompeten, ada fakta bencana asap akibat kebakaran hutan mengandung senyawa jahat yang menyebabkan ketidakstabilan air mata. Padahal air mata itu penting untuk antibodi dan lubrikasi mata agar tidak tergores. (cal)
img : Â ANTARA foto
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H