Di tengah persiapan akbar menjelang perayaan idul qurban tahun ini, nampaknya kabar tentang adanya sapi ternak yang mengkonsumsi sampah makin santer terdengar. Masih tidak percaya tentang keberadaan sapi sampah ini? Silahkan tengok kondisi langsungnya di Piyungan, Yogyakarta.
Perawatan hewan ternak yang asal-asalan jauh dari standar kelayakan hewan ternak nyatanya memang telah sering terjadi di Indonesia. Dampak kemiskinan akut yang belum bisa tuntas di negeri ini merembet pula pada nasib si sapi ternak. Seperti yang dilansir dari Tempo, Dinas Pertanian dan Kehutaan Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta mengakui adanya sapi yang mengonsumsi sampah sebagai pakan utamanya. Hal ini dapat dilihat langsung di kawasan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Piyungan, Bantul, Yogyakarta.
Jelas, sapi sampah sangat tidak layak untuk dikonsumsi, terlebih jika digunakan sebagai hewan qurban. Nampak tak etis dan tak layak berqurban di jalan Allah dengan sapi yang sakit dan makan sampah setiap harinya. Terlebih, menjadi makin bermasalah bila sapi itu mengkonsumi sampah-sampah non organik.
Lantas bagaimana membedakan sapi sampah dengan sapi sehat yang diternakkan sesuai dengan pakan utamanya? Apalagi menurut tinjauan pemerintah Kabuaten Bantul, sapi yang berasal dari kelompok ternak di wilayah Kecamatan Piyungan, Bantul persediannya cukup melimpah, dan seringkali memang menjadi pemasok besar stok hewan qurban di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya.
Perbedaan yang cukup mencolok adalah dari bentuk badannya, sapi yang mengonsumsi sampah jelas tak bisa gemuk. Badannya akan terus kurus kering hingga terlihat tulang-tulang rusuknya. Lalu sapi sampah pun fesesnya tak akan keluar, yang keluar hanya air karena tak ada bahan makanan utama seperti rumput yang dikonsumsi. Walaupun memang seringkali sapi-sapi yang digembalakan di tempat sampah Piyungan tak bisa dibedakan jelas secara kasat mata, karena konsumsi rumput dan sampah dilakukan secara bergantian tergantung keinginan si pemilik sapi.
Jika sapi-sapi di Piyungan Bantul dibiarkan mengonsumsi sampah non organik semacam plastik apalagi sampah yang memiliki kandungan logam berat, maka dapat dipastikan daging si sapi qurban dalam kondisi yang sangat tidak sehat, terkontaminasi racun berbahaya. Dalam konteks ibadah qurban, tentu daging hewan qurban yang tidak sehat tidak sesuai dengan syariat dan dianggap tidak sah qurbannya.
Tetapi, bukan berarti sapi yang digembalakan di tempat sampah seperti yang terjadi di Piyungan pasti mengonsumsi limbah berbahaya. Ada beberapa peternak yang beralasan bahwa ternak sapinya digembalakan di tempat pembuangan akhir agar si calon sapi qurban itu memakan sampah organik sisa sayuran dan makanan.
Secara insting, kenyataannya memang sapi masih tetap bisa membedakan mana yang merupakan makanan organik dan mana yang plastik apalagi limbah beracun. (CAL)
img : tempo.co
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H