Kasus Ekonomi Syariah :
Ternyata jutaan rakyat Indonesia terjerat utang riba dari pinjaman online (pinjol) dalam jumlah besar. Pada bulan April 2023, warga DKI Jakarta terjerat pinjol sebesar Rp 10,35 triliun. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total utang warga lewat pinjaman online se-Indonesia pada Mei 2023 mencapai Rp 51,46 triliun.
Sebagian dari pinjaman itu diakui oleh OJK mengalami kemacetan hingga mencapai Rp 1,72 triliun pada Mei 2023. Para nasabah yang gagal bayar ini mulai tercekik. Sebagian menutupi utang pinjol dengan berutang pada pinjol lain. Ini yang membuat hidup mereka makin susah. Sebagian warga yang putus asa bahkan melakukan bunuh diri. Tercatat sudah ada 12 warga bunuh diri akibat tercekik utang pinjol.
Dari permasalahan tersebut, bisa diuraikan kaidah hukumnya dari beberapa perspektif hukum:
1. hukum perdata, dalam kasus tersebut melibatkan sebuah perikatan yang diatur dalam KUHPerdata
2. Hukum pidana, Jika ditemukan unsur penipuan atau pemerasan, bisa dikenakan Pasal 368 KUHP (tentang pemerasan) atau Pasal 378 KUHP (tentang penipuan).
3. Hukum Islam, pinjaman yang melibatkan bunga yang sangat tinggi bisa dikatan riba dalam islam. Riba merupakan tambahan yang dikenakan dalam pinjaman.Â
Sedangkan norma-norma hukum yang bisa terkait yaitu:Â
1. Norma hukum, karena adanya intimidasi dan pemerasan  yang sudah diautr sdalam KUHPerdata,
2. Norma agama, dalam agama Islam, riba dilarang keras karena dianggap sebagai bentuk ketidakadilan. Bunga pinjaman yang sangat tinggi dalam pinjol sering kali melibatkan unsur riba, yang bertentangan dengan prinsip syariah.
Untuk aturan-aturan hukum yang mengatur kasus tersbut antara lain:
1. KUHPerdata, Pasal 1320 KUHPerdata (Syarat Sahnya Perjanjian), Pasal 1754 KUHPerdata (Perjanjian Pinjam Meminjam
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen)
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)
4. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 368 KUHP (Pemerasan), Pasal 378 KUHP (Penipuan)
Yang terakhir mengenai pandangan aliran hukum positivisme dan sociological jurisprudence:Â
1. Positivisme hukum,Â
Menurut pandangan positivisme hukum, masalah utama dalam kasus pinjol adalah penegakan hukum. Hukum yang ada sudah cukup untuk mengatur pinjol, tetapi yang dibutuhkan adalah implementasi yang lebih baik. Positivisme akan mendukung penguatan otoritas pengawas seperti OJK, perlindungan Konsumen, KUHPerdata.
2. Sociological JurisprudenceÂ
 Pinjaman online tumbuh karena adanya kebutuhan masyarakat yang mendesak akan akses keuangan yang cepat dan mudah, namun banyak dari mereka tidak memahami risiko tinggi yang menyertainya. Menurut pandangan sociological jurisprudence hukum yang ada perlu disesuaikan dengan kondisi sosial masyarakat, dan hukum harus menjadi instrumen yang bisa membantu mengatasi ketidakadilan sosial yang muncul akibat praktik pinjol.
Secara umum, positivisme hukum melihat hukum sebagai entitas yang terpisah dari konteks sosialnya, sedangkan yurisprudensi sosiologis menekankan pentingnya menyesuaikan hukum dengan realitas sosial demi mencapai keadilan yang lebih besar.
Sumber kasus: https://www.itb-ad.ac.id/2023/08/04/pinjol-makin-menggurita-rakyat-makin-sengsara/
Nama: Yayan Erliana Anggraini. S
Kelas: 5F HES
Nim: 222111210
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H