Mohon tunggu...
Yayan Sugiana
Yayan Sugiana Mohon Tunggu... TNI AL -

Suami dari seorang istri dan bapak dari tiga orang anak yang berkeinginan besar dapat memberi manfaat kepada lingkungan tempatnya berada.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ujian di Masjid Nabawi

15 Oktober 2015   08:02 Diperbarui: 15 Oktober 2015   08:04 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Masjid Nabawi Madinah (sumber: www.lazywazy.in)"][/caption]Dinihari itu Masjid Nabawi Madinah al-Munawarah mulai terlihat sibuk dengan jamaah yang sedang melaksanakan shalat malam. Di shaf tak begitu jauh dari Raudhah (tempat mustajab untuk berdoa), saya dan bapak saya menghikmati suasana tersebut sambil tadarus al-Quran.

Bacaan Quran baru saja mau beralih ke ayat yang lain, tapi terhenti oleh kedatangan seseorang. Dia duduk tepat di sebelah kanan saya. Menyapa dan memperkenalkan diri sebagai seorang mahasiswa Universitas Madinah. Tak lama kemudian anak muda yang mengaku berasal dari Palestina ini menangis tersedu-sedu. Berceritalah dia mengenai kesulitan yang tengah dihadapinya.

Ia sangat memerlukan Kitab Bukhari. Tapi keuangannya tak memungkinkan dirinya untuk dapat memiliki kitab tersebut. Di tengah sedu-sedannya, ia memohon kerelaan saya untuk menyisihkan sebagian dana yang saya miliki guna mengatasi kesulitan yang tengah dihadapinya itu.

Sebagai seseorang yang sering berhadapan dengan para kadal dan sering dikadali orang, tentu saja saya menahan diri untuk mengeluarkan uang. Terus terang, tak sedikit pun saya menaruh rasa iba terhadap orang yang baru saya kenal itu.

Beberapa lembar real memang saya kantongi, tapi jangan harap uang tersebut akan berpindah tangan kepadanya. Saya tak akan pernah tertipu.

Sejenak kemudian ingatan saya menerawang pada pengajian di mushala perumahan saya. Ustaz yang membimbing pengajian itu berkata bahwa ada kalanya keikhlasan kita diuji oleh Allah SWT melalui berbagai cara. Salah satu di antaranya adalah melalui kedatangan seseorang yang meminta sumbangan. Kita lebih sering menganggap orang yang ada di hadapan kita itu adalah seorang penipu. Kita menaruh syak wasangka kepadanya.

“Seandainya kita benar-benar tertipu, bagaimana dengan amal yang telah kita berikan kepadanya?” tanya saya.

“Nilai amal jariyah yang kita berikan kepadanya akan tetap tercatat sebagai amal jariyah. Kebaikan itu akan tetap kita nikmati faedahnya sekalipun jasad kita telah terpendam tanah,” demikian jawaban Pak Ustaz.

Termotivasi oleh jawaban Pak Ustaz, saya pun mencoba untuk melunakkan hati saya sendiri. Saya coba mereduksi rasa curiga kepada anak muda yang baru saya kenal tersebut.

Tangan saya merogoh kantung celana dalam-dalam. Selembar uang senilai 100 real pun kemudian beralih tangan kepadanya.

“Kurang”, katanya, “Buku Bukhari itu harganya 200 real.”

Saya pun kemudian menambahkan ke tangannya selembar 50 real.

“Masih kurang. Buku Bukhari itu harganya 200 real” ia pun mengulangi kata-kata yang tadi telah diucapkannya.

"Anda bisa mencari kekurangannya dari yang lain," seru saya sambil menarik kembali lembaran 50 real.

Tak lama kemudian dia pun beranjak dari sebelah saya. Sebelumnya ia meminta kembali uang yang 50 real itu. Saya serahkan kembali lembaran tersebut.

Apakah saya lolos dalam ujian keikhlasan tersebut? Walallahualam bishawab. Yang pasti, setelah anak muda itu menghilang dari pandangan, saya pun kemudian menyesalinya. Mengapa tidak digenapi saja uang yang diperlukannya hingga 200 real. Siapa tahu dia memang benar-benar sedang kepepet. Sipa tahu dia memang benar-benar sedang memerlukan Kitab Bukhari itu.

Tulisan ini juga dimuat di blog pribadi saya: www.tipsmencarijodoh.com

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun