Mohon tunggu...
Yayan Sugiana
Yayan Sugiana Mohon Tunggu... TNI AL -

Suami dari seorang istri dan bapak dari tiga orang anak yang berkeinginan besar dapat memberi manfaat kepada lingkungan tempatnya berada.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Seorang Guru Pun Berpotensi Melakukan Bully kepada Muridnya

18 September 2015   23:01 Diperbarui: 18 September 2015   23:15 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Suber gambar: mycyberwall.co.za"][/caption]Antara tahun 1972-1973, ketika saya masih berstatus murid kelas 1 hingga kelas 2 salah satu sekolah dasar di Bandung, nyaris tiap hari di-bully oleh salah satu teman sekolah. Aneka tindak kekerasan yang dilakukan teman sekolah sekaligus tetatangga tersebut hampir tiap hari dilakukannya. Sebagai korban, saya hanya bisa pasrah. Soalnya, ketika saya adukan permasalahan ini kepada orang tua, ibu dan bapak saya tidak bisa berbuat banyak. Mungkin kedua orang tua saya dihinggapi rasa takut. Maklum, bapak si pelaku bully itu seorang tentara.

Akibat gangguan ini, terus terang, saya tidak bisa berkonsentrasi mengikuti pelajaran sekolah. Nilai yang tercantum di rapor pun dari satu caturwulan ke caturwulan berikutnya makin menurun.

Suatu hari, ketika liburan di rumah kakek, saya meminta kepada bapak saya agar saya pindah sekolah ke kampung halaman orang tua saya tersebut. Saya sampaikan bahwa saya sudah tidak tahan lagi dengan aneka gangguan yang saya terima dari si pelaku bully tersebut. Alhamdulillah, bapak saya menyetujuinya. Saya pun kemudian tercatat sebagai salah satu murid sekolah dasar tempat ayah dan ibu saya dulu menamatkan pendidikan dasarnya.

Ketika naik ke kelas 6, mungkin dikarenakan rasa rindu senantiasa menghinggapi kedua orang tua, saya pun kemudian dipindahkan kembali ke Bandung. Saya tidak didaftarkan di sekolah lama, melainkan di sekolah dasar lain yang letaknya tak begitu jauh dari rumah. Orang tua saya mungkin menghindarkan saya agar tidak kembali sekelas dengan teman saya si pelaku bully itu.

Sungguh, saya sangat bersyukur kepada Tuhan. Di sekolah baru ini saya diterima oleh teman-teman sekelas saya. Tak ada sekat pemisah di antara kami. Saya pun diperlakukan baik-baik saja. Hingga suatu hari, guru kelas kami memerintahkan saya untuk mengerjakan soal matematika di papan tulis. Terus terang, saya memang tidak berbakat dalam pelajaran tersebut. Meskipun demikian, inshaa Allah, saya bukanlah anak yang bodoh sekali. Terbukti, untuk pelajaran-pelajaran di luar matematika, nilai rapor saya selalu berkisar di antara angka 8 atau 9.

Bapak K, guru kelas kami, tampak naik pitam. Ketidakmampuan saya dalam menyelesaikan soal matematika tersebut barangkali menjadi semacam dosa besar saya yang tak terampunkan. Saya pun kemudian digelandang ke kelas 4 dan ke kelas 5. Di tempat ini saya kemudian dipermaklumkan kepada adik-adik kelas saya sebagai murid yang bodoh.

Trauma lama pun kemudian menghinggapi saya. Saya kembali menjadi anak yang tidak betah bersekolah. Meskipun demikian, saya tetap bertahan. Celakanya, hampir setiap hari Bapak K selalu mengungkit-ungkit “kebodohan” saya dalam pelajaran matematika. Berminggu-minggu selera makan saya berkurang. Beberapa teman saya mulai terprovokasi, mereka mulai gemar mengejek saya.

Kisah kelam masa lalu ini sengaja saya ungkap di sini agar kita semua tersadarkan bahwa di lingkungan pendidikan, siapa pun berpotensi menjadi pelaku bully. Pelakunya bisa siapa saja; bukan sekedar teman anak-anak kita. Dan siapa pun bertanggung jawab, baik itu para orang tua, para guru, dan semua elemen untuk bahu membahu mencegah anak-anak dari prilaku risak atau bully ini.

Ingatlah, dampak kejahatan bully bisa bertahan lama. Bahkan, jika tidak ditangani dengan baik, luka jiwa itu dapat membekas hingga si korban telah beranjak dewasa.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun