[caption id="attachment_299607" align="aligncenter" width="479" caption="sumber gambar: google"][/caption] "Tiada yang lebih membanggakan mendengar tim Indonesia menjadi juara di Italia, sebuah gelanggang internasional yang prestisius. Potensi begini baik jangan disia-siakan, karena kita akan punya generasi penerus," Demikian disampaikan oleh Presiden SBY saat menerima 17 orang pemain The All Stars Team Milan Junior Camp di Istana Negara. Mereka adalah kumpulan anak-anak dan remaja yang mendapat beasiswa bersekolah sepak bola di klub AC Milan, Italia. Sebagaimana kita ketahui bersama, Skuad Milan Junior Camp Indonesia baru saja menjuarai turnamen Milan Day Challenge yang berlangsung Sabtu-Minggu lalu di Vismara Sport Center, Milan. Di babak final skuad yang diasuh oleh Yeyen Tumina ini meraih prestasi terbaik dengan mengalahkan tim asal Italia, ASTI 1-0. Sebelumnya Indonesia memetik kemenangan dari tiga laga babak penyisihan. Anak-anak Indonesia memang luar biasa. Di bidang sains mereka berjaya sebagai peraih medali emas olimpiade matematika, kimia, atau fisika. Lihat saja prestasi yang ditorehkan oleh Stefano ChiesaSuryanto. Dalam usia 12 tahun ia dianugerahi  Satya Lencana Wirakarya Pendidikan oleh pemerintah karena mengharumkan nama bangsa melalui prestasi yang gilang gemilang. Ia meraih juara kompetisi matematika terbuka tahun 2005 di Jakarta, medali emas olimpiade matematika tingkat sekolah dasar se Asia-Pasifik 2008, hingga dua tahun berturut-turut meraih medali emas dalam olimpiade matematika dan sains internasional. Kembali ke prestasi sepak bola anak-anak kita. Tanggal 28 Februari 2009 silam di Makassar, ketika saya menghadiri seminar yang diselenggarakan oleh KONI Sulsel dengan tema "Strategi Pembinaan Prestasi Atlet Jangka Panjang Menuju Tuan Rumah PON XIX-2016", manajer Makassar Football School (MFS),  Diza Ali Rasyid menanyakan mengenai letak missing link pembinaan persepakbolaan kita. Disampaikan oleh Diza, anak-anak asuhannya telah mampu mengalahkan tim luar negeri, tapi begitu menginjak masa dewasa prestasinya kian menurun. Ketua Bidang Pembinaan Prestasi KONI/KOI, Mulyana, pada seminar tersebut menanggapi bahwa hal itu disebabkan oleh faktor kejenuhan si atlet ketika telah berada pada  masa golden age (usia 20-an). Di masa yang semestinya ia mencapai puncak prestasi malah mengalami antiklimaks. Akankah anak-anak The All Star Team Milan Junior Camp menyusul nasib yang sama dengan para pendahulunya? Jawabannya terletak pada usaha bersama dan keseriusan para stake holder persepakbolaan kita dalam membina mereka, terutama ketika mereka menginjak masa-masa golden age.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H