Mohon tunggu...
Yayan Isro' Roziki
Yayan Isro' Roziki Mohon Tunggu... -

penikmat secangkir kopi.. saat ini tinggal di Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Obrolan Pengantin Baru tentang Demokrasi

19 Januari 2011   20:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:23 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Siang itu, setelah nongkrang bersama kawan-kawan di warung kopi, saya berniat browsing di warnet langganan yang sering saya kunjungi. Sesampainya di warnet selain browsing tak lupa saya online kan akun fb saya, pada saat itu saya iseng-iseng chating dengan seorang kawan yang baru saja menjadi pengantin. Namun, bukan masalah resepsi yang telah lewat, atau indahnya bulan madu yang kami obrolkan, entah siapa yang memulai obrolan itu menyentuh juga tentang kondisi perpolitikan dan demokrasi di negeri ini. Kira begini obrolan kami pada waktu itu:

Saya:

“Hay pengantin baru apa kabare?..

masih menikmati bulan madu di Banyuwangi kah?”.

Pengantin Baru (PB):

“hahaha baik Yan, alhamdulillah. udah di jakarta kok. piye kabarmu? Jogja aman kah? setelah isu aneh yang digelontorkan orang yang katanya nomor satu di negeri ini (padahal sing nomer siji yo cuma plat nomer kendaraan dinase tok)”.

Saya:

“O.. mentap di jakarta sekarang?..
Alhamdulillah baik juga... walaupun sedikit kena kanker...
Jogja sampai sejauh ini aman2 saja.. Saya gk habis pikir, katanya dia sekarang sudah bergelar Dr. tapi kok otaknya masih kayak balita..
bahkan tak mampu memahami sejarah dari negerinya sendiri..
apalagi bualannya tentang demokrasi, sebuah kebodohan yang diumbar tak tahu diri”.

PB:

“hahahahah gelar gratis aja bangga,,,
doyan curhat tuh namanya manja.
"ada yang tidak suka saya"
"ada yang diam2 berencana menyerang saya"
"ada yang mau membunuh saya"
dkk
di lain waktu
"Indonesia harus ingat jasa2 saya"
"Sultan tetap menjadi gubernur setelah periode 2007, semua berkat saya"
GEBLEK JAYA!”.

Saya:

“hahahahaha....
" sebab di Indonesia, belum ada Presiden yang badannya gede dan gagah seperti saya"
"santunutur-katanya, manis senyumnya"
"tapi bodoh dan manja tabiatnya, tak punya nyali serta hobi curhat di media"..
"dan satu lagi, jangan lupa, orang-orang partai saya tak ada yang benar pola pikirnya, tak ada yang waras otaknya"..
'itulah partai saya, Partai Dungu".

PB:

“ampunnnn dahhhhhhhhhhhh tobat ya Rabb”.

Saya:

“wk..wk..wk..wk..wk..wk...wk...
itulah resiko dari demokrasi.. terkadang kita dipimpin oleh orang-orang tolol tak berguna, tapi punya banyak uang, banyak massa, dan tentunya banyak suara”.

PB:

“banyak suara? SALAH! beli suara! BENAR! kita ini bangsa yang miskin. dan perlu mengakui itu untuk benar2 bangkit dari kemiskinan hati, ilmu & nyali ini!:.

Saya:

“Uang membeli massa. massa menyumbangkan suara-nya pada pemilu..
itulah mekanisme yang terjadi di negeri ini...
demokrasi yang sempit, demokrasi yang picik”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun