Kerukunan bangsa Indonesia sedang diuji. Sejumlah operasi untuk membenturkan permusuhan antar agama telah dijalankan. Tetapi hingga sekarang operasi tersebut belum berhasil. Tentu kita masih ingat dengan kasus pembakaran 6 rumah ibadah di Tanjungbalai Sumut (30/7/2016).
Awalnya ada seorang warga Tionghoa yang bernama Meliana (41), meminta Nazir mengecilkan volume mikrofon yang ada dimasjid. Karena permintaannya tidak diindahkan warga Tionghoa tersebut menegurnya beberapa kali. Tak terima atas tegurannya, Nazir pun mendatangi rumah meliana dan terjadi cek-cok mulut hingga memanas.
Singkat cerita, Nazir dibawa ke kelurahan dan meliana beserta suaminya di bawa ke Mapolres. Setibanya di Mapolres massa dari berbagai elemen telah berkumpul dan berorasi memprotes Meliana. Diduga gerakan massa tersebut dipancing melalui media sosial yaitu Facebook. Demikianlah dampak negatif media sosial jika disalah-gunakan sebagai media kampanye untuk merusak kerukunan antar umat beragama.
Salah satu ciri media sosial yaitu pesan yang di sampaikan cenderung lebih cepat di banding media lainnya nampaknya memang benar adanya. Dalam hitungan detik provokasi-provokasi bertebaran itu menjangkau ratusan massa dan akhirnya mendapat respon tanpa ada klarifikasi terhadap informasi yang beredar.
Medsos Media Kerukunan
Kerukunan berarti “baik” dan “damai”. Intinya, hidup bersama dalam masyarakat dengan “kesatuan hati” dan “bersepakat” untuk tidak menciptakan perselisihan dan pertengkaran. Begitu pula ketika dalam bersosial media. Karena sebenarnya bersosial-media itu adalah Mengutip Antony Mayfield menjadi manusia biasa. Dan manusia biasa itu mendambakan kerukunan. Tidak ada manusia biasa yang mendambakan permusuhan antar sesama.
Media sosial ibarat kertas putih tanpa noda. Tergantung kita sendiri, menulisnya dengan apa dan tentang apa. Sebagian mengisinya tentang banyak hal yang berkelindan dengan tema kerukunan atau sebaliknya menyulut api permusuhan. Ironisnya, menurut penelusuran penulis, jumlah akun Mukidi hitam lebih banyak dari pada jumlah akun Mukidi putih. Dalam pemahaman penulis, Mukidi Hitam adalah penyulut dan penebar api permusuhan sedangkan Mukidi putih adalah Agent Kerukunan.
Disamping itu, media sosial memiliki dua sisi bisa baik dan buruk. Jika mukidi hitam menggunakan media sosial pada kasus pembakaran 6 Rumah Ibadah di Tanjungbalai Sumut (30/7/2016) dan lainnya sebagai media provokasi-provokasinya, kenapa kita (Mukidi Putih) tidak melakukan hal serupa yaitu menggunakan media sosial untuk mengkampanyekan kerukunan.
Oleh karena itu, sesuai dengan Konsep Tri Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, terdapat beberapa hal yang bisa dilakukan untuk merawat kerukunan melalui media sosial antara lain:
Pertama, Mulailah menjadi pengguna media sosial yang aktif. Pengguna aktif adalah pengguna media sosial yang mampu mewarnai di media sosial. Ia rasional, selektif dan menjadi diri sendiri tanpa terpengaruh dengan informasi dan provokasi yang beredar dari pengguna lain. Sebagai pengguna aktif, tentu ia mempunyai sifat kehati-hatian dan bijak seperti bijak memilih situs berita online, bijak membagikan link berita online atau status media sosial, Bijak menulis status di media sosial, bijak memberi komentar di media sosial dan menyampaikan kritik kepada pemerintah dengan santun. Banyak diantara pengguna media sosial yang pasif, mereka cenderung memposisikan diri sebagai obyek atau penerima informasi tanpa memferivikasi dan tanpa berpikir panjang meng-kutip, meng-like dan meng-share.
Kedua, Menjadi agen kerukunan. Menggunakan media sosial sebagai kampanye kerukunan. saling membagi ide bertema kerukunan, mengajak bekerjasama dengan lintas agama dan pemerintah serta berkolaborasi untuk menciptakan kreasi, berpikir, berdebat untuk sebuah solusi bersama tentang permasalahan bangsa dan negara. Syukur-syukur menemukan orang yang bisa menjadi teman baik, menemukan pasangan, dan membangun sebuah komunitas. Semuanya itu untuk dan demi kerukunan.
Ketiga, Amar makruf nahi mungkar yaitu mengajak kepada kebaikan dan melarang kemungkaran. Jika diterjemahkan dalam media sosial berarti mengingatkan kepada Pengguna lain tentang modus Mukidi Hitam. Bersama dengan komunitas lintas agama menelusuri pengguna menfilter siapa saja yang melakukan modus atau operasi untuk menyulut api permusuhan. Bersama dengan lintas agama di media sosial untuk memproteksi informasi maupun provokasi. Ingat, konsep amar makruf nahi mungkar bukan dengan cara melakukan percobaan bom bunuh diri yang diyakininya sebagai jihad. Titik!
Jakarta sedari pagi tadi hujan tak henti-henti, rasanya pengen "ndusel" tapi tak ada lawan. Ya sudah, cukup secangkir minuman jahe saja ditambah gorengan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H