“Bagi hamba amatir seperti kita, memang puasa hanya menahan lapar dan haus saja. Ruh spiritualitas puasa tak berbekas sama sekali artinya tidak ada perubahan perilaku yang lebih baik setelah kita menjalani puasa. Alias puasa terus-maksiyat jalan. Namun apakah kita tak beringinan untuk naik kelas sebagai hamba Tuhan? Tentu dengan cara berpuasa yang lebih serius? Dan lebih dari sekadar persoalan lapar dan haus saja.” Tanya temanku.
“Puasa seharusnya menjadikan manusia yang lebih baik, sisi keimanannya, ketaqwaannya hingga terlihat pada perubahan perilaku lebih baik dalam kehidupan sehari-hari. Nah itu menurutku disebut hamba Tuhan berlabel platinum”. Temanku mengakhirinya.
....Ya Allah, Tuhan kami. Terimalah dari kami shalat kami, puasa kami, shalat malam kami, kekhusyu'an kami, kerendahan hati kami, ibadah kami. Sempurnakanlah kelalaian atau kekurangan kami, Wahai Allah Wahai Allah Wahai Allah Wahai Dzat yang Paling Penyayang diantara para penyayang. Semoga rahmat Allah tercurahkan kepada sebaik-baiknya makhluk-Nya, Muhammad, keluarga dan sahabatnya semua, dan segala puji milik Allah, Tuhan semesta alam.
Tuhan Maha Kreatif, tak hanya melalui metode firman atau tausiyah saja dalam memberikan pencerahan pada hambanya. Untuk kesekian kalinya aku dibuatnya ter-kagum-kagum kepada Dzat Yang Maha Agung. Ya Allah... Engkau memang Maha Hebat.
Untuk temanku, seporsi siomay ikan dan semangkuk sop buah. Serius aku yang bayar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H