Mohon tunggu...
NUR HIDAYATI
NUR HIDAYATI Mohon Tunggu... PNS -

Saya bekerja sebagai pegawai pemerintah lulusan IKIP Semarang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

REMUNERASI BAGI PEGAWAI PEMKAB/PEMKOT MENGAPA TIDAK?

21 Mei 2015   14:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:45 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Remunerasi bagi Pegawai Kementerian telah diberlakukan, dan diperkuat dengan telah diberlakukannya UU tentang ASN. Tunjangan berbasis kinerja ini tentu membawa kabar baik bagi PNS.

Dengan remunerasi ini PNS bisa membawa pulang gaji dan tunjangan sebagai penghasilan yang syah. Karena seperti kita ketahui bahwa seiring dengan Keterbukaan Informasi Publik , aparatur diharapkan mampu menjalankan reformasi birokrasi dalam Good Governance.

Kehadiran remunerasi diharapkan juga mampu menekan praktek KKN dan tidak ada pegawai yang memilih “tempat basah” atau mendapatkan “lahan kering”. Permasalahannya adalah mengapa remunerasi ini seakan-akan ragu-ragu diberikan bagi PNS Pemkab/Pemkot?

Jawaban yang paling muncul kemudian adalah karena daerah dianggap belum siap dan belum mampu sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Selama ini, PNS mendapatkan tambahan penghasilan dari honorarium berbagai kegiatan. Honorarium adalah imbalan yang diberikan dalam rangka pelaksanaan kegiatan untuk menghasilkan barang/jasa, yang diberikan untuk PNS maupun non-PNS, tentu saja berdasarkan peraturan yang berlaku. Aturan mengenai honorarium ini kurang tegas, mengenai apakah setiap kegiatan “harus “ selalu mendapatkan honor? Bagaimana jika kegiatan tersebut merupakan tupoksiyang merupakan bidang tugasnya? Bagaimana jika kegiatannya lebih dari 5?

Sepertinya kita “lupa “ bahwa tiap bulannya kita telah mendapatkan gaji dan tunjangan. Jadi, menurut hemat saya, ada hal yang perlu ditinjau kembali. Kehadiran remunerasi ini adalah angin segar dan jelas-jelas bisa dipertanggungjawabkan. Mengenai masalah kinerja kita memang harus mengukurnya. Harus ada indikator yang jelas terhadap beban kerja PNS.

Sebagaimana yang kita amati, dan menurut Arvan Pradiansyah dalam bukunya “You are A Leader” dikatakan bahwa penyamarataan penghasilan hanya akan menguntungkan pekerja yang malas tetapi merugikan pekerja yang berprestasi.

Kenyataannya, pekerjaan memang hanya menumpuk pada mereka yang rajin dan mempunyai kinerja yang tinggi. Toh jarang mereka mendapatkan reward, meskipun reward itu tidak harus berupa “ uang”.

Tambahan Penghasilan Pegawai sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, mestinya bagi mereka yang memiliki etos kerja yang tinggi layak mendapatkan TPP ini dengan Analisis Beban Kerja. Sedangkan bagi yang bermalas-malasan tidak seharusnya “iri” dengan tambahan yang diterimakan bagi mereka yang memiliki kinerja tinggi.

Peran Pimpinan dalam hal ini turut menentukan tentang siapa saja yang berhak. Namun, sejauh ini masih sulit dilaksanakan karena “timbang rasa”, maka yang terjadi kembali ke penyamarataan itu tadi.

Remunerasi adalah solusi untuk meningkatkan kinerja. Tentu saja tolok ukurnya harus jelas, tiap PNS diharuskan membuat Sasaran Kinerja Pegawai dan Analisis Beban Kerja. Dan, jika salah satu komponen tidak terpenuhi, maka pemberian remunerasi untuk orang tersebut bisa ditinjau kembali sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga bagi PNS yang kinerjanya bagus, hal tersebut merupakan penghargaan yang luar biasa dan bukan merupakan hasil “korupsi”.

Kewenangan pemberian remunerasi bagi PNS Pemkab/Pemkot merupakan kewenangan daerah. Kalau kita telaah lebih lanjut apa yang menjadi keraguan akan kinerja PNS Pemkab/Pemkot, tak beda dengan Kementerian. Kita bahkan harus ekstra memfasilitasi pusat dan daerah sendiri, horizontal dan vertikal. Tingkat kesulitan dan resiko yang sama, tingkat ancaman juga tak jauh berbeda. Tak perlu diragukan lagi jika grade dari pusat belum mampu, secara bertahap mulai di bawah grade, itu sudah menjadikan “sesuatu” yang membahagiakan di tengah tekanan ekonomi dan tuntutan masyarakat akan layanan prima yang kita berikan demi terwujudnya Reformasi Birokrasi dalam kerangka Good Governance.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun