Mohon tunggu...
Yahya Ado
Yahya Ado Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Praktisi Pendidikan

Lahir di Adonara Flores - NTT. Senang belajar pada Universitas Kehidupan.. Bertemu dengannya di: www.mysury.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ayat-ayat Duka

8 Mei 2010   12:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:20 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kamu tidak boleh melanjutkan kuliah. Bapak dan mama tidak punya biaya untuk kamu kuliah. Kamu harus membantu kami untuk cari uang. Kamu bisa kerja kebun atau buat sarung untuk menghasilkan uang. Biarkan adik laki-laki yang akan melanjutkan kuliah setelah taman nanti

 

Nurmilah (bukan nama sebenarnya), usianya berkisar  21 tahun. Ia telah menyelesaikan pendidikan  di sebuah sekolah islam MA (Madrasah Aliyah) di kampungnya dua tahun silam. Wajahnya seketika memerah saat mendengar pernyataan bapaknya.

 

Hari itu seakan pupus segala cita-cita Mila. Begitu panggilan akrab gadis ini di desanya. Mila yang tergolong anak cerdas di sekolahnya mempunyai cita-cita mulia. Mila ingin menjadi seorang ibu guru. Mila bermimpi untuk bisa mendidik anak-anak di kampung dimana ia dilahirkan dan dibesarkan.

 

Terbayang akan masa sulit yang dialami keluarga setiap hari, Mila tak memiliki daya untuk menantang apa kata bapak. Ia tahu persis betapa sukar menjalani hidup di setiap bergantinya hari. Ibarat gali lubang tutup lubang, begitu yang kerap dilakukan oleh ibu Mila untuk menghidupi keluarga yang ia cintai.

 

Di nadi Mila selalu bergetar ingin merubah hidup mereka. “Aku harus bisa berbuat sesuatu untuk keluarga dan kampungku”. Begitu Mila bertekad dalam hati.

 

Di satu malam Mila berpikir untuk untuk pergi dari rumah dan kampungnya. Ia mencari jalan untuk bisa mendapat uang. Tidak salah ia lalu memutuskan untuk pergi merantau ke negeri jiran Malaysia.

 

Mila  pergi secara sembunyi-sembunyi. Tiada  pesan yang terucap kepada siapapun di rumah itu. Karena ia yakin tidak ada yang boleh mengizinkan ia pergi. Hanya sebuah surat cinta tersimpan di lemari kayu tanpa pintu, yang hanya tertutup oleh kain putih yang kian hitam terkena debu.  

 

Mila menuliskan goresan hati buat keluarga yang hendak ia tinggalkan.

 

Mama, bapa dan adik-adikku ,

 

Dengan kasih kupeluk cintamu

Dengan rindu kubelai sayangmu

 

Hari ini Mila ingin pamit dari rumah untuk sementara

Pergi mengikuti jejek hati yang baru terlintas

Walau jalan ini  ada duka, tapi Mila tetap ingin  mencobanya

 

Sejauh jiwaku masih terbungkus oleh petunjuk Tuhan

Maka yakinkan Mila  pasti kembali  bersama mama  dan bapa

Berkumpul bersama  adik-adik, pulang ke  kampung  kumuh ini

 

Doa tulus dari mama, bapa dan adik-adik selalu Mila nantikan..

 

Selamat tinggal

 

Anakmu,

 

Mila

 

 

Dan Mila pun  pergi bersama cita-cita yang masih menghujam di batin. Menjadi guru kini hanya mimpi pada angan. Harapan memang tidak selalu sama dengan realitas. Lantas itulah  pilihan hidup berikutnya bagi Mila. Sebuah perjuagan demi materi (baca: uang), karena hidup memang butuh biaya.

 

Luka Mila belum berakhir di sudut  ini. Ayat-ayat Duka pun masih terngiang di telinga Mila. Masih panjang jalan liku yang harus dilaluinya. Menentang ombak hidup yang kian ganas. Merintis jalan duka yang penuh duri. Tapi Mila masih yakin, “Dibalik kesulitan selalu ada kemudahan”. Karena ia sadar akan janji Tuhan, “jika satu pintu tertutup maka pintu lain akan terbuka”. **

 

Oleh, Yahya Ado

Jakarta, 8 Mei 2010

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun