Mohon tunggu...
yavis nuruzzaman
yavis nuruzzaman Mohon Tunggu... Freelancer - fotografer, pemusik, penulis lepas, pemerhati media sosial, penyuka sepak bola,

fotografer, pemusik, penulis lepas, pemerhati media sosial, penyuka sepak bola,

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Analisa Musim MU 2023-2024

5 Juni 2024   09:27 Diperbarui: 5 Juni 2024   09:48 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para pemain MU tidak bisa konsisten menerapkan gaya main dalam setiap laga AP Photo/Ian Walton 

Mencoba melihat kiprah Manchester United (MU) musim ini seperti melihat sebuah roller coaster. Entah pengandaian apa yang bisa kita gunakan untuk memetaforakan perjalanan dari awal musim hingga rank finish di peringkat 8 Premier League namun juara di FA Cup mengalahkan sang juara liga Inggris tetangganya Manchester biru.

Ungkapan yang pas bisa jadi adalah tidak konsisten. Seluruh fans MU mungkin mengetahui bagaimana tidak konsistennya tim ini dalam menjalani setiap pertandingan. Tidak harus tetap konsisten di satu pertandingan 90 menit, bahkan dalam satu babak saja MU bisa menjadi dua tim yang berbeda. Hal ini ditunjukkan setan merah seperti di Liga Champion melawan Copenhagen. 

MU menjadi tim yang sangar, memiliki permainan yang indah masing-masing pendek yang mengerikan bahkan mencetak dua gol terlebih dahulu namun beberapa menit kemudian bensinnya seperti habis. Penampilan MU merosot hingga berakhir pertandingan MU pun kalah.
Melawan tim yang besar seperti Liverpool Manchester City Arsenal MU bisa tampil bagus tapi bahkan melawan Tim kecil seperti Conventri City Burnley, West Ham MU seperti tidak berdaya. 

Terkadang para pemain terlihat seperti enggan atau tidak mau mengikuti instruksi dari Ten Haag sang pelatih namun terkadang para pemain bermain kesetanan dengan kesungguhan yang luar biasa. Kita para fans tidak bisa menebak apa yang sebenarnya terjadi di sesi latihan, di ruang ganti. Tapi tampaknya ketidakkonsistenan ini memang menjadi momok akut bagi tim yang sudah tidak pernah juara liga Inggris selama 11 tahun ini.

Para pemain MU tidak bisa konsisten menerapkan gaya main dalam setiap laga AP Photo/Ian Walton 
Para pemain MU tidak bisa konsisten menerapkan gaya main dalam setiap laga AP Photo/Ian Walton 
Galau dalam Menerapkan Gaya Bermain
Ada beberapa aspek yang bisa kita analisis Kenapa MU seperti ini yang pertama adalah pola permainan yang belum pasti. Erik Ten Hag pada awal pelatihannya di Utrecht bahkan di Ajax memiliki gaya permainan dengan umpan-umpan pendek memanfaatkan ruang dan dan kecerdikan para pemain. Namun, itu semua tidak terlihat di MU dalam dua musimnya menjadi pelatih. Erik ten Haag seperti kebingungan dalam menerapkan gaya bermain di setan merah.

Pada musim pertama, dengan skuad yang ada Erik bermain transisi cepat. Hal itu bisa dimaklumi sebagai pilihan, karena kualitas pemain yang ada. Seperti yang kita ketahui MU bertahun-tahun bermain dengan transisi cepat serangan balik mengandalkan kecepatan para pemain depan yang memang mematikan. Rashford kemudian Garnacho, dan Anthony Martial memiliki kecepatan yang luar biasa. Para pemain biasa memanfaatkan umpan maut dari Bruno Fernandes ataupin Christian eriksen di setiap serangan balik.

Musim itu MU cukup stabil tapi belum bisa memberikan hasil yang memuaskan. Bahkan pembelian mahal yang dilakukan MU seperti Antony belum memberikan dampak signifikan. Hanya Lisandro Martinez yang menjadi kunci utama MU sepanjang musim.

Di awal musim kedua, Erick Ten Haag seperti masih ingin memainkan permainan trasnsisi cepat dengan mendatangkan Rasmus Hojlund dan Andre Onana kiper yang terkenal dengan umpan-umpan panjangnya dan membawa Inter Milan finish peringkat kedua Liga Champion Eropa. Tapi lagi lagi performa MU tidak bisa konsisten mengikuti pola permainan yang diinginkan sang pelatih.

Pemain MU banyak mengalami cedera AP Photo/Ian Walton 
Pemain MU banyak mengalami cedera AP Photo/Ian Walton 
Konflik non Bola yang terus Membayangi
Seperti sebuah partai politik, banyak konflik mengiringi dua musim pertama Erik Ten Hag. Mulai konflik dengan pemain, hingga konflik kepemilikan yang membuat berita tentang MU bahkan lebih besar dari permainannya sendiri. Lingkungan kerja kondusif merupakan salah satu faktor penentu baiknya kinerja dan capaian sebuah target. 

Banyaknya konflik yang harus dihadapi pelatih asal Belanda tersebut tentu tidak sama dengan kondisi tetangganya Pep yang mendapatkan dukungan dari semua pihak luar dan dalam. Bahkan Jurgen Klopp pun memutuskan untuk rehat karena tidak didukung sepenuhnya terkait anggaran belanja pemain oleh Liverpool sedangkan tuntutan untuk menyaingi City dalam perebutan juara EPL bukan hal remeh.
 
Badai Cedera
Memasuki musim 2023/2024 tidak main main, rekor badai cedera menghampiri MU. Bahkan hingga laga final piala FA digelar masih ada pemain kunci seperti Luke Shaw, Harry Maguire, dan Casemiro yang tidak bisa dimainkan karena masih berkutat dengan cedera. Beruntung Lisandro Martinez dan Rafael Varane cukup fit untuk menjaga palang pintu.

Bahkan yang paling lucu adalah dikembalikannya Sergio Reguillon ke Spurs karena Ten Hag percaya dua bek kirinya akan kembali bermain hingga akhir musim, yang tentunya tidak terjadi. Banyak pemain yang harus disulap posisinya oleh Ten Hag hanya untuk bertahan di setiap pertandingannya.

Lalu apa penyebab badai cedera tersebut? Tim medis yang tidak becus, latihan yang terlalu berat, atau jadwal liga yang padat? Ini masih persoalan yang harus diselesaikan manajemen MU untuk memulai musim baru nanti.

Pertanyaannya apakah para pemain sudah enggan bermain untum Erik Ten Haag? Melihat permainan trengginas di final FA sepertinya tidak mungkin. Apakah para pemain kehilangan motivasi? Sepertinya untuk Premier League terlihat seperti itu, namun status Final dan Derby Manchester membuat para pemain terbakar motivasinya.

 Kenapa permainan seperti di final tersebut tidak bisa ditampilkan di liga inggris dan liga champion? Yah hal tersebut harus menjadi pertimbangan pemilik baru United dalam mengarungi musim depan. Siapakah yang harus dirombak, membuang separuh dari pemain atau mengganti pelatih. 

Apakah MU menjalani musim bagus tahun ini dengan Piala FA? Tentu tidak, piala ini bisa dianggap sebagai obat pelipur lara para fans. Perubahan harus dilakukan agar piala ini tidak menjadi piala terakhir setan merah. Tinggal bagaimana Sir Jim Ratcliffe dan Ineos meramu setan merah untuk mencapai kejayaan kembali.

Untuk sekarang, Enjoy the moment!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun