Mohon tunggu...
yavis nuruzzaman
yavis nuruzzaman Mohon Tunggu... Freelancer - fotografer, pemusik, penulis lepas, pemerhati media sosial, penyuka sepak bola,

fotografer, pemusik, penulis lepas, pemerhati media sosial, penyuka sepak bola,

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Cerita tentang Pencabutan Larangan Ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan Turunannya

24 Mei 2022   15:59 Diperbarui: 24 Mei 2022   16:02 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petani mengumpulkan buah sawit hasil panen di perkebunan Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. | ANTARA FOTO/BUDI CANDRA SETYA via Kompas.com

Presiden Jokowi yang akan kembali mencabut larangan ekspor terhadap Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya, salah satunya minyak goring menjadi salah satu bahasan menarik yang perlu kita bahas. Wacana yang berkembang memiliki sentimen cukup berimbang. Banyak pihak yang menyayangkan kebijakan itu, namun tidak sedikit pihak yang senang, terutama dari aspek pengusaha dan petani Kelapa Sawit. Banyak opini yang mempertanyakan efektivitas dari kebijakan yang diambil oleh Pemerintah. Banyak pihak yang menyoroti bagaimana tingkat keberhasilan kebijakan larangan ekspor tersebut terhadap harga pasaran dan ketersediaan minyak goreng di level akar rumput. 

Muncul opini bersentimen negatif dengan wacana kecewa terhadap keputusan Presiden Jokowi dengan kembali dibukanya ekspor minyak kelapa sawit mentah atau CPO dan produk turunannya minyak goreng. Isu yang dihembuskan adalah stok minyak goreng curah dalam negeri, khususnya di pasar, masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan. Hal ini yang membuat harga minyak goreng masih tinggi dan tidak sesuai HET Rp14.000,00 per liter. Dengan dibukanya kembali keran ekspor tersebut menunjukkan bukti ketidaksiapan Menteri teknis melakukan regulasi dan capaian regulasi yang diharapkan oleh Presiden. Memang ekspor seharusnya dibuka agar pendapatan negara juga tetap berjalan, tetapi kebutuhan dalam negeri harus terpenuhi.

Seperti Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, yang menilai bahwa pencabutan larangan ekspor minyak goreng membuktikan bahwa kebijakan pengendalian harga minyak goreng dengan menyetop ekspor total seluruh produk CPO adalah merupakan kesalahan fatal. Selain harga minyak goreng masih tinggi, larangan ekspor CPO dan produk turunannya juga membuat harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit anjlok. Kemudian cadangan devisa juga menurun, akibat terpangkasnya penerimaan negara senilai Rp6 triliun imbas pelarangan ekspor CPO yang memengaruhi stabilitas sektor keuangan. Belum ditambah dengan tekanan pada sektor logistik perkapalan yang berkaitan dengan aktivitas ekspor CPO.

Pembukaan kembali ekspor CPO minyak goreng menandakan ketidaksiapan Menteri teknis melakukan regulasi dan capaian regulasi yang diharapkan oleh Presiden Jokowi. Presiden mengharapkan agar Harga Eceran Tertinggi (HET) bisa terpenuhi di pasar tradisional dan barang melimpah. Akan tetapi, faktanya IKAPPI belum mendapati minyak goreng curah itu cukup melimpah di pasar tradisional. Ekspor seharusnya dibuka agar pendapatan negara juga tetap berjalan, tetapi kebutuhan dalam negeri harus terpenuhi. Kementerian teknis diharapkan untuk mencari formulasi yang tepat agar distribusi bisa berjalan baik dan keberadaan minyak goreng melimpah di pasar.

Selain sentimen negatif terhadap dibukanya kembali ekspor CPO, tidak sedikit pula pihak yang mengeluarkan opini dukungan atas kebijakan ini, terutama dari kalangan pengusaha. Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto, mengatakan menyambut baik atas kebijakan Presiden Jokowi yang resmi mencabut larangan ekspor minyak goreng. SPKS mengapresiasi atas pernyataan Presiden untuk pencabutan larangan ini sehingga para petani sawit di daerah bisa kembali normal seperti semula dan roda ekonomi petani sawit lebih baik kembali. Diharapkan ada konsistensi dari Kementerian terkait seperti Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), serta Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk mengubah tata kelola sawit Indonesia serta memperbaiki tata kelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Selama ini tata kelola BPDPKS hanya berpihak kepada segolongan orang tertentu.

Petani mengumpulkan buah sawit hasil panen di perkebunan Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. | ANTARA FOTO/BUDI CANDRA SETYA via Kompas.com
Petani mengumpulkan buah sawit hasil panen di perkebunan Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. | ANTARA FOTO/BUDI CANDRA SETYA via Kompas.com

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, mengapresiasi bahwa langkah Presiden Jokowi untuk mencabut larangan ekspor sudah tepat, sebab yang menjadi akar masalah dalam masalah mahalnya minyak goreng bukan dari sisi suplai melainkan dari sisi distribusi. Meski Pemerintah membuka keran ekspor, hal tersebut tidak akan berdampak pada pasokan dalam negeri. Ini karena pasokan CPO dalam negeri dinilai lebih banyak dibandingkan kebutuhan konsumsi nasional.

Adanya sentimen negatif terkait kebijakan yang diambil Pemerintah merupakan salah satu aspek yang harus dihadapi dalam masa pemulihan pascapandemi Covid yang menahun, terlebih persoalan CPO dan minyak  goreng selain berimbas pada ekonomi secara global, juga menyentuh pada ekonomi akar rumput secara langsung. Kestabilan harga, ketersediaan, serta kelancaran distribusi komoditas akan menjadi bahasan dan sorotan dari berbagai pihak sehingga sentimen negatif yang muncul dapat dimanfaatkan oleh kelompok kepentingan. Salah satu yang wacana yang menguat adalah kegagalan dalam pengelolaan dan salah strategi kebijakan.

 

Oleh karena itu, perlu dilakukan literasi secara masif di berbagai media untuk memberikan kejelasan terhadap tujuan, latar belakang, serta dampak positif atas kebijakan pengelolaan ekspor CPO dan minyak goreng. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadi penggunaan berita palsu maupun disinformasi untuk mendiskreditkan upaya Pemerintah dalam mengendalikan ekonomi nasional, terlebih pascapandemi Covid-19 menahun yang memiliki pukulan telak terhadap perekonomian nasional maupun pada rakyat kecil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun