Mohon tunggu...
Yatmi Rejeki
Yatmi Rejeki Mohon Tunggu... Administrasi - Suka becanda,, biar awet muda.

Wanita biasa dari Jogja

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Menikmati Sajian Tradisional ala Uma Dapur Indonesia

11 April 2018   09:32 Diperbarui: 11 April 2018   09:39 718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kjog bersama marketing dan manager Uma. dok: Yulia

Tempat itu tampak seperti rumah tinggal biasa, namun terlihat kokoh ala bangunan kolonial.  Sejak tanggal 20 mei 2017 rumah itu dijadikan sebuah restoran dengan nama UMA Dapur Indonesia. Menurut Bapak Tulus selaku manager resto, UMA berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti  mewah. Letaknya di jalan Trimargo Kulon 11 Wolter Monginsidi Yogyakarta.  Halaman yang luas dan teduh difungsikan sebagai area parkir. Bagi yang sekilas lewat didepan resto, yang terlihat seperti  rumah tinggal, tidak tampak dari luar, meja kursi makan layaknya sebuah resto. Namun bagi saya, ini  bisa menjadi daya tarik tersendiri karena pengunjung akan merasakan suasana senyaman di rumah sendiri.

Kjog bersama marketing dan manager Uma. dok: Yulia
Kjog bersama marketing dan manager Uma. dok: Yulia
Jumat 4 April 2018, saya dan teman-teman Kompasianer Jogja berkesempatan dolan kuliner ke resto ini.  Begitu saya masuk pintu utama, di ruang paling depan yang terlihat adalah butik mini dengan koleksi baju-baju batik. Cocok deh buat oleh-oleh, terutama bagi pengunjung dari luar kota.

cemilan kering di Uma. foto: dok.pri
cemilan kering di Uma. foto: dok.pri
Sedikit kedalam lagi, di ruang kedua ini, saya melihat aneka cemilan kering yang tertata rapi. Lagi-lagi, bisa buat oleh-oleh nih. Bisa juga dibawa kedalam, ngemil sambil menunggu pesanan datang. Nah bagi yang pertama kali hendak makan disana, bisa tanya ke mbak-mbak  ramah yang jaga diruangan ini, pasti akan ditunjukkan tempat duduk yang diinginkan. Masuk ruang ketiga dari pintu depan, baru terlihat meja kursi makan.

Kemudian saya berjalan  ke dalam lagi, dan yang saya dapati adalah taman atau kebun yang luas dengan meja kursi makan yang banyak. Ada sofanya juga lho.  Jadi suasananya terasa homy, nyaman, dan santai.  Di taman ini, berkapasitas dua ratus tamu. Jadi, cocok untuk acara gathering, reuni atau pesta sederhana lainnya. Tempatnya instagramable dan yang pasti free wifi. Di belakang dan samping taman terdapat ruang VIP, no smoking area. Biasanya digunakan untuk acara yang lebih privasi atau rapat. Di sini juga disediakan mushola, bagi pengunjung yang ingin sholat.

sego tenong Uma. Foto: dok.pri
sego tenong Uma. Foto: dok.pri
Nah, saatnya menu datang. Resto ini menyediakan menu masakan Jawa tradisional.  Menu yang menjadi idola disini adalah sego tenong. Didalam satu tenong berisi nasi putih yang dibungkus tempel dengan daun, sayur asem, teri goreng, sambal tomat, ayam goreng kremes, tempe dan tahu yang digoreng gurih. Saya cicipin semua tuh, tapi nggak sampai ngabisin sih. Kami kan dahar kembul. Masih ada juga menu yang lain menanti untuk disantap. Pokoknya sesuai dengan lidah saya, dan seenak masakan ibu yang dibuat dengan cinta. hehe

Sego Sambal Matah Uma. Foto: dok.pri
Sego Sambal Matah Uma. Foto: dok.pri
Tiba saatnya menikmati sego campur sambal matah. Ini adalah nasi, sambal matah, daging ayam yang dipotong kecil bertepung tipis, dan digoreng.  Ayamnya terasa gurih renyah dan sambal matahnya mantap. Suka deh.

Nasi Pecel Semarangan foto: dok.pri
Nasi Pecel Semarangan foto: dok.pri
 Kemudian Nasi Pecel Semarangan, sudah melambai ingin disantap. Sayurnya sama seperti pada umumnya pecel, ada kol, bayam, wortel, tauge. Bumbu pecelnya enak, kentalnya pas, manisnya pas dan kacangnya juga terasa. Kata Pak Tulus, bumbu dibuat sendiri,  tidak membeli bumbu yang sudah jadi dan siap pakai.  Pecel disajikan dengan telur ceplok, tempe goreng, dan  lempeng legendar. Lempeng legendar adalah seperti kerupuk terbuat dari nasi yang telah dikukus, dilumatkan , dipotong tipis lalu dijemur dan digoreng. Kriuknya beda lho sama kerupuk biasa.

Gedhang Moncrot. Foto: dok.pri
Gedhang Moncrot. Foto: dok.pri
Masih ada menu penutup nih. Gedang Moncrot. Pisang raja yang dipotong-potong dicampur dengan coklat kental, kemudian taruh dikulit seperti kulit lumpia yang lebih lembut dan renyah. Dibentuk segitiga seperti pada gambar. Saya sih, makan pelan-pelan, agar tidak  moncrot atau muncrat coklatnya,  bisa belepotan di mulut. hehe

Nah, sekarang perut sudah kenyang kemudian minumannya adalah  wedang uwuh. Saya sangat menyukai minuman yang berwarna kemerahan ini. Bahan-bahan untuk membuat wedang uwuh  antara lain jahe, secang, ada kayu-kayuan, dan daun rempah lainnya. Untuk pemanisnya adalah gula batu. Diminum selagi masih panas. Huh mantap bikin hangat dan berkeringat.

Kamu mau juga? Resto ini buka setiap hari jam 10.00 WIB hingga 22.00 WIB. Mau ajak saya juga boleh.. hehe...

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun