"Mengapa masih kautanyakan itu, mau bukti apa, agar kamu percaya?"
"Aku belum pernah mendengar langsung dari hatimu."
"Tapi, aku sudah mengatakan padamu. Bukankah setiap saat kubilang i love u?"
"Tapi aku belum pernah menempelkan telingaku didadamu."
"Ah, kamu modus."
Itu perbincanganku terakhir lewat telepon kemarin. Dan sebelumnya dia sudah seringkali mengatakan, hubungan apa ini, sayur tanpa garam terasa hambar. Ketika itu, aku hanya menjawab, biar saja hambar, kalau enak, nanti banyak orang yang ingin mencicipi. Waktu itu, dia hanya nyengir menampakkan muka jeleknya.
Aku merasakan, hari demi hari, Ega mulai menjauhiku. Dia jarang menelepon lebih dulu, sekedar mengirim pesan pun dia tampak malas, selalu saja beralasan sedang sibuk. Meskipun begitu, sampai dengan kemarin dia masih mau membalas. Hanya hari ini, dia benar-benar diam. Sepertinya dia sudah bosan dengan cintanya yang palsu, yang hanya mengharapkan sex, tetapi tak pernah benar-benar didapatkannya. Jika benar begitu, beruntung aku, tak menambatkan hatiku sepenuhnya.
Tiba-tiba terdengar bunyi ponselku. Kubuka, ternyata ada satu pesan. "Jangan hubungi aku lagi, aku tak lagi mencintaimu."Â Benar dugaanku, kamu memang buaya. Aku kecewa, aku marah, tetapi entah mengapa tak ada rasa benci sedikitpun. Bahkan aku masih ingin berhubungan dengannya walau sebatas persahabatan.
Jogja, 19022015