Mohon tunggu...
Yati Khairani Yahya
Yati Khairani Yahya Mohon Tunggu... -

Alumni SD 17 Kendari Barat, Pondok Modern Darussalam Gontor Putri, Sekarang sedang studi di Jurusan PBA UIN Maliki Malang

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Ujian Kejujuran Ala Gontor

25 Desember 2015   02:17 Diperbarui: 25 Desember 2015   02:54 2562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada kali ini penulis ingin menuliskan tentang ujian di Gontor. Suasana ujian di Gontor merupakan suasana yang penulis paling rindukan selama nyantri disana. Mengapa? Karena pada saat memasuki minggu-minggu ujian maka terlihatlah santri yang kemana-mana memegang buku, baik ke kamar mandi, dapur, masjid, koperasi, kantin dan sebagainya. Bukan hanya itu suara dan teriakan hafalan para santri dimana-mana bagaikan nyanyian-nyanyian yang menghiasi suasana pondok. Di sudut-sudut pondok juga akan ditemukan tulisan-tulisan penyemangat dalam menghadapi ujian.

Tak lepas dari suasana ujian masih teringat pula pesan dari pimpinan pondok yang harus selalu diingat ketika menghadapi ujian salah satunya “bil imtihani yukraamu-l- mar’u au yuhaanu” dengan ujian maka seseorang akan dimuliakan atau dihinakan. Di samping itu ada pula pepatah yang berbunyi “al-imtihan li-t-ta’allum wa laysa ta’allum lil-imtihan” ujian untuk belajar bukan belajar untuk ujian. Yupzz benar sekali ujian itu karena kita belajar sehingga dengan ujian kita bisa mengetahui sejauh mana pemahaman kita terhadap pelajaran bukan belajar karena akan menghadapi ujian. Pimpinan pondok berikut pengasuh juga selalu berpesan  “Ujian di Gontor yang diuji bukan hanya santrinya saja, tetapi semua yang ada di pondok juga diuji baik santri, pengurus, ustadz/ah, pengasuh bahkan pekerja di dapur dan para tukang juga ikut diuji”.

Terkait pesan yang terakhir tersebut, maka penulis mengambil topik “ujian kejujuran ala Gontor”. Penulis juga mengambil topik ini kerena melihat maraknya budaya contek mencontek dan kecurangan yang menghiasi pendidikan di Indonesia sehingga nilai kejujuran kurang diperhatikan. Pada hakikatnya pemerintahan Indonesia sudah banyak melakukan upaya-upaya untuk mengurangi kecurangan, namun nampaknya hal tersebut jauh dari kata maksimal. Maka dari itu penulis menyarankan agar melihat pada ujian kejujuran ala Gontor.

Ujian di Gontor terbagi menjadi 2 bagian yaitu imtihan syafahi dan imtihan tahriri atau lebih akrab dikenal dengan ujian lisan dan ujian tulis. Pelaksanaan ujian lisan tentu sangat jauh dari kata menyontek hal itu dikarenakan santri harus menjawab pertanyaan satu persatu dalam ruangan secara lisan. Penguji pada ujian lisan ini terdiri dari ustadz/ah dan santri kelas 6 yang tentu melaksanakan ujian ini secara serius karena penguji juga dijaga oleh panitia ujian. Sebelum mengujikan materi kepada santri, seluruh penguji terpilih harus diuji dulu oleh ustadz/ah senior sehingga tidak ada kesalahan nantinya.

  

Beda halnya dengan ujian lisan, pada ujian tulis pengawasan menjadi tambah ketat. Santri akan mengerjakan ujian di kelas dan tempat yang telah ditentukan oleh panitia ujian, sehingga pada satu bangku akan ditempati oleh dua santri yang beda angkatan (contohnya kelas 1 KMI duduk dengan kelas 4 KMI). Hal ini menyebabkan santri tidak mungkin melihat jawaban santri sebelahnya, karena soal, materi dan tingkat kesulitan yang berbeda. Juga santri akan terhindar dari ngobrol di kelas saat ujian.

Sebelum memulai ujian tulis maka terdapat dua bel; bel pertama, bel ini menandakan bahwa seluruh santri harus memasuki ruangan kelas. Seluruh catatan beserta barang-barang yang tidak dipergunakan saat ujian wajib disimpan diluar kelas. Membawa kertas kosong untuk coretan hitung-hitungan juga tidak diperkenankan, sebagai gantinya panitia ujian menyiapkan kertas kosong tersebut. Pada bel ini pula pengawas menertibkan santri dan memeriksa barang bawaan santri yang dibawa ke dalam kelas. Disamping itu, pengawas memimpin do’a dan membagikan lembar jawaban. Bel kedua, menandakan bahwa ujian sudah dapat dimulai. Setelah bel kedua pengawas membagikan soal ujian dan mempersilahkan santri mengerjakan soal.

Untuk menandakan ujian telah berakhir maka akan ada bel ketiga. Sebelum bel ketiga santri tidak dipersilahkan keluar dari kelas. Jika ingin ke kamar mandi, maka harus seizin pengawas ruang ujian serta panitia ujian. Di samping itu, salah seorang pengawas harus mengantarkan santri tersebut hingga kembali ke kelas. Setelah bel ke tiga santri diperkenankan untuk keluar ruangan namun bagi yang belum selesai mengerjakan soal dipersilahkan untuk mengerjakan hingga bel keempat. Setelah bel ke-empat seluruh santri wajib meninggalkan kelas adapun pengawas segera mengumpulkan lembar jawaban santri di kantor panitia. Pada saat istirahat ini, jarang sekali ditemukan santri yang ngobrol ataupun bersantai-santai. Melainkan seluruh santri sibuk belajar baik individual atau berdiskusi secara kelompok.

Mengenai pengawas ujian, pengawas ujian juga tentu tak lepas dari peraturan. Pengawas ujian terdiri dari ustadz/ah dan santri kelas 6. Sebelum pelaksanaan ujian, seluruh santri kelas 6 dan ustadz/ah diberikan pengarahan dari pengasuh/pimpinan pondok. Sehingga benar-benar memahami hakikat ujian serta peraturan yang ada. Saat mengawasi ruangan ujian, tidak diperkenankan bagi pengawas untuk duduk dan ngobrol di dalam ruang ujian. Hal ini bertujuan untuk membentuk miliu-miliu ujian yang efektif (pengawas benar-benar mengawasi). Tidak heran, pada saat ujian berlangsung pondok terasa sepi sunyi. Tidak hanya itu, pengawas juga masih dalam pengawasan ustadz/ah senior serta panitia ujian. Dan di pertengahan ujian selalu ada evaluasi bagi seluruh ustadz/ah serta santri kelas 6.

[caption caption="Suasana ujian tulis"]

[/caption] Kejujuran tersebut tidak saja pada pelaksanaan ujian, tetapi juga pada saat pengoreksian lembar jawaban. Lembar jawaban santri terdiri dari 1 lembar kertas jawaban (terkadang lebih) dan 1 kertas kecil yang disebut bayanat. Kertas Jawaban khusus untuk menulis jawaban dan sangat dilarang untuk menuliskan nama di kertas tersebut. Sebaliknya, nama, no stambuk, no absen, kelas dll ditulis di kertas kecil bayanat tersebut. Saat mengumpulkan jawaban maka lembar jawaban tersebut dikumpulkan sesuai kelas dan dimasukkan pada map khusus.

Setelah seluruh lembar jawaban dimasukkan pada map sesuai kelas dan materi maka saatnya tim muraqim/ah beraksi. Tim ini terdiri dari santri kelas 6 yang dipilih oleh panitia ujian. Lembar jawaban dan lembar bayanat disusun secara acak (tidak berdasarkan absen maupun no stambuk) diberikan nomer yang sesuai kemudian dipisahkan antara lembar jawaban dan lembar bayanat. Lembar jawaban diberikan pada pengajar masing tanpa mengikutsertakan lembar  bayanat, sehingga pengajar tidak mengetahui lembar jawaban siapa yang dikoreksi.

Seluruh lembar jawaban sudah disertakan kunci jawaban yang tiap butir soalnya memiliki nilai sendiri yang kemudian diakumulasi dan menghasilkan satu angka. Sehingga tidak terjadi perbedaan koreksian pada tiap pengajar. Setelah menyelesaikan koreksian seluruh pengajar wajib melakukan tashhih yaitu dicek kembali oleh ustadz/ah senior. Sehingga, jika terjadi kesalahan dalam pengoreksian maka dapat dibenarkan sebelum menyetorkan nilai dan lembar jawaban pada panitia ujian. Jika sudah mendapatkan ttd mushahhih maka lembar ujian dapat dikumpulkan dan nilai pada lembar jawaban disesuaikan dengan nama pada lembar bayanat.

Di samping hal-hal di atas maka penulis memperjelas bahwa seluruh soal pada ujian di Gontor bersifat esay (bukan multiple choice). Karena soal multiple choice terkadang menguji keuntungan bukan kepahaman terhadap materi. Pada saat minggu-minggu pelaksanaan ujian, seluruh ustadz/ah dilarang menjelaskan pelajaran pada santri. Dan telah dihimbau sejak masa efektif belajar, hal ini bertujuan untuk mencegah fitnah. Bagi siapa saja yang melanggar peraturan ujian, tidak segan-segan diberikan hukuman berat bahkan sampai dikeluarkan dari pondok.

Adanya peraturan ketat seperti tersebut tentu melatih kejujuran pada seluruh pihak. Di samping itu memberikan kepercayaan pada santri bahwa seburuk-buruknya nilai yang didapatkan dengan usaha sendiri lebih baik daripada sebaik-baiknya nilai yang didapatkan dengan kecurangan. Ujian ini juga mengajarkan keikhlasan dimana seluruh pengawas dan panitia tak ada satu pun yang dibayar dengan harapan biarlah Allah yang membalasnya suatu saat nanti. (end)

Bagi yang tidak tahu apa itu Gontor. Gontor merupakan sebuah pondok modern yang berpusat di Ponorogo yang telah memiliki belasan cabang pondok putra dan tujuh cabang pondok puteri yang tersebar di tanah air. Tulisan ini tidak bermaksud membanggakan diri karena penulis yakin seluruh pondok pesantren di Indonesia mengajarkan hal yang sama dan bisa menjadi kaca untuk pendidikan di Indonesia. Namun, berhubung penulis nyantri di Gontor jadi membahas tentang ujian di Gontor. Untuk kesalahan kata dan kesalahan redaksi mohon dimaafkan dan silahkan di kritik. Syukran.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun