"Memikirkan mengenai malam pertama kita?" Utari tersentak dari lamunan, ketika sebuah tangan menyentuh bahunya yang telanjang.
Pria itu menyeret sebuah kursi, kemudian duduk di samping Utari. Bagus Pandhita terlihat begitu gagah dan tampan dalam balutan busana basahan berwarna hijau lumut. Utari memperhatikan ketika pria itu melepaskan mahkota yang dikenakan, kemudian meletakkannya di atas meja rias.
"Kamu ingin aku membantumu melepaskan semua hiasan itu?" Bagus Pandhita menatap hiasan rumit di kepala Utari.
"Ti---tidak, aku bisa melepaskannya sendiri." Utari mengalihkan tatapan matanya yang semula menyusuri tubuh setengah telanjang Bagus Pandhita. Pria itu memang tidak memiliki tubuh seperti altet, namun semua terasa pas saja di mata.
"Atau kamu ingin membantuku?" Bagus mengedip nakal pada Utari yang sudah terlihat salah tingkah. Pria itu bukannya tidak tahu, jika Utari memperhatikannya dari tadi. Entah mengapa, dia sangat menikmati tatapan Utari ke tubuhnya.
"Mas tidak lelah?" Utari mulai mencabut satu demi satu kembang goyang di atas kepalanya. Dia agak kesulitan ketika melepas sanggulnya, hingga beberapa bunga melati berhamburan ke atas lantai.
Tanpa banyak bicara, Bagus beranjak dari duduknya. Tanpa protes, Utari menerima bantuan dari suaminya. Suami. Berulang kali, Utari mencoba menanamkan pengertian baru itu ke dalam otaknya. Semua seperti mimpi saja, namun pesta meriah itu memang miliknya.
Semua orang sudah mengetahui, jika mereka berdua sudah menikah. Resepsi mereka baru berakhir beberapa menit yang lalu. Sudah hampir tengah malam, Utari bahkan sudah menguap entah berapa ratus kali di atas pelaminan.
Ketika masuk ke dalam kamar pengantin, dia seperti sudah tidak mampu berdiri lagi. Melihat kasur lebar bertabur bunga mawar merah itu, Utari sangat ingin merebahkan tubuhnya. Tapi dandanannya tidak memungkinkan.
"Para perias itu sepertinya berniat sekali untuk menyiksamu." Bagus Pandhita akhirnya dapat melepaskan gelungan rambut Utari hingga terurai di belakang punggungnya.
"Terima kasih." Utari merasa kepalanya ringan sekali. Seperti dia baru saja membuang separuh isinya, "sebaiknya aku melepaskan pakaian ini di kamar mandi, sekalian aku harus bersih-bersih juga."