Mohon tunggu...
Maya Batari
Maya Batari Mohon Tunggu... Guru - Single Cool

mencintai diri sendiri dimulai dari dalam hati yang selalu berpikir positif dan bahagia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rahasia Cinta Sang Pewaris

4 April 2021   20:30 Diperbarui: 4 April 2021   20:46 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"Sepertinya nenek sihir tidak berhasil mengerjai kita." Mayang menatap sinis pada sosok Puspa Ayu yang terus saja menempel pada Bagus Pandhita.

Utari melirik dua lembar uang kertas pecahan seratus ribu di tangannya. Tim mereka menjadi yang tercepat kedua. Hadiah uang tunai sudah dibagikan merata untuk semua orang.

Mereka kini duduk di atas batu besar, sambil menikmati cipratan air terjun yang terbawa angin ke tubuh mereka. Utari meraih botol air mineral, lalu membasahi tenggorokannya yang terasa kering. Satu paket nasi ayam sudah ludes di perut mereka. Sebelum kembali ke perkemahan, mereka hanya tinggal menunggu satu tim yang belum sampai di sana.

Utari bergeser kian mendekat ke air. Dia kemudian melepaskan sepatu dan kaos kaki yang dipakai. Lalu merendam sepasang kaki putihnya di dalam air.

"Ini enaaak sekali." gadis itu merasa otot-otot kakinya mulai merileks setelah perjalanan panjang tadi. Mayang mengikuti di sampingnya, dan bergumam tidak jelas sambil memejamkan mata. Banyak orang juga melakukan hal yang sama seperti mereka. Bahkan banyak yang mengambil foto dengan latar belakang air terjun.

"Menurutmu apa ada kemungkinan Pak Bagus bisa bersanding dengan nenek lampir itu?" tanya Mayang dengan mata masih mengawasi keberadaan dua orang itu di seberang sana.

"Jika Bu Puspa diperistri oleh Pak Bagus, maka kita harus berdoa semoga penggantinya lebih pengertian dari dia."

"Aku tidak setuju memiliki Ibu Bupati seperti dia! Apa kamu tidak melihat sorot matanya tiap kali melihat kita? Sepertinya dia ingin sekali melumat kita menjadi bubur sumsum!"

"Tidak perlu berlebihan!"

Namun tetap saja Utari penasaran, hingga diapun mencuri pandang ke arah mereka. Jantungnya langsung mencelos, ketika matanya bersirobok dengan mata Bagus Pandhita yang nampak juga tengah mengawasi keberadaan Utari. Gadis itu langsung melengos, dan berusaha kelihatan sedang sibuk berbicara dengan Mayang.

Setelah cukup lama merendam kaki, Utari dan Mayang segera beranjak ke tepian. Beberapa kali, Mayang mengambil foto mereka berdua dengan ponsel Mayang. Karena baru disadari, ternyata Utari tidak membawa benda itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun